32. Night Trip

1.2K 166 4
                                    

Juna memaksakan senyumnya di hadapan Risti

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Juna memaksakan senyumnya di hadapan Risti. Telapak tangannya ditepuk-tepuk mengikuti irama lagu ulang tahun. Dia berusaha mengacuhkan tatapan iri para pengunjung perempuan restoran.

Tentu, keputusan Juna sudah sangat bulat untuk mengakhiri hubungannya dengan Risti. Sudah tidak ada lagi alasan untuk bertahan. Juna hanya mengulur waktu. Mengingat kebaikannya selama ini, Juna tidak akan merusak hari ulang tahunnya.

"Potongan pertamanya buat kamu," cetus Risti sembari menyuguhkan kue ke depan bibir Juna. Wajahnya semakin semringah saat laki-laki itu menyantapnya. "Sekarang, kamu yang nyuapin aku." Risti menggeser kue ke hadapan Juna.

Dengan berat hati, Juna mengulurkan tangan untuk mengambil kue itu. Namun, pergerakannya terhenti karena dering ponsel yang nyaring. "Gue terima telepon dulu, ya." Cepat-cepat Juna bangkit dari duduknya dan menerima panggilan itu. "Assalamu'alaikum, Bu?"

"Wa'alaikumsalam, A," balas seseorang di seberang sana. "Bagaimana kabarnya, A?"

Senyum Juna mengembang. Tentu, jauh lebih tulus dibandingkan saat berhadapan dengan Risti. "Baik, Bu. Ibu sama bapak gimana?"

"Ibu sehat. Tapi, bapak ...." Ucapan wanita paruh baya itu menggantung. Terdengar helaan napas panjang. "Kalau ibu boleh tahu, A Juna lagi sama Freya? Ibu coba telepon dari tadi, tapi gak bisa. Teleponnya enggak aktif, A."

"Juna emang lagi di luar, Bu. Tapi, enggak sama Rere. Dia juga gak bilang ada rencana keluar. Mungkin lagi di kosan." Wajah Juna berubah serius. Mendadak saja perasaannya tidak enak. "Ada yang mau ibu sampaikan sama Rere? Nanti Juna datang ke kosannya."

"Bapak, A." Sekarang, wanita paruh baya itu terisak. Suaranya bergetar, seperti berusaha menahan beban yang begitu berat. Lalu, beliau kembali berucap, "Bapak jatuh di kamar mandi. Dan sekarang lagi di rumah sakit."

Untuk beberapa saat, napas Juna tertahan sampai tenggorokan. Sebagian energi yang mendadak hilang entah ke mana. Namun, ia tidak bisa kehilangan akal di saat genting seperti ini. Begitu panggilan berakhir, Juna bergegas kembali ke meja dan membawa tasnya.

"Lho, kamu mau ke mana?" Risti langsung berdiri. Dia menatap Juna penuh tanya.

"Gue harus ke kosan Rere," jawab Juna tanpa berbalik sedikit pun. Dia hendak melangkah, tetapi harus tertahan karena ulah Risti. "Lepas, Ris. Gue gak ada waktu lagi. Gue harus pergi sekarang."

Bukannya melakukan yang diminta Juna, Risti malah mempererat pegangannya. "Ke kosan Freya? Terus, aku gimana?" tanya Risti dengan suara tercekat. Matanya mulai berair, menandakan ada luka di hatinya. "Ini hari ulang tahun aku. Di hari ini, aku mau ngehabisin waktu sama kamu, Jun. Tapi, kamu mau pergi gitu aja karena Freya? Dia lagi, Jun?"

"Ris, gue minta maaf. Gue benar-benar harus—"

"Mau sampai kapan kamu kayak gini, sih? Kamu terus aja pergi dari aku. Dan alasannya selalu sama. Freya, Freya, Freya!" Nada bicara Risti meninggi. Air mata juga sudah turun membawahi pipinya. "Selama ini aku coba buat menahan diri. Tapi, bukankah keterlaluan kalau kamu ninggalin aku sekarang, Jun?"

Let It Fall [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang