Lalu, bagaimana keadaan wisma milik Keluarga Pratama?Tentu sedang tidak baik-baik saja.
Langkah seorang jejaka muda berinisial T itu pun layaknya sebuah alat perapi busana. Ke sana kemari tapi tidak membawa alamat. Dirinya hanya menggenggam sebilah balok gawai yang terus berastungkara supaya tersambung kepada Ayudisa.
Tama bolak-balik mengguratkan kerut keningnya frustasi sembari menarik surainya yang telah lembab, lantaran cairan ekskresi berbulir-bulir sebesar biji jagung itu pun merembes setakat kening sempitnya. Sang Adi bahkan mendecak berulang kali di ruang tamu yang ditemani kedua tetua hidupnya.
Mama dan Papanya juga membiaskan pinar jelaga yang serat tuk dipahami. Tak grahita betul bagaimana Ayudisa meninggalkan rumah tanpa seutas kintaka apapun. Warta pula tiada tercoret tinta bak pinarnya hilang seisi butala.
Tuan yang memiliki segala rasa wibawa itu pun jua merasa demikian. Khawatir dan panik bersenyawa padu dalam mahligai sanubarinya. Intuisi papa berusia empat dekade lebih, pula menenangkan pendamping hidupnya yang menangis tersedu-sedu. Meratapi banyak jejak kehilangan Ayudisa, penaka figurnya hilang tanpa ditemu bumi raya.
"Tenang, ma... insyaAllah semua bakal baik-baik aja. Mungkin Ayudisa lagi ke minimarket seberang komplek, kok," beliau berujar memberi afeksi ketenangan pada riweuhnya lawai tika yang bergelung kontras. Hasta kekar berurat tersebut menepuk dan mengelus penuh kehangatan agar wanitanya tidak terlampau panik menyiksa diri.
Si sulung yang mendengar prakata dari labia panutannya itu, lekas menoleh kontan ke arah belakang. Putar derajat mustaka langsung bersitemu dengan keadaan rimpuh rapuh menyeluruh oleh kedua orang tuanya.
Kalakian tanpa sepatah klausa belum terucap penuh, raga manusia yang diberkati banyak rezeki oleh Tuhan Yang Maha Kuasa, bertindak dengan segera. Daksanya melarikan diri tuk menemukan perangai seorang nona Ayu yang entah sedang berada di mana. Sang bumiputra Batavia-Bandung, berahang tegas lari tergopoh menuju kuda besi yang selama ini menganggur di garasi. Ia pun menyalakan mesinnya dan keluar dari pekarangan rumah.
"Kemana sih tu anak? Bikin khawatir serumah aja," gerutunya yang diam-diam muncul sebuah perasaan gelisah.
Tama celingak-celinguk di atas wimana, sambil memendarkan dua obsidian kelamnya yang bermanuver ke segala arah. Netranya penaka menyisiri hingga ke detail paling sempit sekaligus, pada gang-gang di dekat minimarket seberang.
Tapi... nihil. Ia tak menemukan batang hidung nona cendayam.
Jejaka delapan belas hampir sembilan belas warsa itu pun lekas turun dari kuda besinya. Sang Adi menolehkan putar setengah seratus delapan puluh derajat ke samping daksina nan sebaliknya, setakat menyelami kubikel boga instan bernamakan minimarket. Ia mengitari seisi ruangan, berastungkara supaya gadis yang selalu ia sayangi tersebut, memunculkan batang hidungnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✔️] ii. Sebait Klausa | Sunghoon
Fanfiction❝ sumbu langit seperti kisah kita, tak akan habis pun jua rencana. reluk dua lakon asmaradahana, yang terhentak rasa kapuranta, bak pinarnya hilang seisi butala. ❞ ✧ ft. 박성훈 ENHYPEN ⊹ ☽ and millenials ⚠️16+ [...