49. Naungan Bulan dan Pinarnya

313 61 63
                                    

Karena ada beberapa readers yang
nggak mau Sebait Klausa end dulu,
maka aku perpanjang satu chapter

Jadi, chapter depan udah end nih😀
Mau bilang nggak rela kalau end, tapi
nanti nggak kelar-kelar dong ceritanya

Hayuu dikencengin vomment-nya
Karena chapter selanjutnya, kita
akan bertemu dengan babak akhir
dari serangkaian trilogi bagian dua

Jika selama ini kita memonitor perihal keseharian Sena, Ayudisa, hingga Jenandra, namun kali ini kita akan tertuju pada seorang wanita yang tengah melayangkan tatapan nyalang kepada pemuda di hadapannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jika selama ini kita memonitor perihal keseharian Sena, Ayudisa, hingga Jenandra, namun kali ini kita akan tertuju pada seorang wanita yang tengah melayangkan tatapan nyalang kepada pemuda di hadapannya. Raut kesal terpampang nyata di tiap sudut epidermis permukaan wajah milik si bungsu Sanggara. Wulan menukikkan alis tipisnya bersamaan napas yang tertarik-hempas tidak teratur. Hastanya bahkan hampir menutup engsel daun pintu berwarna putih tulang saat Shan tersenyum asimetris.

"Tunggu!" Sang adam mencegah pemudi tersebut dengan cara menahan sebidang datar berbahan dasar kayu itu menggunakan sebilah lengan miliknya. Shan memposisikan kuat-kuat daksanya tetap berada pada tempatnya agar nona bulan tidak main kabur-kaburan seperti ini terus. "Gue mau ngomong sebentar sama lo."

Menggeleng sambil terus menahan pintu rumah dengan mendorongnya kuat. Ia tidak peduli lagi bilamana Shan nanti akan terjepit pada salah satu jemarinya. Terpenting, Wulan bisa menyelamatkan dirinya dulu dari taruna berbusana ala kadarnya--namun tetap tampan bagi orang selain dirinya. Ia menolak mentah-mentah dengan gelengan kepala ditujukan kepada pemuda berasmakan Shan Candrakanta Gumilar. "Gue gak mau! Mending sekarang lo angkat kaki aja dari sini!"

Perseteruan terus terjadi, hingga suara bising itu ditangkap pendengaran oleh rungu ibundanya dari arah ruang tamu. Langkah beliau semakin dipercepat sebab anak perempuannya terlihat seperti sedang beradu mulut dengan orang lain di luar sana.

"Wulan, ada siapa, nak?" tanya beliau sambil mencari-cari siapa sosok di balik pintu rumahnya.

"Orang jahat!" jawabnya asal dengan hasta yang terus mendorong bilah pintu kuat-kuat. Tenaganya hampir terkuras habis dan enggan mengalah walau energi lelaki lebih kuat dari perempuan. Tetapi, mahasiswi tersebut tak mau jika Shan akan berkata yang tidak-tidak mengenai ia di hadapannya maupun pada keluarganya pula.

Meskipun perilaku Wulan bisa dikatakan bebal, tapi ia masih punya harga diri yang patut dijunjung tinggi.

"PERGI DARI SINI ATAU GUE TERIAK MALING?!" ancamnya yang semakin mengembara. Amarah wanita belia itu kian memenuhi titik kulminasi yang melebihi tingkatnya. Ia masih terus berseteru dengan figur Mamanya yang mulai mendekat.

"Iya-iya! Tapi izinin gue masuk sebentar aja! Gue harus bicara sama lo tentang yang waktu itu," mohon Shan seraya memandang Wulan dengan tatapan bermakna. Tubuhnya condong ke arah depan demi mempertahankan pintu itu setia terbuka meski hanya beberapa celah saja.

[✔️] ii. Sebait Klausa | SunghoonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang