10. Satu Hari Bersama Gandhi

302 100 54
                                    

Desis rintih dari ranum sang Gadis pun terdengar seiring perjalanan di adimarga

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Desis rintih dari ranum sang Gadis pun terdengar seiring perjalanan di adimarga. Perempuan bersurai lebih dari sebahu itu meringis tertahan sembari mencengkeram ujung sweater yang dikenakannya.

Lantaran bahananya terdengar ilu pilu, individu lain yang tengah sibuk berkendara, atensinya perlahan berubah. Aksa bundar sang Tuan sedikit menyipit tengak, sebab Ayudisa berlaku demikian.

“S-sakit...” desisnya tertahan. Susunan tulangnya pun jua bergemeletuk menahan serangan—laksana ditikam belati. Hastanya juga tidak sadar sudah berkelana tuk meredakan rasa sakitnya.

Hari pertama di awal bulan memang seperti ini.

Sena yang tidak tega melihat sang Wanodya, lanjarnya menggamit karantala lentik Ayudisa. Lantas berkata tanpa menatap netra, “Nyeri banget, hm? Kalau sakit, lampiaskan saja ke aku tidak apa-apa.”

Tanpa berucap sepatah kata, gejolak nyeri yang terus mendera, gala hasta sudah tertaut erat di sana. Tuan Putri yang masih terduduk di bangku penumpang itu, hingga berpeluh dingin. Kening sempitnya itu sudah terbulir cairan ekskresi, pula dengan surainya yang sudah tak tertata rapi.

“Se-Sena. Mampir dulu ke minimarket sebentar.”

Usai berhenti di dekat bangunan yang tak begitu selesa, abjad kata penuh ia ucapkan dari pigura. “Mau beli apa? Aku belikan saja,” ia menawari sendiri, sebab melihat Ayudisa yang sudah pucat pasi. 

Sang Nona tentu saja tidak langsung menjawab. Ia bahkan menggigit bibir lantaran bingung akan dua persoalan. Masa iya Sena yang akan membelikan untuknya?

“Beneran kamu yang belikan? Nggak keberatan?” tanyanya sekali lagi. Berusaha meyakinkan anak adam bernama Senapati Gandhi.

Sena mengangguk tanpa beban.“Iya, aku tidak keberatan. Katakan saja, kamu ingin membeli apa?”

Gestur jemari milik Dayita membuat pemuda Nawangga mendekat, lajaknya ranum merah plum itu merakit aksara dengan cepat.

Dan membuat Senapati meneguk salivanya dengan serat...

   

   

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
[✔️] ii. Sebait Klausa | SunghoonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang