05. Rupa Tengak Dua Babak

524 120 23
                                    

jangan lupa untuk
masukin ke library,
ya—! agar tidak
ketinggalan notifnya

jangan lupa untuk masukin ke library, ya—! agar tidak ketinggalan notifnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Gemerlap lampu kian menarik pada sepetak taman di sudut rumah sang Dayita. Pula baswara kuning pada lampunya bagai gemintang kelip di kedua netra. Basut air gemericik dari kolam ikan pun bak tumpah ruah di rungunya.

   

Kini ada sepasang kaki yang terayun-ayun di sana, menikmati embusan silir menyilir angin membekap sang Atma. Pula meniup-niup surai kecoklatan sang Daksa. Netranya tertutup, jua menghirup napas hingga memenuhi paru-parunya.

   

“Dek, besok mau ikut kakak, nggak?” seseorang itu lajak terduduk di kursi taman.

   

Ia menoleh, mendapati tubuh jangkung itu berada di dekatnya. “Ke mana?” tanya Ayudisa.

   

Sang Lelaki yang tertoreh nama Adipati Pratama menatap langit-langit, memikirkan apa yang ingin dia rakit.

“Ke Rahmatullah, yuk?” ujarnya tanpa beban.

   

Adik kecilnya jelas melotot penuh, memberi pukulan kecil pada bisep kakaknya bergaduh- gaduh.

“Kalau mau ke sana ya sendiri aja! Nggak usah ajak-ajak aku, kak!” sebal gadisnya. Netranya menyala-nyala bak menyambar laser dari sana. 

   

Tergelak. Bahana dari Tama menguar bebas, tertawa usai berhasil menjahilinya dengan sekali kibas.

Memang untuk daksa yang satu ini sangat suka menjahili sang adik, yang mana bukannya terlihat bengis, namun rupa wajahnya justru nampak manis sedikit sadis.

   

Kalau boleh jujur, Tama akan mengungkap yang asli pada nona manis di sampingnya. Namun, Tama pasti tahu apa akibatnya setelah dia berbicara. Untuk kali ini dia merasa bersalah, sebab masih mengunci rapat bibirnya yang sedang gundah. 

   

“Dek, jujur itu harus, ya? Kalau bohong itu boleh, nggak?” ujarnya tiba-tiba.

   

Sontak hal itu membuat kening Ayudisa tergurat kerut di sana. “Hah? Kakak ngomong apa, sih? Adek nggak paham.” ia menelengkan jemala. Bingung dengan perkataan sang Pratama.

   

Menggeleng lagi. “Nggak jadi.”

   

Namun bukan Ayudisa asmanya jika tak peka dengan hal sekitarnya. Ia mengguncang sang Bahuraksa dengan untaian kata. “Kakak kenapa? Ada masalah?” ayat tanya keluar dari piguranya. 

[✔️] ii. Sebait Klausa | SunghoonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang