03. Linting Lingkar Hastanya

899 152 36
                                    

“Jenan! Aku bareng, dong!”

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

“Jenan! Aku bareng, dong!”

Melotot penuh mendengar suara yang merangsek pada kedua rungu.

“Idih, sekolah kita beda, belegug!” oceh sang Lelaki di atas kuda besi miliknya. Bahkan tungkai kaki sudah berada di pijakannya, bersiap untuk membelah kabut tebal nan dingin secepatnya.

“Tolongin lah! Please...” Ayudisa menghadang sembari merapatkan karantala. Sang Wanodya berusaha mendapat izin dari sang Taruna. 

“Berangkat sendiri! Mandiri, kek!”

“Uang aku nipis buat naik ojek. Kakak lagi nggak enak badan soalnya.”

Mendengar rangkaian kalimat, Jenan kembali berpikir sesaat. Ia merasa terdayuh jua pada anak manusia yang cantik terawat. 

Pagi buta di ranah Batavia, seorang puan ini tengah meratapi nasibnya sekarang, sebab Jenandra sudah memasukkan satu gigi pada kuda besinya sembarang. 

Dilihat dari gelagat sang Lelaki, ia benar-benar hendak beranjak meninggalkannya seorang diri.

“Ya sudah... aku naik ojek aja lah, nggak apa-apa...” kemudian betisnya dirajut kembali, dan berlalu dari hadapan Jenandra Bahari. Lekas ia pun berdiri lagi di depan wismanya sendiri. 

Kedua orang tuanya sedang tidak ada di rumah, pula dengan Omanya yang tidak lagi bersinggah. Sebab wanita bersahaja itu sedang ada di griya satunya. Sedangkan sang Kakak tergoler lemah, lantaran terkena demam yang membuatnya harus merelakan waktu ke sekolah.

Sekali-sekali terlambat nggak pa-pa, begitu isi kalbunya.

“Idih, pundung, Neng? Nih, Aa’ sediain helm untuk tuan putri tercinta,” ranumnya berklausa, pun jua menyerahkan benda keselamatan mirip batok kelapa.

Ayudisa tak mengindahkan aksara Jenan, diam tak berkata-kata maupun mengucapkan. Ia merasa ditipu oleh sang Tuan. Sudah menyebalkan, pula suka bermain-main sembarangan. 

“Aduh!” jerit Disa, karantala lentiknya ditarik secepat kilat, membuat daksanya terhuyung sempat. Lanjarnya, menyuruh nona manis tersebut untuk naik ke kendaraannya pesat. 

“Katanya suruh mandiri?” sindir Ayudisa Putri.

Harsa Jenan saat ini terlampau sungguh. Sukmanya bak diterbangkan ke langit nomor tujuh, lantaran sukses membuat sang Perasa kesal hingga tergaduh.

“Mana mungkin aku biarin kamu ngegembel di sini, neng...”

   

[✔️] ii. Sebait Klausa | SunghoonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang