24. Pinta, Kita, dan Ceritera

224 57 14
                                    

Kalau udah masuk konflik
berarti makin seru ceritanya😄

Kalau udah masuk konflikberarti makin seru ceritanya😄

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Semburat arunika terbentang menghiasi kaki langit. Yang mana paruh bulatan sang surya nampak malu-malu di ufuk timur. Pun megahnya kidung-kidung senandung burung merpati bersamaan gumulan payoda terarak ke sana kemari sebab ulah sang bayu.

Berhari-hari telah ia lewatkan di pulau seberang sebagai tempatnya mengusung janji, ceritera, maupun adanya benang merah terjalin di antara sang tuan dan juga sang puan. Dan pada saat ini, kembalinya mereka tuk melanjutkan pendidikannya yang tertunda hampir tiga hari lamanya, terlaksana juga pada akhirnya.

Ayudisa yang masih berada di dalam sepetak kubikel beraroma lavender, tengah mematut penampilannya pada bidang datar pantul objek bernama cermin. Ia menyisir dan merapikan surai-surainya, tak lupa jua cairan raksi yang ia suka disemprotkan sebagai sentuhan terakhir. Aroma wangi Cherry, Iris Violet, dan Vanilla pun bersenyawa padu membalut sang peraga. Lantas, hastanya mengambil sebuah sweater dan juga tas punggung miliknya. Berjalan tergesa-gesa melangkahkan kedua betis sebab...

"DEK, CEPET TURUN! DITUNGGUIN SENA, NIH!"

Terulas penuh ajun, memaksanya menyungging bibir di sela ia menuruni anak tangga. Nona Batavia itu menemukan presensi daksa agam memunggungi dirinya di ruang makan. Pemuda Nawangga nampaknya sedang menikmati dua lapis roti dan selai coklat sebagai pelengkap sarapan pagi.

"Sudah daritadi?" tanya sang sundari, pemilik nayanika bak kartika cakrawala dengan senyum mengembang. Ia mendaratkan daksanya pada kursi di dekat taruna kesayangannya.

Sena menoleh usai menelan rotinya yang tersisa sedikit. Menggeleng singkat dan menipiskan bibir penuh makna. "Nggak kok. Aku barusan datang," jawabnya.

Adik kembar Adipati Pratama itu hampir mengambil rotinya, namun netranya justru terbeliak mendapati arloji pada lingkar hasta menunjukkan pukul setengah tujuh pagi. "Aduh! Aku piket hari Rabu, nih!"

Buru-buru ia mengambil dua lapis boga berbahan dasar pati tersebut, dan berlari ke arah keluarganya yang sedang berpencar. Mama tengah mencuci piring, Papa sedang bersiap pergi ke kantor, dan Kak Tama-ehm... dia sedang gabut, alias bermain game di ponselnya.

Usai berpamitan dengan tas tersampir di punggung dan sebuah roti di genggaman yang sudah tergigit, menarik cepat hasta kekar Senapati. "Ayo cepetan, aku ada piket hari ini!" ujarnya tergesa-gesa.

"MA, PA, KAK, ADEK SAMA SENA BERANGKAT DULU, YA! ASSALAMUALAIKUM!"

Tahu jika tepatan jiwanya sedang kesulitan dan riweuh, Sena berniat turun tangan dengan memasangkan alat keselamatan pada jemala tuan putri.

"Jangan tergesa-gesa, kita nggak bakal terlambat, kok," ujarnya hingga Disa mendongak. Lantas aksa indahnya terpaku pada sudut bibir merah merona dan mengusap perlahan. "lihat, sampai selainya belepotan gini di bibir kamu," sambungnya, kemudian Sena terkekeh gemas.

[✔️] ii. Sebait Klausa | SunghoonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang