Try not to cry....
Siapkan tisu kalau perlu.
Aku jadi gak tega bacanya :(Kalau typo, ingatkan ya...
Sudah sekitar dua hari yang lalu semenjak Tama mencari-cari Ayudisa, dan hari ini adalah waktunya menerbitkan warta dengan rangkuman paramarta. Kamal, tidak diliputi oleh rasa anomi. Namun diselaraskan dengan pangestu dari Tuhan yang mendengar bait-bait dawai astu Nawangga Senapati Gandhi.
Ia hendak menemui sang dara yang tersemat nama sebagai tunangannya.
Sebenci-bencinya atau serodra apapun kembar tak seiras dari Ayudisa, ia akan tetap memberi maklumat atau seutas warta melalui sebuah teks pesan, bahwa Ayudisa menemukan rumah singgah sementara di Kota Kediri. Hal itu membuat Sena ingin sujud syukur, hingga memberi tahu para daksa tetua di rumahnya dengan perasaan menggebu-gebu yang diutarakan tanpa sebuah tafakur.
Sena tidak banyak berwicara sepenggal kata pun. Ia bergegas hendak pergi ke kota seberang yang walau terbentang cukup aksa, dirinya tidak mempermasalahkan. Karena mau bagaimana pun, sarwa tidak masalah terkait apapun lagi. Terpenting, menemukan dan memperjuangkan wanitanya adalah hal yang paling wahid.
Memangnya, mau sampai kapan ia hanya akan diam di tempat dan tak berbuat apapun? Bukankah lelaki sejati seharusnya begitu? Memperjuangkan apa yang patut ia perjuangkan dengan asa, karsa, dan juga usaha. Bukan hanya melalui ranum cakap manisnya saja.
"Ayudisa... aku harap kamu mau memaafkan kesalahan yang telah kuperbuat dan kembali ke pelukanku lagi..." gumamnya sedih namun terselip penuh harap. Dirinya bercakap sambil melajukan balok besinya dengan kecepatan sekitar delapan puluh hingga sembilan puluh kilometer per jam.
Senapati yang tengah mengenakan busana berwarna hijau matcha dan sepotong celana kain yang melekat, berlaku sama penaka calon kakak iparnya. Ponselnya tertaut di atas dashboard mobil ayahnya dengan bantuan perekat tripod yang menggantung gagah di sana. Membawa perbekalan beberapa jam ke depan dengan sebotol air mineral, permen kopi, dan lain-lainnya yang dirasa akan sangat dibutuhkan oleh anak adam yang satu itu.
Pendar irisnya terus bermanuver untuk menyalip beberapa pengguna jalan, supaya arah lajunya cepat sampai pada pelabuhan yang akan ia datangi. Kapal ini dikendarai penuh oleh nakhoda tunggal yang sedang mencari-cari keberadaan sang puan, di tengah banyak ombak yang gemar menghempas asa mereka. Tentang pesisir pantai yang seolah karut marut oleh riak samudra, pun dengan ukiran asma sepasang manusia yang ditakdirkan bersama oleh Tuhan, masih ia usahakan supaya sang gadis kembali pada tempat yang seharusnya.
Ya, rumah Ayudisa yang sesungguhnya adalah ia, Nawangga Senapati Gandhi. Bukan kepada siapapun lagi.
"Karena sejauh apapun kamu melangkah, aku adalah rumah yang tepat untukmu bersinggah..."
KAMU SEDANG MEMBACA
[✔️] ii. Sebait Klausa | Sunghoon
Fanfiction❝ sumbu langit seperti kisah kita, tak akan habis pun jua rencana. reluk dua lakon asmaradahana, yang terhentak rasa kapuranta, bak pinarnya hilang seisi butala. ❞ ✧ ft. 박성훈 ENHYPEN ⊹ ☽ and millenials ⚠️16+ [...