"Aku harus apa biar kamu mau maafin aku, Disa?"
Menoleh sinis. Sorot matanya menajam dengan sendirinya dengan rapalan penuh desis. "Sudah merenungi kesalahanmu dulu sebelum berani datang ke sini?"
Terdiam, enggan membalas apa-apa. Namun satu yang pasti, Sena hanya bertandang ke rumah kekasihnya sebab rundung hatinya merasa ada talu genderang yang mengobrak-abrik intuisinya. Ia merasa bersalah dengan perilakunya yang terbilang cukup rodra untuk seusia mereka berdua.
Berada di sudut hunian empat tiang satu atap bernamakan wisma milik Keluarga Pratama, Sena menggeser lungguhnya di sebelah sang dara. Mengambil sebilah tangan lentik yang berada di pangkuan Ayudisa dengan perlahan dan penuh afeksi kelembutan. Basut yang menumpahruahkan ribuan, hingga jutaan molekul tirta kolam ikan, menjadi alunan gemericik malam-malam suram yang sempat bersalam. Bulatan paksa dari candra yang menggantung manja, sebagai figur samping teman konversasi mereka berdua. Menemani sepinya dengan gundah gulana yang menggerayangi rongga dada keduanya.
Menatap dalam samping mustaka Ayudisa yang beratensi penuh pada Kolam Koi, ia meneguk ludahnya susah payah. "Aku serius, saat aku bilang ke kamu tentang 'Janji akan membahagiakanmu selalu' di Bali waktu itu. Aku serius, Ayudisa. Aku serius dan berjanji bakal--"
Menghempas genggaman yang mengerat itu dengan kasar dan berdiri dari lungguhnya. Tatapannya tajam dan mengerang marah. "APA? BAKAL APA?! KAMU TERLALU SERING MENEBAR JANJI DI SAAT AKU BUTUH BUKTI!" sentaknya hingga merambat pada udara bebas.
Bahananya yang terdengar rodra, tak sebanding dengan intuisi lara yang diderita Ayudisa. Tenggorokannya saja bahkan hampir tercekat saat berteriak kencang seperti itu. Mungkin jua suaranya akan merangsek mentah-mentah hingga ke dalam kubikel petak ruangan hunian miliknya.
Terserah, Ayudisa untuk kali ini ingin egois dengan menyentak dan membantah ucapan tunangannya tersebut. Ia muak dengan kata-kata manis yang seringkali taruna itu rapalkan kepada dirinya. Ia butuh bukti, bukan hanya ada janji manis yang selalu mengobati robek lukanya di hati.
Ikut berdiri menegak. Tubuh menjulang lebih tinggi dari dayita tercinta, menghampiri gadis yang dicintainya lebih dari Wulan itu tuk mengharap belas kasih dari Ayudisa. Sena seakan hilang harapan, saat menatap si bungsu yang masih berpegang teguh tidak mau memaafkan dirinya. Memandang nayanika yang selalu membuatnya dewana akan pandangan lokawigna, basah meluruh derai karena ia. Nawangga merasa bersalah telah menyakiti relung hati yang kelak akan berjuang bersama dirinya.
"Please... untuk kali ini Ayudisa, untuk kali ini... beri aku satu kesempatan sekali lagi untuk merubah perilaku-ku agar menjadi lebih baik. Aku mohon... untuk sekali saja..." mohonnya kembali, laksana tadi saat dahina menggapai semua sinar-sinar bulatan mentari menaungi mereka berdua, pada Kota Kembang yang begitu dingin membekap daksa butuh sandaran kesah di pundak beratnya. Hastanya kembali menggengam erat dan berhati-hati, penaka Disa adalah sebuah berlian yang akan pecah bilamana terkena anca barang satu saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✔️] ii. Sebait Klausa | Sunghoon
Fanfiction❝ sumbu langit seperti kisah kita, tak akan habis pun jua rencana. reluk dua lakon asmaradahana, yang terhentak rasa kapuranta, bak pinarnya hilang seisi butala. ❞ ✧ ft. 박성훈 ENHYPEN ⊹ ☽ and millenials ⚠️16+ [...