35. Dekapnya yang Berjejal

187 52 117
                                    

Yang baca sambil vote dan comment,
aku kasih banyak lope nih♡♡♡♡♡
Anw, bacanya pelan dan diresapi ya!

Yang baca sambil vote dan comment,aku kasih banyak lope nih♡♡♡♡♡Anw, bacanya pelan dan diresapi ya!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"MASUK RUMAH SAKIT?!" Ayudisa berteriak panik. Perempuan muda tersebut langsung berdiri tegap dan merakit betisnya tergopoh menuju sang kakak.

Tama yang masih menggenggam ponsel pun menampilkan durja penuh ratapan sama seperti sang afsun. Mustakanya mengangguk penuh di hadapan si dayita, di ruang keluarga pada pagi hari menyapa anak manusia. Didatangi oleh Jenan yang ikut menimbrung, bertanya ada apa kepada calon saudaranya itu, dan dibalas larik jawab oleh Pratama bahwa lokasi terkini Nawangga, sedang memerlihatkannya pada Rumah Sakit yang tak jauh dengan lokasi mereka sekarang.

Kalakian, dua jejaka dan satu taruni yang cantik berseri walau belum sempat mandi pagi, lekas mengambil sepotong kain tebal bernamakan jaket miliknya. Ia mengundai surai lebih kencang dengan ikatan antun, hendak menuju Sena yang mungkin, tengah terbaring lemah di atas brankar wisma lara.

Mereka berdua telah siap, tinggal menunggu Jenan yang tiba-tiba lari sekuat tenaga saat kembali masuk pada huniannya sendiri sembari berwicara lantang.

"MA, SENA MASUK RUMAH SAKIT!" Samar-samar bahananya terdengar kencang hingga menembus beberapa balok bata rumah tetangga, yakni hunian milik Keluarga Pratama.

Taruna muda yang berpangkat sebagai sepupu jauh, teman dekat tunangan Ayudisa itu pun langsung mengacir mengambil sepotong kain serupa, layaknya milik si tuan Putri. Ia bahkan sempat bercakap pada ibundanya untuk tenang sebab terperangah, dan pelan-pelan untuk memberitahu Sena yang sedang berada di rumah sakit sekarang.

Sepertinya, Keluarga Gandhi dan Bahari saja tidak mengetahui, bahwasanya jaka tampan paripurna itu tengah berada di kawasan penuh sanitasi yang tidak jauh dengan mandalanya berada.

"K-kak... nanti kalau Sena kenapa-napa gimana?" lirih dari pigura cakap sang dayita.

Daksa si filantropi namun sedikit jemala batu, terduduk di jok belakang sambil menatap bilah kaca tengah, yang terpajang taut pada atap wimana milik Tama. Jari jemari karantala beserta kakinya, dingin segera menginvasi lebih dalam. Terasa menggelanyar penuh kegelisahan ia alami padahal sedang tidak pakai air conditioner sekarang.

Menghela udara lirih namun berat dirasa, kembaran Ayudisa menatap adiknya yang dihantui rasa khawatir, ilu pilu, dan ketakutan yang bersenyawa padu dalam bilik kalbunya. Terasa mencekat hatinya saat mendengar ujaran adiknya yang ragu akan autentisitas yang sebenarnya.

Netra jelaganya bergetar, menatap balik jelah oniks yang mulai berkaca-kaca retak kristalnya mungkin, setelah ini jika terketuk sedikit saja. "Percaya sama kakak... Sena bakal baik-baik aja. Kita nggak tau dia lagi apa di sana. Semoga nggak seperti yang kita pikirkan saat ini." Ia memberi ujaran afeksi entitas renjana untuk wanodya berpipi gembung ayu itu. Menoreh kata dengan sunggingan tipis di sudut bibir Adipati.

[✔️] ii. Sebait Klausa | SunghoonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang