29. Sepenggal Kausa Dua Candra

228 51 37
                                    

Napasnya kian memburu pada detak telak pukul sepuluh malam lebih

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Napasnya kian memburu pada detak telak pukul sepuluh malam lebih. Hampir kembar notasi telak merujuk angka sebelas mungkin diperkirakan tak nampak dari bilik ruang. Surai kelamnya berantakan dan sedikit lepek sebab peluh ekskresinya membulir-basahi kening sempit miliknya. Sang dominan berkulit seputih susu itu agak terengah-engah sembari menatap sang lawan bicara. 

“K-kakak yakin?” tanyanya sambil terengah berat. Berusaha menormalkan recakanya yang terembus sangat susah menyesaki rongga dada. Netranya menatap sayu dan terbersit satu sangsi pula ia saratkan di aksa bundarnya. Labianya pun jua sudah menebal dan berwarna kemerah-meronaan.

Sama halnya dengan sang nona, wanodya belia itu pun menampilkan senyum miring dan menautkan dua hasta pada tengkuk sang lelaki. Ia menarik lebih dekat Nawangga hingga celah mereka berdua tak kasat mata. 

“Gue yakin. Asal lo—” Menggantungkan kalimatnya.

“Apa?”

Menempelkan belah ranumnya sesaat, serta melengkungan garis kurva manis di sana sembari menjawab, “—mau bertanggung jawab atas apa yang udah lo lakuin. Gimana?” ungkapnya yang diikuti alis tipis terukir indah itu naik turun di sana.

Sena tak berkespresi sama sekali. Sibuk menatap Wulan yang nampak berkali-kali lipat cantik dari biasanya sambil meneguk salivanya susah payah. Kilat matanya bahkan sudah berbeda dan sedikit membara yang tengah mengurung sang gadis. Oniks permatanya menatap dalam lawan di bawah rengkuhannya dan tersenyum kemenangan.

Mendekatkan wajahnya pada gadis bulan itu dan terhenti, sangkala bibirnya tiba di sisi rungu dekat perpotongan lehernya. Ia menyungging senyum asimetris dan berbisik dengan suara serak beratnya.


 “Alright. I’m yours, tonight.”

Tergelak sesaat. “And you’re mine, Sena.”

   
Dan akan gue bantu untuk lupain tunangan lo itu, Sen, sambung rapal katanya menggema dalam sanubari miliknya.

   

Di sela-sela naungan kubikel dingin, terasa pengap dan panas membara bagi kedua sejoli yang sedang menyibukkan diri. Ada benda balok yang tergeletak mengenaskan di sisi nakas hampir tertarik gravitasi bumi. Balok tersebut menguarkan dentingan penuh menegangkan, namun terlampau dihiraukan oleh sepasang manusia kalang kabut oleh bisikan makhluk halus.

Ting!

Ting!

2 Messages from Ayudisa.

2 Messages from Ayudisa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
[✔️] ii. Sebait Klausa | SunghoonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang