02. Sebuah Bilik Rasa

1.3K 193 36
                                    

cuma mau bilang saja.
saya sarankan untuk
membaca cerita Kediri
dulu, ya. sebab takut
nanti kalian tidak
paham sama ceritanya.

Bila ditanya apa hal yang paling membahagiakan, Sena akan menjawab lugas, teman sekelasnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Bila ditanya apa hal yang paling membahagiakan, Sena akan menjawab lugas, teman sekelasnya.

Ketika sedang senggang-senggangnya, para siswa dan siswi pasti akan meramaikan suasana. Entah bermain truth or dare ataupun memilih untuk tebak-tebakan di ruang kelasnya. Sepetak kubikel tersebut sekarang tidak ada seorangpun widyaiswara yang hadir di sana, sebab para Guru sedang ada acara.

“Sekelas harus main truth or dare! Yang nggak ikut, berarti dia cupu!” celetuk salah satu murid dari arah belakang.


Hal tersebut sukses mendapat sorak-sorai dari teman sebaya. Lelaki bernama Handika Panggih Cakrabuana itu langsung diberi timpukan keras pada jemala. 

“Kamu itu suka ngadi-ngadi, deh! Padahal kamu sendiri nggak pernah main truth or dare!” kesal sang Nona Arum.

“Iya tuh, si Dika emang agak oneng,” celetuk salah satu daksa yang tiba-tiba merasa jengkel pada Handika. 

Bahana dari ruang kelas menguar pada langit-langit, pun masih terbawa oleh suasana yang mereka rakit sedikit. 

“Pak Ketua diem-diem bae!” 

Jemalanya menoleh ke sumber suara. Mengulas gurat tipis pada kurvanya. 

“Setelah ini ada ulangan harian, kalian tidak belajar untuk memahami materi sekali lagi?” ranumnya berkata, kini aksa bundarnya menatap sekumpulan murid yang juga memandang lelaki berduaja.

Seolah tak menarik perhatian sang daksa, fokus Sena kembali pada lembar-lembar jeluang di atas meja. 

Diam, mereka tiada yang menjawab. Seakan perkataan dari ranum manis Sena bagai menohok relung hati mereka. 

Handika yang memang memiliki sifat jahil pula berkata-kata, “Oh, tenang pak! Saya ini tanpa belajar pun sudah pintar. Nilai pun juga pasti yang paling tinggi!” serunya bangga. Pun menepuk dadanya dengan debuman karantala.

Sena tidak menanggapi, ia tahu temannya yang satu itu memang begitu sih, jadi tidak heran melihat tingkahnya menjadi-jadi.

Nona manis bersurai legam itu menjitak sang lelaki, takah-takahnya sang Daksa masih kesal dengan temannya yang satu ini. “Iya, kamu tertinggi dari bawah!” cerocosnya kemudian.

“Dasar, Nona galak dari Vrindavan!” keluh sang Lelaki sembari mengusap jemalanya.

    Pemuda Nawangga ini diberi amanah dari Widyaiswara untuk mengumpulkan tugas minggu lalu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

   
Pemuda Nawangga ini diberi amanah dari Widyaiswara untuk mengumpulkan tugas minggu lalu. Tugas Biologi itu harus dikumpulkan pada Sena tepat waktu.

Lelaki muda yang menjabat sebagai guru, berkata pada anak didiknya tuk meletakkan semua tugas ke ruang guru di sudut situ. Yang mana pada sepetak kubikel tersebut tampak sepi tak berpenghuni. Jelas itu membuat lelaki tampan laiknya Pangeran Arjuna, gurat pada keningnya tercetak di sebelah sana.

   

Ada apa ya memangnya? Kok sepi sekali? Cakap-cakap di tiap labirin otaknya terus merakit kata. 

   

“Sena!” 

   

Dari radius tiga meter ada seorang gadis manis menghampirinya. Debum alas kaki yang dipakainya lanjar mendekat ke arah Sena.

“Ada buku yang jatuh tadi,” ujarnya sambil memberikan sebuah jeluang tebal pada sang Taruna.

   

“Eh, nggak usah.” Tiba-tiba saja Wanodya berdaksa semampai ini menggeleng halus sembari menarik lagi buku itu. Lanjar kedua hastanya kini sudah terisi sebagian oleh jeluang-jeluang tebal.

“Aku bantuin bawa. Pasti kamu berat bawa buku tiga puluh dua murid,” ucapnya sambil menyungging senyum manis, namun pemuda di sebelahnya tak mampu menepis. 

   

“Terima kasih...” lelaki bersurai hitam ini lanjar berkata, mengulas gurat kurvanya tipis serta merta, sebab menjadi candu menatap bulan sabit pada ranum merahnya di sana. 

   

Di hari-hari mereka bersama, ada sebuah bilik kalbu yang meronta tuk menyatakan rasa. Kapuranta pada pipi dua ataupun menjalar dalam dada.

Pada dahina yang menyapa dengan terangnya, ada raga manusia yang diam-diam berklausa, menyatakan afeksi bak bumantara yang diterpa benang raja. Gurat poli warna-warni usai molekul tirta membasahi butala. Sesingkat sang Surya yang menerpa dengan bias sinarnya.




Sena merasa... mulai mengagumi Ayudisa...



Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.














Handika Panggih Cakrabuana

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Handika Panggih Cakrabuana. Lelaki Adiwarna yang jahil sekali sifatnya.




 Lelaki Adiwarna yang jahil sekali sifatnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Diajeng Arum Sandhyakala. Nona garang yang sangat benci dengan Handika.



/gemes sama duo NingNing😭









a/n
aku pakai sudut
pandang ketiga..
nggak apa 'kan?

[✔️] ii. Sebait Klausa | SunghoonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang