23. Avolisi Tanpa Batas

262 73 27
                                    

Ayo vomment, sayang...
Aku ngetik lima jam di
depan PC sampai sakit
punggung dan mata demi
kalian semuaaa.... 😭❤

Rona biru padu semburat kuning menyala, dahina disebut asmanya menggambarkan tiap insani memandang indahnya nusantara

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Rona biru padu semburat kuning menyala, dahina disebut asmanya menggambarkan tiap insani memandang indahnya nusantara. Menatap lembut jumantara pusat kota bersama sang Pujangga. Rupa-rupa, bahagia, dilukiskan senyum riang manusia jatuh cinta.
   
Tak terkecuali dengan sepasang raga manusia yang dikaitkan dengan afeksi asmaraloka siang ini. Kedua insan berlawan jenis yang menawan nan rupawan, sedang berada di anantara teriknya bagaskara menyorot rasa bahagia sukma mereka. Senapati dan Ayudisa berada dalam suatu konversasi bersama para tetua menuju perjalanan. Ditempuh jarak pacu 65 kilometer per jam, selama berlangsungnya anjangsana pada suatu lokasi yang akan mereka labuhi. Dengan Sena yang memegang teguh lencana sebagai pengemban keselamatan adimarga.
   
Ayudisa tertawa terbahak-bahak manakala Bunda Sena membongkar suatu rahasia selama ini kepadanya. Sontak hal itu dihadiahi pekikan konyol tak tertahan dari taruna itu dengan telinga yang mulai memerah.
   
“Dulu Sena pas kecil itu kalau disuruh mandi, adaaa aja alasannya.”
   
Taruni cantik itu kontan menolehkan jemalanya ke arah belakang. Menatap tengak nan pilon jua tertampil jelas di seri wajah ayunya. “Iyakah?” tanyanya sambil mengangkat alis tipisnya. Kekehan kecil mengiringi lajur percakapan itu semakin berwarna.
   
Mengangguk. “Iya, kata Sena gini, ‘Airnya aku ajak bicara nggak mau, malah diam aja. Dia mungkin marah ya sama Sena, soalnya dia lama-lama habis aku pake buat mandi’ gitu katanya.” Sambil menirukan gaya bicara khas anak lelakinya.
   
Ia tergelak lepas, diikuti tawa terkikik-kikik menyebar di segala penjuru ruang balok tersebut. Oma dan Mama Ayudisa ikut tertawa pula. Si Adiwarna dengan penampilan feminim itu menampilkan susunan giginya yang tertata rapi sebagai bentuk ia tertawa kecil, dan menepuk pelan pundak Sena yang diam saja.

Iya, si tampan dengan hidung bangir itu terdiam, namun kedua indra rungunya jelas tak bisa bersembunyi lagi, ia sedang menahan malu nampaknya.
   
“Ih, kamu kok bisa mikir begitu, sih? Air mana bisa marah? Ada-ada aja kamu, Sena...” ujarnya seiring tawa banyol yang masih belum terlepas dari piguranya, ikut mengalun temayun.
   
Putra semata wayang Pak Gandhi menoleh seperkian detik kemudian. Ia pun mengelak lugas dengan menyimpan seribu rasa malu berkobar di sekujur daksanya. “Kan aku masih kecil, jadi nggak tau kalau ternyata air itu memang begitu adanya...”
   
“Nah... berhubung ini ajang kejujuran, Mama juga mau bongkar ah!” Beliau berujar tiba-tiba yang membuat Ayudisa melototkan kedua manik bulatnya. Tawanya langsung mereda pada denting itu juga.
   
Ini mah, namanya ajang bongkar aib anak sendiri! Senandikanya tengah berwicara serawutan.
   
“Pas kecil, Ayudisa itu malah hampir konsumsi makanannya ikan.”
   
Sena yang tengah menyupir, mengikuti petunjuk arah dari mobil yang berisikan ayahnya dan calon besan pun membulatkan nayanika hitam legamnya yang sempit itu. Ia sangat terkejut mendengar untaian rapal kata terlontar dari Ibunda sang tepatan jiwa secara cuma-cuma. 
   
Bagaimana bisa...
   
“Loh, kok bisa jeng?” Wanita yang satu darah dengan Senapati langsung bertanya sambil menepuk paha sang empu. Mewakilkan atas dasar rasa penasaran dalam benak sang pemuda berkelahiran Desember itu.
   
Mengangguk-angguk. “Si Tama, anakku yang sulung itu cerita. Dulu pas selesai taburin makanan ikan di kolam depan rumah, langsung taruh bungkusannya di meja makan, soalnya mau ke kamar mandi. Terus Ayudisa dateng-dateng laper mau ngemil kue gitu. Pas lihat ada yang menarik perhatian si adek, langsung aja ditaruh mangkuk terus diseduh pakai susu.”
   
“Nggak lama kemudian, Tama selesai dari kamar mandi kaget lihat bungkus makanan ikan kok udah kosong melompong. Dia noleh ke Ayudisa yang hampir makan sesuap, terus direbut dan dibuang semuanya. Si adek langsung nangis kejer seruangan...” Begitu penjelasannya.
   
Para atma yang berada dalam satu tempat itu langsung terheran-heran dengan perilaku perempuan yang kini tengah mengulum bibir. Ia sama halnya dengan Sena yang waktu itu menahan rasa malunya di hadapan banyak awak. 
   
“Kok bisa gitu, nak?” tanya puan yang berada di belakang pas si ketua kelas SMA Angkasa Raya. Mengguratkan kening penuh ajun bertanya-tanya di cakap pikirannya, mulai tergugah oleh rasa penasaran. 
   
Terkekeh canggung lalu mengulum bibir sejenak, wanodya arum wangi yang berasal dari body mist beraroma Sweet fruity musky yang manis dan menyegarkan itu menjawab, “Disa kira itu sereal, jadi adek tuangin semuanya dicampur sama susu biar pada ngembang serealnya. Ternyata itu malah makanannya ikan...” Akhir katanya diimbangi dengan gelak membumbung paramarta oleh insan-insan yang lain.
   
Memang ya, di masa-masa seperti itu adaaa saja hal yang diluar nalar namun bisa saja terjadi. Yah, contohnya seperti mereka berdua ini. 

[✔️] ii. Sebait Klausa | SunghoonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang