12 : Kebaikan Tanpa Syarat

1.3K 241 11
                                    

"Aku merasa... sedikit kesal."

Liora bergumam pada dirinya sendiri, setelah berpisah dengan Jaka, dia melangkah sendirian di pinggir trotoar. Memikirkan ekspresi Jaka ketika dia memeluk pria itu, membuatnya merasa sedikit kesal. Meskipun menyenangkan rasanya bisa membuat jantung pria itu berdetak kencang sebelum berpisah. Tetapi, tampak jelas dari sikap pria itu, Jaka sama sekali tidak menganggapnya sebagai romansa yang potensial.

Liora mengerti itu, namun dia masih merasa kecewa. Karena itu dia butuh waktu untuk menenangkan pikiran. Dia akhirnya memutuskan berjalan-jalan sebentar di area perumahan dekat tempat tinggal Jaka. Dia mengubah langkah dari trotoar jalan besar menuju jalan setapak yang mengarah ke dalam lingkungan perumahan. Ingatannya agak kabur, tapi dia rasa pernah mendengar Jaka tinggal kurang lebih 5 menit dari café tadi. Itu artinya tidak jauh dari area ini.

"Baiklah, aku akan coba menjelajah ke sini."

Liora melangkah di jalan yang agak sepi dan remang-remang. Dia mengira Jaka mungkin pernah berjalan di jalan ini sebelumnya, atau mungkin tidak. Bagaimanapun, dia merasa ada getaran misterius untuk berjalan melewati tempat ini.

"Yah, meskipun begitu...," Liora bergumam ketika menyusuri jalan yang sepi.

Meskipun begitu...
Liora tidak pernah membayangkan bahwa dia akan begitu dikuasai oleh romansa. Dia selalu menyukai drama dan film, terlebih lagi tentang kisah-kisah cinta. Tetapi ketika dia menonton drama, dia merasa bahwa plot cerita di dalamnya jauh berbeda dari kehidupan nyatanya. Dia menikmati itu sebagai hiburan pelipur lelah semata. Sebab dia merasa laki-laki di kehidupan nyata jauh berbeda dengan laki-laki di dalam drama. Mungkin itu karena dia pikir dia tidak akan pernah bertemu dengan pria yang luar biasa seperti yang selalu muncul dalam cerita romantis seperti itu.

Sejujurnya, alasan Liora mendapatkan pekerjaannya saat ini hampir pasti karena dia memiliki penampilan yang 'menarik' di mata para HR pria pada waktu itu. Selama wawancara, satu-satunya yang mencoba menguak sifat aslinya adalah Jesslyn. Dibandingkan dengan para HR yang hanya menilai dirinya dari fisik, Jesslyn benar-benar memperhatikan kepribadian calon karyawan yang akan masuk ke dalam departemen yang dia pimpin. Tetapi pada akhirnya keputusan terbesar berada di tangan HR. Jika pada waktu itu Jesslyn memiliki peran yang lebih besar dalam proses rekrutmen, Liora pasti tidak akan diperkerjakan sejak awal.

Setelah mulai bekerja, Liora memperhatikan karakter para pria di lingkungan kerjanya banyak memang yang seperti itu, menilai orang dari fisik. Dia kemudian memiliki inisiatif, akan lebih mudah untuk memanfaatkan mereka agar dia bisa bekerja dengan santai daripada bekerja keras. Dia hanya harus berpura-pura tidak tahu apa-apa, lalu setelah mendapat penjelasan dari salah satu senior pria, dia akan menunjukkan sedikit kemajuan dan mengatakan 'itu semua berkat bantuanmu' dengan senyum palsu. Setelahnya, dia akan mendapat pekerjaan yang paling ringan dan paling sedikit. Maka, dia berencana untuk bersikap seperti itu sampai dia memiliki cukup banyak tabungan sebelum hengkang.

Sampai pada akhirnya, setelah satu minggu, penanggungjawab pelatihan Liora dilimpahkan pada Jaka. Dia pikir Jaka benar-benar memiliki cara untuk membimbing seseorang dengan baik. Pria itu tidak akan menerima alasan 'tidak mampu' darinya. Sebaliknya, Jaka akan mengawasi kinerja juniornya dengan ketat dan menegur dengan tidak tanggung-tanggung. Untuk pertama kalinya sejak memasuki perusahaan itu, seseorang akhirnya melihat Liora berdasarkan apa yang sebenarnya mampu dia lakukan.

Liora merasa sedikit bahagia akan pertemuannya dengan Jaka. Setelah bertemu dengan pria itu, dia terus memperbaiki sikapnya saat bekerja. Meskipun begitu, dia tetap berpura-pura 'tidak mampu', dengan tujuan untuk mengetahui seberapa jauh Jaka mampu menghadapinya. Dan ternyata pertahanan pria itu sama sekali tidak goyah sampai sekarang.

PULANG [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang