23 : Mata-Mata

994 187 1
                                    

Pertukaran giliran shift kembali dilakukan, untuk beberapa alasan Bagas meminta satu shift dengan Raka lagi. Supervisor dengan baik hati mengabulkan permintaan Bagas. Tetapi entah akan jadi hal baik atau hal buruk ternyata Eric ikut bersama shift mereka, ditambah Rania mahasiswi tingkat akhir di kampus yang sama dengan Bagas. Dia tidak ada masalah dengan perempuan itu, namun dia masih merasa tidak nyaman dengan Eric karena kejadian tempo hari.

"Hadeh, soal apaan dah ini?!"

Selama jam istirahat di pekerjaan paruh waktu, Bagas sedang duduk di sofa rest room sambil mengerjakan tugas kuliahnya. Bagas tiba-tiba mendecakkan lidahnya, pikiran Raka teralihkan sejenak dari rumus matematika yang tertulis di buku catatannya.

"Hah? Kenapa Bagas?"

"Ini loh, liat nih," Bagas mengulurkan bukunya pada Raka. Dia menunjuk ke satu soal di halaman dengan jarinya, "Sebutkan pengertian hukum perdata dan ruang lingkup hukum perdata dikaitkan dengan sistematika hukum perdata berdasarkan ilmu pengetahuan maupun KUH Perdata!"

"Ini sih kalau kamu ga tau apalagi aku..."

Bagas cemberut lalu menghela napas saat dia mengarahkan bukunya kembali padanya, "Yah, mana aku bisa menjawab soal ini? Aku aja ga pernah belajar."

"Makanya, kamu harus belajar. Jangan banyak mengeluh," Raka menasihati.

"Aku masuk jurusan ini bukan karena keinginanku. Jadi males," Bagas berkata dengan nada acuh tak acuh, meletakkan bukunya ke meja dan menyandarkan punggung pada sofa. "Tapi, aku harus tetap ikut ujian. Masa depanku yang cerah jadi taruhannya nih," gumamnya.

Raka menggaruk tengkuknya yang tak gatal seraya menyengir polos, dia tidak menemukan kata-kata untuk menjawab.

Bagas memberitahu bahwa dia akan menghadapi ujian tengah semester dan juga betapa sulitnya itu baginya. Saat dia belajar untuk ujiannya, Raka menemaninya juga dengan belajar buku pengetahuan siswa SMA yang dibelikan oleh Jaka.

Mengikuti ujian.

Sudah lama Raka tidak merasakan sensasi ujian di sekolah. Meski melarikan diri, dia juga tetap belajar. Karena dia tidak memiliki kegiatan lain setelah selesai melakukan pekerjaan rumah di kos Jaka, jadi dia mempelajari apa yang diajarkan di semester ganjil tahun kedua sekolah menengah atas. Melalui buku pengetahuan seadanya yang dibelikan oleh Jaka, dia merasa sangat terbantu dengan itu.

Karena buku pengetahuan resmi hanya bisa dibeli atau didapatkan melalui sekolah, sedangkan sekolahnya ada di Malang. Jadi hanya dengan cara ini yang bisa dia lakukan agar tidak ketinggalan. Jika ditanya apakah dia memiliki pengetahuan yang sama dengan siswa seangkatan dengannya yang rutin bersekolah, jawabannya adalah tidak. Tetapi dia pikir ini lebih baik daripada tidak melakukan apa-apa sama sekali.

Masa depan.

Meskipun Raka sangat yakin ketika mengatakan, 'Aku akan memikirkan masa depan' kepada Jaka, dia harus berhati-hati dan memiliki pemikiran yang realistis. Apakah dia akan kembali bersekolah? Apakah dia akan lanjut ke jenjang kuliah? Untuk bisa menjawab semua pertanyaan itu, hal pertama yang harus dia lakukan adalah pulang ke rumah orangtuanya di Malang. Itu seharusnya menjadi tujuan yang paling serius. Tetapi ketika dia sudah pulang nanti, apa yang akan terjadi selanjutnya?

"Udah waktunya kembali bekerja."

Ketika Raka tiba-tiba melihat jam, dia menyadari bahwa sudah 30 menit sejak mereka duduk di rest room untuk istirahat. Setiap pegawai memiliki waktu istirahat 30 menit secara bergantian. Mengetahui jam istirahatnya sudah berakhir, maka dia menutup bukunya dan beranjak berdiri.

Bagas memfokuskan atensi ke bukunya lagi kemudian berkata, "Kamu duluan aja, aku menyusul nanti sebentar lagi."

"Oke semangat belajarnya."

Raka meninggalkan rest room.

"Totalnya seratus tiga puluh ribu. Bayar pakai kartu kredit? Bisa bisa, tolong tunggu sebentar. Ini notanya, terimakasih banyak!"

Ketika Raka memasuki area counter depan, dia bisa mendengar nada sopan Eric saat berbicara dengan pembeli. Itu adalah suara yang sedikit lebih semangat dan ramah dari biasanya. Dia menatap ke arah orang yang ada di depan Eric untuk melihat apakah pembelinya seorang wanita atau bukan. Dan saat dia memastikannya, dia lantas hanya bisa mendecih geli. Sudah menjadi tabiat Eric, hanya ketika pembeli yang datang adalah wanita menarik di matanya, suaranya menjadi lebih ramah.

"Eh? Numpang parkir lagi?" Eric bergumam dan tiba-tiba menyenggol lengan Raka yang sedang menyiapkan minuman pesanan. Dia bertanya, "Kamu liat mobil mewah hitam yang parkir di luar itu?"

Lantaran merasa penasaran, Raka lantas melihat ke arah luar, dia dengan jelas bisa melihat sebuah mobil mewah serba hitam berhenti di halaman depan café.

"Oh, mobil yang itu? Kenapa?"

"Belakangan ini, dia sering berhenti di sini. Padahal orangnya ga pernah turun dan membeli apa-apa. Kadang, waktu aku perhatiin aku merasa kalau pengemudi berkacamata hitam yang menakutkan itu lagi memperhatikan kamu," kata Eric yang kemudian memegang pundak Raka.

Raka mengerutkan dahinya, "Tapi kalau dia pakai kacamata hitam, bagaimana kamu bisa tau ke arah mana dia melihat?"

"Iya sih," Eric mengedikkan bahu ringan. Dia lanjut berkata, "Tapi, untuk beberapa alasan aku merasa dia mengawasimu."

Raka melihat ke arah mobil yang dimaksud sekali lagi dan dia tidak bisa melihat ke dalam bagian belakang karena kacanya lebih gelap. Meskipun jendela penumpang lebih gelap, tetapi di bagian pengemudi dia bisa melihat dengan cukup jelas seorang pria misterius berkacamata hitam. Dia merasa pria itu mengeluarkan aura yang mengintimidasi.

Saat Raka menatap pengemudi itu lebih lekat, kepala pria itu bergerak sedikit. Dia tidak tahu ke arah mana pria itu melihat karena mengenakan kacamata hitam, tapi dia juga merasa bahwa pandangannya dengan pria itu bertemu, dia jadi bingung. Karena itu dia buru-buru membuang muka.

"Apa mungkin dia polisi yang lagi menyamar?" Eric tiba-tiba bersuara.

"Polisi?"

"Kamu kan anak yang melarikan diri. Apa kamu melakukan kejahatan?"

"Hah? Apa dia mengikuti aku?"

Eric mengusap dagunya seraya bergumam, "Tapi, setauku mobil polisi atau intel yang lagi menyamar biasanya kode akhirannya 'RF' di pelatnya. Sedangkan, pelat mobil Mercedes Benz itu keliatan biasa aja."

Raka tidak tahu banyak tentang hal yang disebutkan Eric, jadi dia hanya terdiam berpikir dalam kebingungan. Dia menjauh dari mesin kasir dan kembali melanjutkan pekerjaannya. Sementara itu, samar-samar dia memikirkan alasan mengapa mobil itu parkir di sini setiap hari. Hal termudah yang dia pikirkan adalah karena café ini lokasi yang strategis untuk istirahat.

Namun, sejauh yang Eric ketahui, pengemudi mobil itu tidak pernah turun dan membeli sesuatu di café. Karena itu, Raka berpikir ada kemungkinan juga pengemudi mobil itu punya tujuan lain. Ketika dia sibuk memikirkan itu, dia mendengar suara mesin mobil, menoleh ke arah luar, dan mobil mewah itu pergi.

"Ah, dia pergi," kata Eric sembari menaikkan satu alisnya merasa heran. "Apaan sih dia? Terlalu gabut, kah?"

"Eh, udah pergi?"

"Besok dia pasti datang lagi tuh."

Raka mencoba mengabaikan hal janggal itu, dan sepenuhnya terfokus pada pekerjaan. Biasanya, ketika dia berinteraksi dengan orang lain waktu cepat berlalu. Dia dengan santai melayani setiap pesanan pembeli. Dan pada saat melihat ke jam, dia menyadari sudah 30 menit berlalu. Perkara mobil mewah mencurigakan tadi telah menghilang dari benaknya sekarang.

Tapi, apakah benar pengemudi mobil itu mengawasi Raka selama ini?

PULANG [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang