22 : Masa Depan

1K 205 5
                                    

"Mas Jaka, kenapa?"

Raka langsung berbalik terkejut menatap ke arah pintu ketika dia mendengar suara pintu dibuka. Dia sedang menyetrika baju saat Jaka tiba-tiba kembali ke kos. Melihat pria itu masuk ke kos dengan menjinjing tas kerja, dia sedikit memiringkan kepala bingung. Pasalnya, saat ini baru jam satu siang, normalnya belum waktunya Jaka pulang kerja. Dia sendiri baru saja pulang dari pekerjaan paruh waktu, dan melanjutkan sebagian pekerjaan rumah yang belum dia selesaikan.

"Kemarin aku udah lembur sampai menginap di kantor, jadi hari ini aku ijin kerja setengah hari," Jaka menjawab sambil melepas sepatu dan berjalan ke ruang tidur, di mana Raka berada.

"Jadi begitu."

"Maaf untuk yang kemarin karena aku mendadak harus lembur."

Raka mengerjap beberapa kali, "Eh, engga, Mas Jaka ga salah apa-apa."

"Tapiㅡ"

"Gapapa, gapapa, lupakan soal itu, apa kamu ga mau cepat-cepat ganti baju? Gerah loh pakai kemeja di ruangan yang ga ber-AC begini," Raka mendorong punggung Jaka dan memaksa pria itu agar segera mengambil baju santai dari lemari pakaian.

Meskipun Jaka ingin meminta maaf lebih banyak, pada saat itu dia pikir tidak ada gunanya menentang, lantas dia patuh menuruti perintah Raka. Dia mengambil satu set baju santai kemudian beranjak masuk ke dalam kamar mandi. Sementara Jaka berganti pakaian, Raka dengan cepat menyiapkan makanan. Dan ketika Jaka selesai mengganti pakaian, makanan sudah siap tertata rapi di atas meja.

"Mas Jaka belum makan siang, kan?"

"Ah, iya. Tadi aku ijin langsung pulang," Jaka menarik kursi dan bergabung dengan Raka di meja makan. "Terimakasih, ya."

"Sama-sama, selamat makan!"

Jaka mulai menyantap makanan buatan Raka, seketika dia menyadari pemuda itu selalu merawatnya dengan baik. Dia sudah terbiasa makan di kos dengan masakan yang dibuat Raka. Seolah-olah masakan dari tangan Raka sudah seperti makanan rumahan yang rutin dia makan. Jadi setiap kali dia makan masakan Raka, dia merasakan sensasi pulang ke rumah dalam artian yang sesungguhnya.

"Raka."

Jaka memikirkan Raka sepanjang waktu di tempat kerja. Terlebih selepas tragedi tidak menyenangkan beberapa hari yang lalu.

"Iya?"

"Maaf ya."

"Eh, maaf untuk apa lagi?"

Jaka menatap ke arah lain selama berbicara, "Kamu mengalami hal menakutkan tempo hari, kan? Maaf karena aku ga bisa melindungimu dengan baik."

"Kamu melindungiku!!"

Raka berteriak sehingga membuat Jaka terkejut, tubuhnya bergetar. Kemudian, tiba-tiba Jaka menggeleng beberapa kali.

"Kamu udah melindungiku."

Sambil mengatakan itu, Raka beranjak mendekati Jaka dan duduk pada kursi di samping pria itu. Untuk beberapa alasan, tatapan serius Raka dipenuhi tekad besar.

"Aku pikir hidupku cuma dipenuhi derita, dan aku ingin melarikan diri dari semua itu," Raka terlihat memendam kesedihan saat mengatakannya. Dia menjatuhkan pandangan ke lantai lalu lanjut berkata, "Tapi, kemanapun aku pergi, aku tetap merasa sakit. Meski begitu, aku ga bisa berhenti lari, dan terus tersiksa."

"Kamuㅡ"

"Tapi...," Raka memotong, dia mengangkat wajahnya dan menatap mata Jaka. "Setelah aku hidup bersama Mas Jaka, juga bertemu Bagas yang menerimaku apa adanya, akhirnya aku mulai bisa memikirkan tentang masa depan."

PULANG [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang