19 : Senior

1.1K 205 18
                                    

Bagas datang ke tempat kerja satu jam lebih awal. Seharusnya dia ada kuliah pada jam itu, namun untuk beberapa alasan dia membolos kelas. Karena jadwal shift dia dimulai jam 12, maka dia hanya duduk di dalam rest room sambil merecoki pegawai yang sedang istirahat. Para pegawai Q'time Café sudah hafal dengan kebiasaannya itu.

"Kamu sering bolos kuliah nanti ga bisa lulus cumlaude loh," ejek seorang senior.

"Dengerin dosen menjelaskan materi di kelas, dapat ilmu engga, ngantuk iya. Mending kerja dapat duit bisa buat foya-foya," Bagas menimpali dan terkekeh.

Eric, senior itu, mendecak seraya menggelengkan kepala, "Ngomong-ngomong udah ada yang menggantikan posisi Mbak Nindy di sini ya?"

"Eh? Kang Eric belum tau?"

Nindy adalah mantan pegawai lama di Q'time Café yang mengundurkan diri satu minggu sebelum Raka masuk. Dia terpaksa berhenti bekerja karena larangan dari suaminya. Mengingat perut wanita itu yang kian membesar tentu ada rasa khawatir. Terlebih lagi, itu adalah kehamilan anak pertama mereka. Dihitung berdasarkan usia kandungannya, dia akan melahirkan kurang lebih dua bulan lagi.

"Udah ada anak baru, Kang. Nama dia Raka," Bagas lanjut menjelaskan.

"Oh iya, ada kolom tambahan di jadwal pembagian shift juga."

Eric melirik jadwal pembagian shift yang menempel pada dinding, dari tempatnya duduk. Selain loker untuk tiap pegawai, ada sofa dan meja yang menjadi fasilitas di dalam rest room. Dua lelaki berbeda usia itu duduk berseberangan.

"Dia lulusan SMA ya?"

"Yoi, imut badai pula," Bagas menjawab dengan gaya bicaranya yang khas.

"Imut badai ya?" Eric lantas mengulum seringai misterius. "Aku jadi ga sabar."

Bagas menukikkan alisnya tajam menyadari tabiat pria yang lebih tua tiga tahun darinya itu, "Kalau sampai menyentuhnya, kamu bakal aku bantai."

"Hahaha, aku ga tau ya," Eric terkekeh pelan. "Kalian berteman dekat?"

"Hadeh si Akang udah punya tujuh cewe masih aja demen godain cowo," Bagas menggelengkan kepala terheran. "Iya lah, kami udah seperti sahabat sejati."

Bagas langsung akrab dengan siapapun. Eric ingat bahwa pemuda itu adalah seorang pekerja paruh waktu lama yang berjiwa social butterfly. Dia belum bertemu dengan pegawai baru yang bernama Raka. Jika orang itu akrab dengan Bagas, dia jadi penasaran apakah orang itu juga ramah.

"Yah, lagian aku mau jadikan kamu yang ke-delapan kamu malah ga mau, Gas."

"Sori ya, Kang. Kalaupun aku homo aku bakal pilih-pilih. Buaya darat seperti kamu itu bukan tipeku," Bagas mendengus kesal.

Eric tertawa terbahak-bahak, "Sayang sekali, padahal kamu juga manis."

Bagas seketika merinding. Dia masih ingat momen saat Eric mengajaknya singgah di rumah pria tersebut. Tetapi, dia dengan sopan menolak. Pasalnya, dia sudah tahu tabiat licik Eric, dia tidak akan mudah jatuh ke dalam perangkap buaya darat itu.

"Mending kamu balik kandang sekarang, Kang. Udah waktunya shift kamu pulang."

Eric beranjak dari tempat duduknya setelah mendengar teguran dari Bagas, sementara itu dia punya beberapa ide gila tentang anak baru. Dia menyimpan apronnya ke dalam loker. Sebelum pergi dia sempat melihat jadwal pembagian shift, di sana tertulis tepat pada hari berikutnya bahwa dia dan 'Raden Raka Sanjaya', mereka akan mendapat giliran shift yang sama.

•••

"Sshhh... Haaaaah.... pedes pisan euy."

"Masa begitu aja udah ga kuat, Gas? Katanya kamu orang Bandung, harusnya udah terbiasa sama makanan seblak," Jaka mencibir lalu tertawa mengejek.

PULANG [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang