35 : Older

894 161 7
                                    

Jaka melajukan mobilnya pada kecepatan sedang. Selama perjalanan pulang kerja pikirannya dipenuhi benang-benang yang saling bertaut menjadi kusut. Itu gambaran bagaimana dia memikirkan jawaban atas pertanyaan yang Bagas lontarkan kemarin. Tentang apa yang ingin dia lakukan untuk Raka. Dan disaat segala pemikiran bermunculan dalam benaknya, tiba-tiba sebuah mobil yang berlawanan arah dengannya perlahan mencegatnya.

Jaka untungnya dengan cepat menyadari, sehingga dia langsung mengurangi kecepatan mobilnya. Jalanan yang dia lewati saat dicegat mobil itu cukup sepi. Karena ini sudah memasuki kawasan perumahan. Jadi hanya ada mobilnya dengan mobil yang berhenti tepat di depannya itu di jalan ini. Tidak lama kemudian, pengemudi mobil itu berjalan membuka pintu penumpang. Dia melihat Edwin melangkah ke arah mobilnya, maka dia pun menurunkan kaca jendela.

"Saya ingin berbicara empat mata dengan Anda."

Edwin berkata ketika dia berdiri tepat di samping mobil Jaka dengan sedikit membungkuk. Jaka menaikkan kedua alisnya terkejut, dia pikir ada hal penting yang ingin disampaikan Edwin padanya.

"Dengan saya?"

Edwin mengangguk, "Apa Anda sudah makan malam? Jika Anda tidak keberatan, kita pergi makan malam bersama. Ada sesuatu yang ingin saya bicarakan dengan Anda."

"Saya mengerti."

Jaka menyetujui dengan anggukan kepala. Dia tidak memiliki alasan kuat untuk menolak. Edwin tersenyum ramah saat mendengar jawabannya.

"Kalau begitu, silahkan Anda yang memilih rumah makan. Saya akan mengikuti Anda dari belakang."

"Baiklah."

Jaka melajukan mobilnya kembali ke jalan raya. Beberapa menit kemudian, mereka sudah berada di sebuah restoran Prancis. Sementara Edwin duduk di depannya, Jaka melihat sekilas ke buku menu kemudian memesan. Minuman disajikan lebih dulu sebelum makanan, lalu saat dia menyesap sedikit, Edwin tiba-tiba angkat bicara.

"Saya minta maaf karena berkata sangat kasar tempo hari. Mohon maaf."

Edwin sedikit membungkuk saat mengatakan itu, membuat Jaka bingung.

"Ah... tidak apa. Saya tidak kepikiran. Jadi tolong angkat kepala Anda."

"Tidak, tapi... Saya sudah bersikap kasar pada orang yang sudah menolong Adik saya."

"Tidak masalah. Saya baik-baik saja."

Edwin akhirnya mengangkat kepala setelah mendengar itu dan menatap Jaka. Dia lantas menunjukkan senyum yang agak lesu. Senyuman itu sedikit mengingatkan Jaka pada Raka, mereka nampak mirip. Lagipula mereka adalah saudara kandung, pikirnya. Edwin meneguk minumannya kemudian menunjukkan ekspresi lega.

"Saya pikir Raka sangat beruntung karena bertemu orang seperti Anda."

Jaka tersenyum sungkan akan perkataan Edwin yang tiba-tiba, "Tidak, Anda berlebihan."

"Kenapa Anda peduli dan menjaga Raka sampai sejauh ini?"

"Alasannya, ya?"

"Iya."

Jaka menarik napas dalam-dalam. Bahkan dia sendiri kesulitan untuk menjelaskan alasannya dari awal sampai saat ini. Untuk memulai, dia menceritakan mengapa dia membawa Raka ke kosnya malam itu.

"Ketika pertama kali bertemu Raka, saya dalam kondisi mabuk berat," Jaka berusaha mengingat hari itu untuk menceritakan secara detail. "Bisa dibilang mabuk setelah ditolak," lanjutnya.

Edwin mendengarkan dengan ekspresi serius. Meskipun Jaka pikir ini bukan cerita untuk didengar dengan ekspresi seperti itu, sementara dia melanjutkan ceritanya.

PULANG [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang