14 : Kerja Paruh Waktu

1.2K 241 12
                                    

"Mas Jaka, janggutmu mulai tumbuh."

"Hah? Aku udah bercukur."

"Kamu pasti melewatkan bagian yang itu."

"Iyakah?"

Mendengar perkataan Raka yang tengah memasak sup sayur di dapur sederhana kos, Jaka kembali ke kamar mandi untuk memeriksa janggutnya lagi. Seperti yang pemuda itu katakan, ada beberapa helai rambut yang tersisa. Dia mendecak pelan, kemudian menyalakan alat cukur listrik dan membersihkan janggutnya sekali lagi.

"Yah, sebenarnyaㅡ," kata Raka tanpa mengalihkan pandangan dari panci saat Jaka masih ada di dalam kamar mandi.

"Meninggalkan beberapa helai rambut ga apa-apa kan, Mas? Menurutku lumayan cocok untukmu."

"Tapi pegawai hotel ga boleh berjanggut atau berkumis. Harus selalu tampak bersih dan rapi," Jaka menimpali ketika berjalan keluar dari kamar mandi dengan keadaan janggut yang sudah bersih.

Raka menyiapkan makanan di atas meja seraya menanggapi, "Tapi dulu kamu jarang bercukur kan?"

"Yah, kalau belum ditegur aku agak malas bercukur," jawab Jaka disertai kekehan.

"Ini, silahkan makan. Ambil nasi sebanyak yang kamu mau."

"Wah baunya enak."

Setelah meletakkan semangkuk besar berisi nasi dan sepiring sosis panggang di atas meja, Raka mulai mengisi mangkuk sup dengan sup sayur dari panci. Melihat kecekatan gerakan pemuda itu, Jaka tiba-tiba berpikir seperti sedang menyaksikan seorang ibu rumah tangga profesional yang merawatnya dengan baik.

Sudah beberapa minggu sejak tragedi Raka mendekati Jaka dalam keadaan telanjang dan sejak itu dia terbiasa melihat pemuda itu melakukan pekerjaan rumah. Jaka sempat kesulitan ketika mencoba menjelaskan apa yang terjadi pada Liora. Tetapi melihat tanggapan wanita itu setelah dia bercerita, semuanya tampak baik-baik saja dan tidak ada masalah.

"Yah, sejauh aku mengenalmu, Kak Jaka, kalaupun orang yang kamu pungut itu gadis SMA, kamu ga akan berani menyentuh anak di bawah umur. Ditambah lagi, mengetahui kalian sama-sama lelaki, aku percaya semuanya akan aman."

Liora menerima situasi apa adanya sesuai yang Jaka ceritakan dan berkata seperti itu. Sejujurnya, Jaka sendiri juga berharap semuanya akan aman, terlepas status mereka yang sama-sama lelaki. Tetapi ada kejadian lain yang cukup menganggunya akhir-akhir ini. Jesslyn tiba-tiba sering mendekatinya di tempat kerja. Anehnya, wanita itu sering mengajaknya untuk makan siang bersama. Belum lagi, ketika makan siang sendirian, Jesslyn biasanya tidak makan apa-apa selain salad, tetapi ketika wanita itu makan dengan Jaka, dia akan memesan makanan yang berlimpah.

Jaka tentu saja tidak bisa mengeluh, namun pemangkasan jarak yang tiba-tiba antara dirinya dan Jesslyn tanpa alasan tertentu membuatnya merasa cemasㅡdan, itu tidak baik untuk kesehatan hatinya yang sedang berusaha move on dari wanita itu.

"Mas Jaka, jangan makan sambil melamun nanti kamu terlambat sampai kantor."

"Hm? Oh iya..."

Jaka melirik jam tangannya. Dia harus sampai di tempat kerja 15 menit sebelum jam kerja dimulai, dan perjalanannya dari kos ke tempat kerja memakan waktu 10 menit. Dia buru-buru melahap apa yang tersisa dari sarapannya. Kemudian, dia menuju ke kamar mandi, menyikat gigi, mengenakan jas dan mengambil tas kerja.

"Semoga perjalananmu aman."

Raka tersenyum dengan posisi tubuhnya yang membelakangi cahaya matahari pagi, membuat Jaka refleks menyipitkan mata.

"Menyilaukan sekali..."

"Eh?"

"Ga, gapapa. Aku berangkat sekarang."

PULANG [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang