03 : Tidur Bersama

2K 300 21
                                    

Sabtu pagi.

Lupakan soal kebohongan pelihara kucing di kos. Beruntung sambungan telepon langsung terputus karena baterai ponsel ibu Jaka habis. Jadi ibu pria itu tidak memperpanjang masalah tersebut, sampai sekarang setelah satu minggu berlalu.

Jaka duduk di lantai berlapis karpet dengan melipat satu kaki dan bersandar pada dipan ranjang sambil membaca laman berita di ponselnya. Tidak ada televisi di kosnya, jadi satu-satunya cara dia mengikuti informasi terkini adalah dengan membaca artikel berita di ponsel. Meskipun dia seorang pekerja yang sibuk, dia tetap tidak ingin ketinggalan informasi terkini.



"Seorang laki-laki yang diduga
tersangka pemerkosaan seorang anak SMA telah ditangkap."



Jaka membaca sekilas artikel-artikel di layar ponselnya sambil dengan santai menggaruk pantatnya.

Bukannya Jaka tidak mengerti pesona wanita muda, tetapi dia memang tidak memiliki gairah seksual terhadap mereka, apalagi dengan anak di bawah umur. Tentunya, dia berpikir bahwa itu adalah sesuatu yang wajar. Namun, mengingat seringnya berita tentang pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur, tampaknya ada sebagian pria di luar sana yang memiliki gairah menyimpang dengan keinginan untuk melakukan hal-hal seperti itu kepada anak di bawah umur.

Meskipun Jaka berpikir begituㅡdia juga tidak jauh berbeda dengan mereka. Maksudnya, setiap manusia itu berdosa, termasuk dirinya sendiri, mereka hanya berbeda dalam memilih dosa. Lihatlah dia sekarang, yang memaafkan kenaifan seorang pemuda SMA dan memberinya tempat untuk melarikan diri. Hal itu juga bukan tindakan yang bisa dibenarkan.

"Tapi, bagaimanapun juga aku suka wanita yang lebih tua."

Jaka bergumam sembari menggeser layar ponselnya pada artikel lain.

"Hei, ternyata kamu suka sama yang lebih tua ya," Raka berkomentar ketika lewat di depan Jaka, membawa setumpuk cucian di tangannya menuju ke balkon.

Raka muncul secara mendadak, sehingga ketika Jaka menoleh tatapannya jatuh tepat pada tubuh bagian bawah pemuda itu. Terlihat celana dalam berwarna biru tua, sepertinya Raka terlupa untuk menaikkan ritsleting celana abu-abunya. Jaka menahan malu karena pikirannya jadi kemana-mana. Untuk menutupi perasaan itu dia lantas menegur Raka.

"Asal kamu tau, aku bisa liat celana dalammu. Ritsletingmu itu belum menutup dengan benar."

"Ehㅡ," Raka buru-buru meletakkan cucian ke lantai dan menaikkan ritsleting celananya. "Ya, maaf. Aku terlalu semangat melakukan pekerjaan rumah jadi lupa sama hal lain."

Raka melanjutkan kegiatan menjemur pakaian seraya mengobrol dengan Jaka, "Ngomong-ngomong soal kalimatmu tadi itu, kamu belum move on dari Kak Jesslyn ya?"

Jaka sontak saja melayangkan lirikan tajam, "Aku bilang suka sama wanita yang lebih tua bukan berarti aku cuma suka sama Kak Jesslyn. Siapapun wanitanya yang penting lebih tua dariku, aku suka."

"Eh~" Raka terkekeh pelan. "Kalau aku ga tertarik sama dua-duanya, lebih muda ataupun lebih tua. Karena aku emang ga tertarik sama wanita."

Rasa nyaman yang Raka dapatkan selama tinggal bersama Jaka, entah mengapa membuatnya tidak takut untuk lebih terbuka tentang dirinya pada pria itu. Mendengar hal itu dari Raka, Jaka terlihat menaikkan kedua alisnya terkejut.

"Aku pikir selama ini kamu melakukan 'itu' dengan laki-laki karena terpaksa oleh keadaan," Jaka melirik punggung pemuda itu.

Raka menarik garis senyum tipis tanpa menatap lawan bicaranya, "Bukan, aku ini emang berbeda."

"Aku bukan ga suka wanitaㅡaku hanya merasa... takut," suara Raka memelan pada kata terakhir. Lalu melanjutkan, "Katanya, cinta pertama seorang laki-laki adalah Ibu tapiㅡ"

PULANG [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang