25 : Mimpi Buruk

1K 193 20
                                    

"Ren... Sakit?"

Jaka menatap pemuda yang berbaring di bawahnya, dalam kungkungannya tanpa busana. Pemuda itu, menunjukkan sedikit senyuman dan menggeleng. "Rasanya enak," jawab Rendi disertai desahan.

"I'll move faster. Okay...?"

Rendi mengangguk pasrah.

Jaka telah mencapai di mana titik kenikmatan Rendi berada, dia hanya perlu menyerang titik itu dengan kejantanannya untuk memuaskan Rendi. Terhitung sudah puluhan menit berlalu sejak mereka saling menanggalkan seragam putih abu-abu, juga berkali-kali saling beradu bhama dan melebur cinta menjadi satu. Ruang kamar dan ranjang kayu yang menjadi saksi bisu.

"Jaka, apa rasanya enak?"

Rendi bertanya saat Jaka mencoba untuk mengontrol pernapasannya yang terengah-engah, ini adalah pertama kalinya mereka melakukan kegiatan itu. Orang selalu memiliki ekspektasi seperti apa rasanya melakukan seks untuk pertama kalinya. Jika Jaka diminta untuk menjelaskan, itu seperti melakukan olahraga terjun bebas di udara. Dia merasakan keraguan, ketakutan, serta kekhawatiran, dan pada saat yang sama melayang dalam kenikmatan.

"Itu enak," Jaka menjawab lugas.

Mendengar pernyataan itu, Rendi menatap skeptis, "Kamu bohong."

"Aku ga berbohong."

"Kalau kamu emang merasakan nikmat, kamu akan keluar lebih cepat."

"Itu adalah dua hal yang ga berhubungan," Jaka menarik miliknya dari dalam tubuh Rendi dan memunggungi pemuda itu.

"Padahal aku menyuruh kamu melakukannya tanpa kondom," Rendi melirik ke samping menatap Jaka yang sedang melepaskan kondom. Dia melanjutkan, "Kalau kita melakukannya tanpa kondom, bukankah kamu akan keluar lebih cepat?"

"Kita ga boleh melakukannya tanpa kondom, penyakit atau infeksi menular dari hubungan seksual bisa terjadi."

"Alasan aja," Rendi beranjak duduk lantas tersenyum masam. "Itu karena kamu ga benar-benar menyukai aku."

"Karena aku menyukaimu, aku ga ingin melakukannya tanpa pengaman."

"Aku ga begitu mengerti. Kalau kamu suka, kamu akan mengeluarkannya di dalam."

Jaka tidak bisa memahami pemikiran Rendi, dia tertawa dalam kebingungan.

"Kamu tau jelas kalau aku ga mungkin akan hamil," Rendi tiba-tiba menimpali.

"Meskipun kamu ga mungkin akan hamil, apa kamu ingin aku mengeluarkannya di dalam tanpa pengaman?"

Saat Jaka menanyakan itu, Rendi menggerutu dengan suara pelan seolah dia kesal dan untuk menyembunyikannya dia tersenyum pahit. "Aku pikir, kalau kita melakukannya tanpa kondom, kamu akan menyukainya," kata pemuda itu jujur.

"Yah, ga masalah kalau rasanya ga enak memakai kondom. Hanya melakukan ini denganmu udah membuatku bahagia."

Itu adalah perasaan Jaka yang sebenarnya. Meski dia tidak mengatakannya, sejujurnya berhubungan seks dengan Rendi adalah hal yang memuaskan, namun kenikmatan itu dia rasakan hanya di 'tubuh bagian bawahnya'. Tetapi di sisi lain, ini tentang melakukan hubungan seks dengan orang yang dia cintai beserta perasaan bangga yang datang dari memiliki Rendi seutuhnya, untuk dirinya sendiri dan tidak membagikannya dengan orang lain.

"Jaka, apa kamu benar-benar mencintaiku?"

"Aku cinta kamu, Ren."

Ketika pernyataan itu meluncur dari belah bibir Jaka, kilas balik peristiwa telah berubah. Meski masih di tempat yang sama, tetapi suasananya sangat berbeda. Dia tengah bersitegang dengan Rendi, ini adalah puncak dari kesalahpahaman yang terjadi. Bukan perkara sepele, namun akibat kecaman dan ancaman orang-orang sekitar. Mencetuskan akhir kisah tragis.

PULANG [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang