13 : Kejujuran

1.3K 250 15
                                    

Jaka pergi mandi dulu setelah tiba di kos. Sensasi keringat mengalir di kulitnya terasa tidak enak, ditambah lagi, dia sedang ingin mandi air panas. Selain itu, dia perlu waktu untuk menemukan kata-kata sebelum berurusan dengan Raka. Dia berharap bisa menghadapi pemuda itu dengan pikiran yang tenang setelah mandi sembari memilah-milah kalimat yang tepat.

Air panas membantu menenangkan pikiran Jaka yang tegang dan memungkinkannya menemukan pertanyaan untuk bahan interogasi. Pertama, dia merasa bersyukur karena bisa menemukan Raka; terlebih lagi tanpa insiden. Karena sebelumnya dia panik mencari Raka dengan pemikiran bahwa pemuda itu mungkin diculik oleh sekelompok penjahat atau sejenisnya.

Namun, setelah berhasil menemukan dan memastikan keselamatan Raka, muncul pertanyaan lain di benak Jaka. Kenapa Raka tiba-tiba melarikan diri dari kosnya? Secara rasional, dia berpikir bahwa Raka hanya tidak menyukai tempat ini dan bermaksud meninggalkan tempat ini selamanya. Tetapi, masalahnya Raka juga meninggalkan semua barangnya di sini.

Jaka juga tidak tahu mengapa Raka bersama Liora. Apakah mereka berencana untuk bertemu di taman perumahan? Tapi mereka seharusnya tidak saling kenal sejak awal. Di sisi lain, bertemu di taman rasanya agak aneh juga. Tidak peduli seberapa banyak dia memikirkan hal itu, dia tidak bisa menemukan jawabannya.

"Akan lebih cepat kalau aku tanya langsung sama dia."

Jaka tahu itu, tetapi dia tidak bisa memaksa diri untuk menindaklanjutinya. Dia beranjak keluar dari bak mandi lalu meraih handuk. Dia mengeringkan rambut dan tubuhnya dengan handuk mandi. Setelah mengenakan piyama, dia keluar dari kamar mandi dengan pusaran kebingungan yang masih membebani pikirannya. Dia telah siap mendengarkan penjelasan dari Raka.

"Sekarang waktunya kamu menjelaskan, Raㅡ"

Keluar dari kamar mandi, Jaka melihat ke arah ruang makan, di mana Raka berada. Dia terhenyak dengan mulutnya yang tetap terbuka ketika dia mematung selama beberapa detik untuk memproses apa yang sedang terjadi.

"Hei..."

Pikiran Jaka berputar, tetapi dia mengendalikan air mukanya untuk tidak menunjukkan itu. Dia bersusah payah menemukan kalimat untuk dikeluarkan.

"Pakai bajumu."

Pada akhirnya, hanya itu yang bisa Jaka katakan. Melihat Raka berdiri diam di ruang makan hanya dengan pakaian dalam.

"Mas Jaka."

"Aku akan mendengarkan apa yang ingin kamu katakan, tapi pakai baju dulu," Jaka berkata dengan tegas.

"Begini..."

"Bicara setelah pakai baju, oke?"

"Dengarkan."

Raka berbicara dengan nada serius, membuat Jaka tidak dapat menemukan kata-kata untuk melanjutkan dan menutup mulutnya. Jaka tidak yakin apa yang sedang terjadi, tetapi mungkin tindakan Raka itu ada hubungannya dengan apa yang ingin pemuda itu jelaskan.

"Uhm... Mungkin Mas Jaka ga berpikiran begitu, tapi..."

Raka melanjutkan dengan banyak kesulitan. Sementara itu, Jaka tidak tahu bagaimana memberikan respons dengan baik, jadi dia memalingkan pandangan ke arah lain dan menunggu kata-kata selanjutnya. Memandang lurus pada seseorang yang telanjang rasanya tidak nyaman.

"Kamu tau, bagaimanapun aku... tetapi aku punya tubuh yang bagus..."

"Ya, aku tau."

Raka menggelengkan kepala pada jawaban pria itu, "Kamu salah, Mas Jaka, kamu sama sekali ga mengerti maksudku."

"Dan apa maksudmu?"

Raka tanpa kata-kata mendekati Jaka langkah demi langkah. Menghadapi tekanan menakutkan yang dipancarkan oleh seorang anak sekolah menengah yang hanya mengenakan pakaian dalamnya, Jaka secara refleks mengambil langkah mundur. Akhirnya, Raka tiba di depan Jaka, menatap mata pria itu dengan tatapan yang tak terbaca.

PULANG [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang