31 : Sekolah

933 183 4
                                    

Raka termasuk siswa yang pintar di sekolah. Tetapi karena tidak akrab dengan ibunya sejak kecil, dia merasa semua itu tidak ada artinya. Sekeras apapun dia berusaha, dia tidak akan mendapat pujian dari ibunya, karena ibunya hanya selalu memuji kakaknya.

Raka menghabiskan masa sekolahnya di SMP sendirian pada tahun pertama. Dia mengisolasi diri dari teman-temannya. Karena masalah keluarga, dia menjadi tidak bersemangat dalam hal apapun. Pelajaran maupun pertemanan, semuanya terasa tidak penting. Ibunya tidak pernah peduli dengan kegiatannya di sekolah, bahkan jika dia mendapat nilai bagus. Sampai suatu ketika di tahun kedua jenjang SMP, salah satu siswa dalam kelas menaruh perhatian padanya.

"Kamu hebat! Bisa mendapat nilai sempurna di ulangan matematika."

"Ga juga... Aku cuma beruntung..."

Raka hanya menanggapi siswa itu seadanya di awal perkenalan. Mereka baru satu bulan menjadi teman sebangku. Setiap kenaikan kelas selalu diadakan pemindahan siswa secara acak. Dia tidak terlalu peduli dengan sistem itu di sekolah ini. Toh, dia tidak akan merasa sedih jika harus berpisah dengan teman dari kelas sebelumnya. Karena dia memang tidak memiliki teman dan tidak berminat menjalin pertemanan dengan siapapun. Namun, teman sebangkunya kali ini berbeda. Siswa yang sangat ramah kepadanya itu namanya Lukas.

"Bagaimana kalau kita belajar bersama mulai sekarang?" Lukas menawarkan pada suatu hari saat jam istirahat berlangsung.

"Belajar bersama?"

Raka merasa skeptis. Pasalnya selama ini dia tidak memiliki teman belajar. Dia selalu berada di dalam kelas yang berisikan siswa-siswa ambisius. Mereka berjuang menjadi yang terbaik dengan usaha sendiri.

"Kamu serius ingin belajar denganku?" tanya Raka sekali lagi.

"Iya. Aku ingin belajar banyak darimu."

"Aku mengerti."

"Sip! Kalau begitu, aku yang akan datang ke rumahmu," Lukas mengembangkan senyum lebar di wajahnya.

"E-Eh? Tapi...," Raka menggerakkan maniknya gelisah. "Aku ga yakin ibuku akan mengijinkan temanku singgah."

Lukas mengernyit, "Kamu ada masalah dengan ibumu?"

"Bu-bukan begitu! Hanya aja..."

"Aku mengerti, aku mengerti," Lukas menyela. "Bagaimana kalau kamu mampir ke rumahku saat pulang sekolah?"

"Begini... Aku harus pulang tepat waktu setelah sekolah karena perintah ibuku."

Lukas berdeham panjang seolah sedang berpikir. Dia lantas berkata, "Ga ada pilihan lain, kita belajar selama jam istirahat aja."

Raka mengangguk setuju kali ini. Mulai hari itu mereka menjadi semakin akrab. Awalnya mereka belajar di kelas saat jam istirahat, lalu sesekali pergi ke perpustakaan. Dia tidak merasa ada yang aneh dari pribadi Lukas. Menurutnya pemuda itu orang yang baik, dia perlahan berani menaruh kepercayaan pada Lukas.

"Apa kamu juga ga penasaran bagaimana rasanya kalau kita melakukan itu?" Lukas bertanya pada suatu kesempatan tak terduga.

"Kalau kamu mau, maka gapapa..."

Raka menyadari bahwa hubungan mereka telah melebihi pertemanan seiring berjalannya waktu. Dia tidak pernah mengerti cinta dengan baik sebelumnya. Tetapi Lukas membuat dia merasa sangat dicintai untuk pertama kalinya. Sehingga entah bagaimana dia menuruti keinginan Lukas yang mengajaknya ke gudang sekolah saat istirahat. Ajakan pemuda itu untuk belajar di tempat yang tenang rupanya hanya alibi semata.

"Kamu punya aku."

Raka sudah sering mendengar kalimat itu dari Lukas, yang membuatnya merasa tidak sendirian lagi. Mungkin karena itu juga dia kemudian dengan mudah menaruh kepercayaan pada Lukas. Dia pertama kali mendengar kalimat itu dari Lukas setelah dia bercerita tentang masalah keluarganya. Lalu, setiap kali dia terpuruk Lukas akan mengatakan kalimat itu untuk menenangkannya. Sehingga lama-lama dia rela memberikan Lukas segalanya, termasuk melakukan 'itu', untuk pertama kali baginya dalam hidup.

PULANG [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang