33 : Tuduhan

924 178 1
                                    

Raka tenggelam dalam kesedihan dan keputusasaan setelah Aji bunuh diri. Jauh sebelum tragedi itu, mereka sudah berencana untuk melarikan diri bersama. Tetapi, Aji memilih pergi lebih dulu dengan cara yang mengenaskan. Dia pikir dia melindungi Aji dengan baik selama ini. Ternyata, dia sama sekali tidak menyadari sejauh mana penderitaan Aji. Itu membuatnya semakin frustasi.

Raka bisa saja terperosok dalam depresi selama berhari-hari bahkan berbulan-bulan. Namun, kenyataannya dia tidak memiliki waktu untuk menghadapi perasaan itu. Lebih buruknya, karena dia berada di tempat serta waktu yang sama saat Aji melompat dari rooftop, dia jadi suspek yang pertama kali diselidiki.

Raka beberapa kali ditanyai oleh guru bimbingan konseling, kepala sekolah, serta polisi. Bagaimana pun, dia tidak memiliki pilihan lain selain berbicara terus terang. Karena itu dia jadi harus mengingat selama beberapa kali adegan bagaimana teman baiknya tewas. Meskipun dia tidak ada hubungannya dengan kematian Aji, dia secara tidak adil dicurigai oleh orang-orang di sekitarnya. Itu terlalu menyakitkan.

Terlepas dari fakta bahwa Aji adalah teman yang sangat Raka sayangi, tapi usai tragedi itu dia selalu merasa sakit perut dan susah tidur tiap kali mengingat wajah Aji. Belum lagi, beberapa hari setelah Aji bunuh diri, media massa mulai berkumpul di depan rumahnya. Mereka terus ada di sana ketika dia meninggalkan rumah juga ketika dia kembali. Ada banyak wartawan dari berbagai stasiun TV berita serta orang-orang dewasa, mereka sepertinya saling berhubungan. Ibunya sudah muak.

"Apa Anda di rumah?"

"Permisi, Nyonya Wenny?"




"Sudah cukup!"

Tidak peduli seberapa keras Wenny berusaha mengusir, para wartawan itu selalu datang lagi dan lagi, setiap hari.

"Sudah kubilang kami tidak ada hubungannya!"





"Nyonya Wenny!"

"Tunggu sebentar, Nyonya Wenny!"

Rupanya, meski Wenny telah mengunci pintu rapat-rapat, para wartawan itu juga membunyikan bell berulang kali. Raka menangis berkali-kali di dada kakak laki-lakinya. Bahkan Edwin yang dulunya selalu sibuk menjadi pulang ke rumah setiap hari hanya untuk menenangkan ibu merekaㅡyang memiliki kecenderungan histeriaㅡ dan dirinya. Selama beberapa minggu, setiap dia menonton berita di TV, nama Aji muncul. Maka dia berhenti menonton TV.

Raka takut ketika mendengar bunyi bell, dan takut pada media massa yang berkumpul di luar rumah setiap kali dia pergi atau pulang sekolah. Jadi dia memutuskan untuk berhenti pergi ke sekolah. Tetapi, ibunya yang selalu khawatir dengan apa yang akan orang-orang katakan memaksanya pergi ke sekolah. Bahkan disaat dia sedang sakit sekalipun. Dia kemudian mengatakan secara langsung bahwa dia tidak ingin pergi ke sekolah, dan ibunya tidak berkata apa-apa saat mendengarnya.

Pada siang hari Raka takut dengan suasana hati orang lain dan ibunya, lalu pada malam hari, dia takut dengan memori tentang Aji yang terukir di pikirannya.

Raka, Edwin, dan Wenny lambat laun menjadi kelelahan karena gangguan dari para wartawan. Lalu, seiring berjalannya waktu hubungan antara anggota di dalam keluarga mereka pun menjadi kacau. Setelah mengurung diri di kamar selama beberapa hari, Raka bangun pagi-pagi, dia pergi ke ruang tamu, dan melihat ibunya menangis. Dia perlahan mendekat.

"Ibu."

Ketika Raka memanggil, Wenny yang semula sedang memijat pelipisnya lantas menoleh dengan tatapan tajam, wanita itu sedikit berteriak.

"Ini semua salahmu!!"

Raka hanya terdiam mematung di tempatnya. Dia sudah sering menerima cacian seperti itu setiap kali ibunya mengalami histeria. Dia tidak tahu detailnya, tetapi ternyata ibunya dan ayahnya bercerai tepat setelah dia lahir. Dia tidak tahu alasannya, tetapi ibunya tidak mencintainya sejak dia masih kecil. Ibunya mengalami ketidakstabilan emosi sejak bercerai dengan ayahnya. Setelah mengatakan hal itu, ibunya melontarkan kalimat yang juga selalu dilayangkan padanya selama ini, seringkali.

PULANG [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang