Jaka meminta Naresh untuk segera mengubah arah menuju ke kosnya. Setelah menerima telepon dari Jesslyn, dia bertanya-tanya mengapa Raka ada di tempatnya bekerja. Dan yang membuatnya geram adalah Raka tidak mengabarinya lebih dulu. Karena itu, dia turun dari mobil Naresh dengan tergesa-gesa sesampainya mereka di halaman parkir depan kosnya. Dia melihat sudah ada Raka, Jesslyn, dan Bagas yang berdiri menunggunya di sana.
"Kamu ini! Kenapa berbuat begini?"
Jaka langsung berlari mendekati Raka, dia memegangi bahu pemuda itu selama berbicara dengan marah. Raka sampai melebarkan matanya terkejut karena intonasi Jaka yang tinggi, dia lantas menjawab dengan suara lebih rendah.
"Maaf."
"Dia ingin melihat tempat kerjamu," Jesslyn menyela disertai senyuman. "Dia menunggu di lobi karena ingin menjemput dan pulang bersamamu. Imut banget, kan?"
Jaka menghela napas, dia lalu melepaskan tangannya dari bahu Raka. Dia menatap tajam pada Raka saat berbicara.
"Harusnya bilang dari awal, dong."
"Kalau begitu namanya bukan kejutan, kan?" Bagas tiba-tiba berkomentar. "Kang Jaka ini emang engga peka, deh."
"Setidaknya beri kabar lewat pesan, dong."
Raka menunduk, "Maaf, baterai ponselku habis saat dalam perjalanan."
"Ya ampun..."
"Aku ingin memperlihatkan wajah pucat Jaka saat meminta izin pulang awal tadi," Jesslyn berkata dengan kekehan.
"Tolong jangan bilang begitu, dong!"
Jesslyn tertawa renyah, "Maaf, ya."
"Ampun dah," Bagas menanggapi dengan nada mengejek. "Kalau menyangkut Raka emang pasti Kang Jaka gercep banget."
"Ini gara-gara kamu! Tiba-tiba telepon bikin orang panik," Jaka mencebik kesal.
"Maaf hari ini aku udah merepotkan kalian," Raka menundukkan kepalanya pada Jesslyn dan Bagas dengan sopan. "Aku jadi merepotkan kalian sampai akhir..."
Bagas tersenyum masam, "Kok malah sungkan-sungkan begitu, sih? Kita kan sobat karib!"
"Jaga diri saat pulang ke Malang ya, Raka," Jesslyn tersenyum hangat, dia sudah mendengar semuanya dari Raka selama perjalanan di dalam taksi tadi.
"Terimakasih banyak."
"Besok aku akan mengantarmu pergi."
Raka terkejut mendengar itu dari Bagas, dia menjawab, "Eh, aku jadi ga enak."
"Udah kubilang jangan sungkan begitu!"
"Maaf."
Naresh mengulum senyuman saat diam-diam memperhatikan mereka sambil menopang dagu di roda kemudinya. Dia memilih untuk tetap duduk di dalam mobilnya dan melihat wajah Raka dari kejauhan. Seketika sketsa wajah seseorang yang dia kenal merebak di dalam benak. Akhirnya, dia mengerti alasan Jaka begitu peduli pada Raka.
"Ternyata dia emang mirip sama Rendi," Naresh bergumam sendiri. "Tapi, dia jauh lebih imut dari yang aku dengar."
•••
Jaka dan Raka bersiap-siap untuk tidur. Waktu berjalan sangat cepat, sekarang sudah larut malam. Jaka mematikan lampu utama, sementara Raka sudah duduk di kasurnya. Ketika Jaka naik ke ranjangnya, entah mengapa dia merasa tidak nyaman lebih dari biasanya.
Alasannya jelas. Karena sekarang adalah malam terakhir yang mereka lewatkan bersama di kos ini. Besok, ketika Raka pergi dari sini, Jaka pikir pemuda itu tidak akan kembali ke kos ini lagi. Dia juga tidak akan dibangunkan Raka lagi setiap pagi. Saat dia bangun, sarapan pagi tidak akan disiapkan lagi dan bajunya tidak akan disetrika. Sekali lagi, dia akan kembali ke kehidupan menyendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
PULANG [✓]
Fiksi Penggemar⌠ boy x boy | jeno x renjun ⌡ ❛❛ Rumah dan pulang bukan perkara tempat, tapi perasaan. ❜❜ kujangsiku noren ver alternate story of blue neighbourhood. bebas mau baca blue neighbourhood dulu atau tidak, tapi sebagian cerita itu berkaitan dengan ceri...