20 : Pahlawan

997 208 5
                                    

"RAKA!!"

Jaka membanting pintu, dia berdiri di ambang pintu sambil terengah-engah. Dia meneriakkan nama itu sekuat tenaga sehingga dua orang di dalam kosnya itu tercengang kaget. Perhatiannya langsung tertuju pada Raka yang menghela napas dan seolah-olah terlihat kehabisan energi. Memandang lebih detail, dia menyadari bahwa penampilan Raka berantakan, pakaian yang biasanya selalu rapi nampak berkerut.

Jaka beralih menatap seorang pria tidak dikenal yang ada di depan Raka. Dia seketika merasakan suhu tubuhnya meningkat, tentunya itu adalah efek dari kemarahan. Namun, di dalam dirinya masih ada sedikit rasa kemanusiaan yang mencegahnya untuk menghajar pria itu di tempat.

"Raka, apa kamu akrab sama dia?"

Jaka bertanya dengan tenang. Meskipun dia adalah penyewa sah kos ini, tetapi dia pikir itu tidak sopan untuk mengatur tamu Raka dengan kebijakannya sendiri. Dia melihat jelas bahwa mata Raka basah, dilihat dari jarak mereka yang cukup jauh pun dia menyadari itu. Raka tidak mengatakan apa-apa, tetapi dia menggelengkan kepala sebagai jawaban.

Jaka mengangguk paham, lalu dia bertanya satu hal lagi, "Apa aku boleh mengusirnya?"

Raka mengangguk lemah beberapa kali.

"Oke."

Jaka tanpa basa-basi beranjak dengan cepat menuju pria itu, yang masih saja berusaha membela diri.

"Eh tunggu..."

"Ayo, cepat!"

"Hei, ini kekerasan!"

Jaka menarik paksa kerah baju pria itu dan mengusirnya. Untungnya tubuh pria itu cukup kurus, jadi meskipun dia jarang berolahraga berat, dia bisa dengan mudah menyeret pria itu keluar dari kosnya. Dia mengunci pintu, lalu menatap tajam ke arah pria yang terduduk di hadapannya.

"Siapa kamu?"

Eric meringis pelan usai punggungnya membentur tembok pagar pengaman, dia terkekeh dan menjawab, "Eric Damarjati."

"Kamu senior di tempat Raka bekerja?"

"Ya, benar. Aku mampir karena dia bilang oke," Eric menjawab acuh tak acuh.

"Apa yang kamu lakukan?"

Eric, yang kebingungan, memasang ekspresi terkejut di wajahnya kemudian tertawa, "Dilihat juga udah tau kan? Aku mencoba menyetubuhinya."

Jaka merasakan sesuatu meledak di dalam tubuhnya, dia meremat kepalan tangannya hingga buku-buku jarinya memutih. Dia berusaha menahan diri untuk tidak memukul pria itu dengan tangannya.

"Jangan bercanda!"

Eric terkekeh renyah, "Kenapa malah marah? Beberapa bulan yang lalu, dia menginap di tempatku."

Jaka terhenyak, ketika dia mendengar itu, dia menyadari bahwa masalah ini lebih serius dari perkiraannya. Raka mungkin tidak perlu membayar untuk menginap beberapa hari di tempat pria itu dan kemudian, mungkin... Raka menawarkan tubuh kepada pria itu sebagai imbalan. Lalu tanpa diduga Raka bertemu dengan pria itu lagi, jadi Jaka berpikir bahwa ini adalah makna sesungguhnya dari kalimat 'jangan khawatir' yang Raka tulis dalam pesan tadi.

"Dari reaksimu itu, sepertinya kamu emang ga menidurinya," Eric kembali buka suara, dia terus berbicara dengan acuh tak acuh. "Mengijinkan anak SMA yang melarikan diri dari rumah untuk menginap di tempatmu dengan membuatnya mengerjakan tugas rumah, mau sok jadi pahlawan?"

"Keparatㅡ"

"Dia sendiri yang menawarkan tubuhnya sebagai imbalan menginap, ya tinggal dimanfaatkan aja kan?"

Jaka menggertakkan rahangnya menahan angkara, sementara Eric berbicara tanpa henti. Dia merasakan puncaknya amarah.

"Oh, aku tau. Kamu merasa sangat suci karena udah menolongnya?" Eric melayangkan tatapan meremehkan.

PULANG [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang