32 : Rooftop

914 185 10
                                    

Perasaan tidak menyenangkan yang pertama Raka ingat adalah ketika siswa lain menatap ke arah Aji dan dirinya. Dia merasa bahwa di depannya mereka menghindari tapi di belakangnya mereka mengejek. Itu karena mereka dianggap dua orang anti sosial yang berkomplot. Awalnya dia yakin dia akan terbiasa dengan situasi itu. Tetapi, seiring berjalannya waktu, tatapan mereka menjadi lebih menunjukkan kebencian.

Hal berikutnya yang Raka perhatikan adalah Aji bertingkah aneh. Secara bertahap Aji mulai jarang mengajaknya pergi makan siang di rooftop. Terkadang Aji mengalihkan pandangan dari satu sisi ke sisi lain seolah-olah takut pada sesuatu ketika berbicara dengannya. Dia pikir sesuatu yang aneh sedang terjadi. Suatu hari saat makan siang, ketika mereka berdua ada di rooftop, dia memutuskan untuk bertanya pada Aji. Lantaran dia memiliki firasat buruk.

"Aji, kenapa akhir-akhir ini kamu aneh?"

Raka melihat jelas Aji bergemetar saat dia bertanya demikian, maniknya pun bergerak kesana kemari dengan gelisah. Aji kemudian menggelengkan kepala.

"Mm, ga ada apa-apa."

"Bohong. Kamu bertingkah aneh dan kamu semakin jarang mengajakku makan siang. Apa seseorang melakukan sesuatu padamu?"

Raka bertanya lagi, dia menduga bahwa Aji sedang diganggu oleh seseorang di belakangnya. Jika itu benar dia akan merasa sedih, karena dia berpikir berada di dekatnya menjadi beban bagi Aji.

"Engga... Itu... Kamu ga perlu khawatir."

"Hei..."

Aji perlahan menoleh ke arah Raka. Ketika tatapan mereka bertemu, Aji nampak ketakutan lalu membuang muka. Sebenarya dia ingin berbicara tetapi perasaan takut mengalahkan niatnya. Lantas, dia menatap ke arah Raka lagi.

"Katakan sejujurnya, aku akan mendengarkan dengan baik," ujar Raka.

Raka melihat Aji menundukkan kepala, tidak berani menatapnya saat bercerita. Sementara dia terus mengusap punggung Aji selama pemuda itu berbicara sedikit demi sedikit. Seperti dugaannya, Aji dirundung oleh anak-anak klub basket.

Bahkan yang mereka lakukan pada Aji lebih buruk dari yang mereka lakukan padanya. Dia mendengar cerita Aji bahwa mereka menghina Aji secara langsung setiap kali Aji pergi ke toilet. Mereka mengatai bahwa Aji mengekori Raka 'seperti buntut', karena Aji akrab dengan Raka. Dan Aji mengaku bahwa baru-baru ini buku pelajaran serta perlengkapan sekolahnya dirusak oleh mereka.

Setelah mendengar detailnya, Raka menilai tindakan mereka sangat kekanakan seperti siswa sekolah dasar. Selama ini, dia juga mendapat perlakuan tidak menyenangkan dari mereka. Tetapi itu hanya berupa gunjingan di belakang. Berbeda dengan Aji yang menerima serangan langsung secara terang-terangan. Dia tidak bisa membayangkan sejauh mana perundungan itu merusak ketenangan pikiran Aji.

"Aku ga kuat seperti kamu, Raka. Jadi sedikit perundungan udah cukup membuatku merasa tertekan... dan takut," suara Aji agak bergetar mengatakannya.

"Itu ga benar. Mereka ga merundungku secara langsung seperti yang mereka lakukan padamu," Raka membantah.

Raka merasa dia tidak sekuat yang Aji pikirkan. Meski Aji mengatakan bahwa dia adalah orang yang terlihat kuat walaupun sendirian, dia tidak melakukannya karena dia pikir itu adalah sesuatu yang keren. Dia memang ingin menyendiri.

"Tapi, kenapa kamu dirundung begini?"

Aji terdiam selama beberapa saat, dan membuat wajah berpikir seolah sedang memilih kata-kata. Tetapi, meski Raka menunggu, Aji tidak berniat membuka mulutnya. Raka pun memanggil lagi.

"Aji?"

Aji menghela napas pelan, "Kamu pernah berpacaran dengan Lukas, kan?"

"Bagaimana kamu bisa tau?"

PULANG [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang