Bandara Juanda.
Jaka sebenarnya bisa pergi ke bandara sendiri dengan naik taksi. Dia jadi merasa sungkan karena Edwin dan Raka bersikeras ingin mengantarnya. Belum lagi, tidak cukup mengantar sampai di bandara, mereka berniat mengantarnya sampai ke area sebelum masuk bagian imigrasi.
"Padahal Anda tidak perlu mengantar sampai sini," Jaka berkata pada Edwin.
"Anda adalah penyelamat kami. Biarkan saya melakukan ini."
"Itu benar," Raka menimpali.
Jaka terkekeh canggung. Dia melanjutkan langkahnya menuju area tunggu dekat bagian imigrasi, sementara Raka berjalan di sampingnya dan Edwin mengikuti di belakang mereka. Rasa sungkan semakin menumpuk di hatinya, tetapi tidak sopan juga jika dia menolak. Sebelum sampai ke tempat tujuan, Edwin tiba-tiba berhenti.
"Raka."
Mendengar Edwin memanggil, Raka maupun Jaka menghentikan langkah lantas menoleh ke belakang bersamaan.
"Um?"
"Aku ingin bicara sebentar dengan Jaka. Bisakah kamu pergi duluan?"
"Bicara dengan Mas Jaka?"
Raka sedikit memiringkan kepalanya dengan ekspresi bingung. Dia menatap Jaka yang langsung mendapat anggukan kepala dari pria itu. Memahami isyarat tersebut dari Jaka, dia pun mengalah.
"Baiklah."
Edwin melihat adiknya berjalan menjauh dari mereka. Dia menunggu sampai perawakan Raka tidak terlihat lagi. Baru setelah itu, dia kemudian berjalan lebih mendekat ke Jaka. Dengan senyum ramah di wajahnya, dia mengawali percakapan.
"Terimakasih banyak. Saya ingin bicara dengan Anda untuk terakhir kalinya."
"Saya juga," Jaka mengulas senyuman.
"Pertama-tama..."
Jaka memperhatikan gerak-gerik Edwin. Pria itu terlihat mengambil sesuatu dari saku di dalam jas. Dia tidak mengerti kenapa Edwin mengeluarkan sebuah amplop tebal dari sana. Terlebih lagi, ketika Edwin menyodorkan itu padanya.
"Tolong terima ini."
Jaka menatap bingung, "Apa ini?"
"Biaya pesawat pulang."
"Tidak, tidak!" Jaka membelalak terkejut sambil mengibaskan tangannya dengan cepat. "Saya sudah cukup terbantu saat berangkat ke sini! Selain itu, saya juga sudah memesan tiket pulang."
"Meski tiket diskonan sih."
Jaka melanjutkan disertai kekehan ringan, dia menggaruk tengkuknya yang tak gatal. Edwin pun terkekeh renyah mendengarnya, tapi dia masih mengulurkan amplop itu.
"Maaf kalau bentuknya seperti ini, tapi ini wujud terimakasih saya," ujar Edwin lagi.
Jaka secara halus menolak, "Tidak, perasaan Anda sudah tersampaikan."
"Tapi..."
"Kalau Anda bersikeras," Jaka menimpali disertai senyuman. "Tolong gunakan uang itu untuk membelikan Raka baju baru."
Edwin membuka mulutnya tanpa mampu berkata-kata. Dia tidak menyangka betapa dalam perasaan yang Jaka miliki untuk adiknya. Bahkan sampai di hari mereka harus berpisah pun Jaka masih memprioritaskan kebahagiaan Raka. Dia mengulas senyuman sambil mengangguk.
"Saya mengerti."
Edwin kembali menyimpan amplopnya ke dalam saku dalam jasnya. Dia menatap Jaka, "Kalau ada waktu luang, tolong sempatkan untuk menemui Raka."
KAMU SEDANG MEMBACA
PULANG [✓]
Fanfic⌠ boy x boy | jeno x renjun ⌡ ❛❛ Rumah dan pulang bukan perkara tempat, tapi perasaan. ❜❜ kujangsiku noren ver alternate story of blue neighbourhood. bebas mau baca blue neighbourhood dulu atau tidak, tapi sebagian cerita itu berkaitan dengan ceri...