43 : Pagar

812 173 2
                                    

Jaka menatap bangunan sekolah yang nampak gelap serta sunyi itu. Tingkat kemacetan di akhir pekan memperlambat perjalanan mereka. Sehingga ketika mereka berhenti di depan sekolah Raka, jam sudah menunjukkan pukul 7 malam.

Jaka beralih menatap Raka yang duduk di sampingnya. Dia terkejut. Padahal, pemuda itu tadi terlihat sangat bertekad untuk datang ke tempat ini. Tetapi, sekarang Raka justru terlihat bergemetar hebat dan ketakutan. Dia sepertinya mengerti jawabannya, tempat ini adalah saksi bisu tragedi teman baik Raka yang bunuh diri, SMA Negeri 07 Malang.

"Aku pergi dulu."

Edwin terperangah kaget mendengar perkataan adiknya, "Kamu mau masuk?"

"Iya," Raka mengangguk dengan ekspresi sedikit lebih tenang. Dia berusaha menguatkan dirinya sendiri dan berkata, "Ada tempat yang harus aku kunjungi."

Jaka dan Edwin saling memandang beberapa saat dalam keterkejutan. Raka sulit ditebak, Jaka tidak mengerti kenapa pemuda itu ingin masuk ke dalam sekolahnya sekarang juga. Dia pikir karena Raka ingin menghadapi masa lalunya, maka langkah pertama pemuda itu adalah dengan bertandang ke sekolahnya.

"Jangan melakukan hal berbahaya ya."

Jaka menatap ke arah bangunan sekolah lagi saat Edwin mengatakan kalimat itu untuk memperingatkan adiknya. Detik berikutnya, tiba-tiba dia merasa ada tarikan pada lengan bajunya. Saat menoleh, dia mendapati tangan Raka meremat lengan bajunya disertai tatapan memohon.

"Aku ingin Mas Jaka ikut juga."

"Eh, aku?"

Jaka tercengang sejenak. Tapi saat melihat ekspresi Raka, dia jadi tidak tega.

"Aku agak takut kalau sendirian," Raka meremat lengan baju Jaka lebih kuat.

"Oke..."

Jaka beranjak turun dari mobil, begitu juga dengan Raka. Seolah tidak diberikan kesempatan bernapas tenang, Raka menarik lengannya dengan tergesa-gesa. Dia mengikuti Raka yang terus melangkah dengan cepat menuju sisi lain dari bangunan. Anehnya, Raka menuntunnya menjauhi gerbang utama sekolah.

"H-hei, jangan terburu-buru begitu."

Raka tak menghiraukan protes dari Jaka, dia menarik lengan baju Jaka sambil berjalan lebih cepat ke tujuannya.

"Iya, aku ikut. Jangan menarikku begitu."

Jaka menoleh ke belakang, mereka berjalan semakin jauh dari Edwin yang berdiri di luar mobil memperhatikan mereka. Seharusnya, di sana lah gerbang utama untuk masuk ke dalam sekolah.

"Kita ga masuk lewat gerbang depan?"

"Walaupun berada di kota, keamanan sekolah ini emang pas-pasan," Raka menjawab sambil terus berjalan. "Tapi, di sekitar gerbang depan ada kamera pengawasnya."

"Begitu ya..."

"Padahal ga usah dipasang pun, ga akan ada yang menyusup."

"Lah ini ada yang berusaha menyusup," Jaka menanggapi dengan sindiran.

Raka terkekeh, "Kita kan ga berniat buruk."

Jaka merasakan detak jantungnya meningkat saat mereka tiba di sebuah gang sempit antar bangunan. Mengabaikan perasaan itu, dia mengikuti Raka berjalan menyamping melewati gang tersebut. Sampai di ujung gang, dia disambut dengan pemandangan bagian belakang sekolah. Sebuah lahan yang ditumbuhi pepohonan itu berada di balik pagar kawat sekitar dua meter tingginya.

"Syukurlah, masih belum diperbaiki."

Jaka mengalihkan atensi ketika Raka tiba-tiba berbicara. Dia menatap bagian bawah pagar yang kawatnya telah rusak sehingga membentuk lubang besar. Mendengar dari perkataan Raka, dia menilai pemuda itu memang pernah menyambangi pagar ini. Pikiran pendeknya mengatakan, kemungkinan Raka pernah mencoba membolos melewati lubang pada pagar itu.

PULANG [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang