44 : Tekad dan Janji

860 168 10
                                    


"Kematian Aji adalah salahku."

Jaka butuh waktu berpikir untuk melakukan tindakan yang tepat. Sebab pemuda itu benar-benar terlihat sangat putus asa. Dia tidak ingin gegabah.

"Aku ga menyadari penderitaan Aji," Raka berbicara sambil mencengkeram kawat pagar. "Aku salah paham kalau bertarung bersama adalah hal yang benar."

Jaka diam-diam perlahan berjalan mendekati Raka. Dia berdiri di belakang pemuda itu dan terus mendengarkan.

"Aku yang memojokkannya."

"Raka..."

"Andai aku lebih memaㅡ"

"Raka!!"

Jaka menarik paksa tangan kanan Raka yang semakin kuat mencengkeram kawat pagar. Bahkan dia bisa mendengar suara kawat pagar yang membengkok akibat cengkeraman pemuda itu. Dia memegangi lengan kanan Raka seraya berbicara.

"Itu bukan..."

Jaka berniat menyangkal perkataan Raka, tapi mendadak kalimatnya terhenti. Dia melihat jemari Raka mengeluarkan banyak darah. Pasti luka itu diakibatkan karena jemari Raka tergores kawat pagar saat pemuda itu mencengkeram terlalu kuat. Dia menatap tangan dan wajah Raka secara bergantian sebelum melanjutkan.

"Itu bukan salahmu."

"Itu emang salahku!" Raka menaikkan nada bicaranya selama mengatakan, "Aku pura-pura peduli pada Aji. Tapi, aku ga memperhatikannya dengan benar!"

"Kalau ga dirundung, kamu dan dia bisa hidup dengan damai," Jaka berkata tegas.

Raka melebarkan matanya terkejut mendengar kalimat itu. Dia melepaskan lengannya dari genggaman Jaka dengan paksa. Pria itu pasti tidak mengerti perasaannya. Tidak ada orang yang benar-benar mengerti perasaannya.

"Penyebab dia dirundung itu aku!"

"Meski begitu, dia sendiri yang ingin dekat denganmu!" Jaka sedikit berteriak agar Raka tersadar, dia tak ingin pemuda itu semakin terjebak dalam keterpurukan. "Karena dia mengagumimu dan ingin berteman denganmu!" lanjutnya.

"Tapi, karena itu..."

Raka mulai terisak.

Jaka yang tidak tahan melihat Raka sekacau itu kemudian mengulurkan tangannya memegangi kedua bahu Raka. Dia menatap langsung ke mata Raka dan berbicara dengan nada yang lebih tegas.

"Raka, kalian cuma punya satu sama lain! Kalian saling memahami! Hanya terlalu berusaha memahami!"

Raka membiarkan air matanya membasahi pipinya selama mendengarkan perkataan pria itu. Namun, dia masih belum terima.

"Kalau dia memahamiku, aku ingin dia tetap hidup di sisiku!" meski air mata terus mengalir dan suaranya kian bergetar, Raka bersikeras melanjutkan kata-katanya. "Tapi, kalau aku bilang begitu, sama aja aku menyalahkan semuanya pada Aji!"

"Ga apa-apa."

"Mana bisa!!"

"Ga apa-apa!!"

Raka terkejut saat Jaka balas berteriak lebih keras padanya. Dia seketika diam seribu bahasa. Ini pertama kalinya dia melihat Jaka berteriak seperti itu.

"Ada yang salah, lalu jadi ga terkendali dan ga bisa diperbaiki! Meski begitu...!!"

Jaka menjeda kalimatnya, dia lanjut berbicara dengan nada yang lebih tenang.

"Meski begitu, semuanya udah terjadi."

Raka pada akhirnya tersadar setelah mendengar kalimat itu. Dia menundukkan kepalanya dalam-dalam. Semua yang sudah terjadi tidak dapat dirubah lagi, dia tahu tentang itu. Tetapi, tetap saja kepergian Aji meninggalkan duka mendalam baginya.

PULANG [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang