"Ponsel dengan kapasitas RAM yang besar akan lebih baik, bukan?"
"Benar juga, Na. Anak SMA pasti menyukai game jadi mereka membutuhkan sebuah ponsel dengan ruang penyimpanan besar."
Jaka menyeret Naresh pergi keluar untuk menemaninya berbelanja ponsel hari ini. Sekarang, dia memutar otak, mencoba memutuskan untuk membeli jenis ponsel yang cocok. Di hadapan mereka petugas toko telah memberikan beberapa pilihan ponsel dengan keunggulan masing-masing.
"Tapi bagaimana dengan kualitas kameranya?"
Mendengar pertanyaan sahabatnya itu, Naresh tersenyum masam, "Kalau bingung begitu, harusnya dari awal kamu tanya dia aja."
"Ga, dia pasti sungkan kalau mau aku belikan ponsel."
"Sungkan?"
Jaka mengangguk, "Sifat dia emang begitu."
Jaka beralih menatap beberapa pilihan ponsel di hadapannya, kini dia termenung memikirkan. Ponsel yang Raka gunakan sebelumnya sudah hanyut di sebuah sungai di Surabaya, jadi dia tidak bisa menggunakan itu sebagai referensi sekarang. Dia berpikir cukup keras.
Memandang sekilas kerutan dahi sahabatnya, Naresh mengeluarkan tawa menghina.
"Kenapa?"
"Engga, aku pikir kamu lumayan tertarik sama Raka."
"Hah...?"
Jaka mengernyit, sementara Naresh melihat-lihat pilihan ponsel di hadapannya. Dia lantas berkata, "Maksudku, kalau tujuan kamu beli ponsel cuma untuk bisa menghubunginya, seharusnya kamu ga perlu terlalu memikirkan kualitas RAM atau kameranya kan?"
"Ga, dia itu anak SMA loh. Pasti sangat sensitif masalah kualitas RAM dan kamera," Jaka menggeleng pelan.
Naresh sekali lagi menunjukkan senyum mengejek, "Berarti kamu ada perasaan untuk membahagiakan Raka, bukan?"
Jaka kehilangan kata-kata.
Tidak, bukan itu tujuan Jaka. Bukan itu, tapi untuk beberapa alasan dia tidak bisa menemukan kata yang tepat untuk membalas perkataan Naresh. Mungkin ada bagian dari dirinya jauh di dalam hati yang benar-benar bermaksud melakukan itu.
"Hei, Jaka," saat sang pemilik nama menoleh, Naresh melanjutkan. "Berbuat baik itu emang gapapa. Tapi sebaiknya kamu memikirkan caramu bersikap pada Raka mulai sekarang."
Jaka menyadari kehangatan perhatian yang tulus serta dinginnya peringatan keras terdengar dalam nada bicara Naresh.
"Kalau dia sampai tergantung atau jatuh cinta sama kamu bakal repot kan? Apalagi kamu tau dia 'begitu'."
Jaka menghela napas samar, "Ya, kamu benar juga."
"Belum lagi, ada kemungkinan malah kamu yang jatuh cinta sama dia."
"Mana mungkin," Jaka dengan lugas menyangkal. "Aku ini pemuja mbak-mbak berdada montok."
Naresh mengulas senyuman penuh makna sebelum melanjutkan, "Apa kamu benar-benar udah ga 'begitu' juga?"
"Aku udah memutuskan untuk beli ponsel yang ini aja," Jaka sengaja menghindari pertanyaan Naresh dengan menunjukkan sebuah ponsel yang menjadi pilihannya.
"Oh ya, menurutmu bagaimana dengan sekaligus membeli casing-nya, Na?"
Naresh samar-samar tersenyum miring, menyadari tindakan sang sahabat yang sengaja menghindari pertanyaannya. Dia mengerti mungkin Jaka benar-benar tidak ingin disinggung tentang masa lalunya. Selain itu, ada sedikit perasaan bersalah dalam dadanya karena telah lancang melayangkan pertanyaan semacam itu pada sang sahabat. Maka dia tidak berniat untuk membahas lebih jauh tentang itu.

KAMU SEDANG MEMBACA
PULANG [✓]
Fanfiction⌠ boy x boy | jeno x renjun ⌡ ❛❛ Rumah dan pulang bukan perkara tempat, tapi perasaan. ❜❜ kujangsiku noren ver alternate story of blue neighbourhood. bebas mau baca blue neighbourhood dulu atau tidak, tapi sebagian cerita itu berkaitan dengan ceri...