38 : Menghilang

954 178 4
                                    

"Raka akan pulang besok, ya?"

Naresh bertanya saat makan siang bersama Jaka dan Liora di tempat kerja. Dia menyadari bahwa belakangan ini adalah hari-hari yang berat bagi Jaka. Karena itu, dia berusaha membantu Jaka untuk tetap fokus bekerja, sehingga Jaka tidak melewatkan makan siang lagi. Dan saat melihat dia bersama Jaka akan pergi makan siang, Liora tiba-tiba meminta izin untuk bergabung dengan mereka.

"Iya," Jaka menjawab lugas.

"Bakal sepi, ya."

Jaka mengerutkan kening mendengar komentar dari Naresh. Dia lantas berkata, "Kamu kan ga pernah bertemu Raka."

"Bukan aku yang akan merasakan sepi, tapi kamu."

"Hngㅡ"

Jaka hampir tersedak makanan akibat perkataan Naresh barusan. Dia langsung memalingkan wajahnya ke arah lain. Terkadang perkataan sahabatnya itu memang menusuk hati, dia baru ingat.

Melihat ekspresi Jaka yang mendung, Naresh menghela napas kasar. "Yah, kamu harus pulang awal hari ini dan habiskan waktu terakhir bersamanya," katanya disertai senyuman hangat.

"Kamu tinggal ikut aja ke Malang."

Liora tiba-tiba angkat bicara, membuat Jaka dan Naresh tercengang bersamaan.

"Hah?"

Liora mengernyit heran melihat ekspresi mereka, "Emangnya semengejutkan itu? Aku pikir itu hal yang wajar."

"Ga, aku kan bukan keluarganya. Kalau ikut malah aneh," Jaka menanggapi.

"Kalau bicara begitu, kondisi selama ini udah cukup aneh, kan?"

"Kerjaanku bagaimana?"

"Hotel ini ga akan berhenti cuma karena satu pegawainya cuti," Liora kembali berbicara dengan tegas, lalu menatap ke arah Naresh. "Benar kan, Kak Naresh?"

"Eh?"

Naresh yang tengah mengunyah makanan terhenyak sebentar saat menerima pertanyaan dari Liora. Dia perlahan menelan makanannya sebelum menjawab, "Benar juga, toh masa sibuk hotel kita udah lewat."

"Dengar, tuh."

Jaka menghela napas mendengar ceramah dua rekan kerjanya itu, dia menatap ke arah benda-benda di atas meja. Dia teringat perkataan Raka semalam ketika mereka melihat langit berbintang. Tekad besar dan kepercayaan diri yang tergambar dalam nada bicara pemuda itu, membuat dia yakin bahwa Raka telah mengumpulkan keberanian untuk menghadapi masa lalunya sendiri.

"Raka ingin mencoba menghadapi segalanya sendiri," tutur Jaka sambil mengingat ekspresi Raka semalam. "Bantuanku ga akan baik baginya."

"Emangnya 'baik' dan 'ga baik' itu penting banget, ya?"

Jaka tidak dapat berkata-kata mendengar pertanyaan Liora. Terlebih lagi, ketika wanita itu beralih menatap ke arahnya.

"Apa kamu pikir ini masalah yang harus Dik Raka hadapi sendiri?" tanya Liora lagi.

"Kalau itu..."

Jaka berhenti di sana. Meski dia berusaha keras untuk berpikir, dia kesulitan untuk menemukan jawabannya. Dia menyadari bahwa sebenarnya maksud pertanyaan Liora sama seperti yang Bagas tanyakan padanya tempo hari. Tentang apa yang ingin dia lakukan untuk Raka, dan hal pertama yang muncul dalam benaknya adalah senyum alami pemuda itu. Dia ingin melindungi senyum di wajah Raka. Namun, pertanyaan dari Liora terlalu tiba-tiba baginya, karena dia belum menemukan ide yang tepat.

•••




Dalam perjalanan kembali ke ruang kantor setelah selesai makan siang, Jaka mengeluarkan ponsel dari saku celananya. Tetapi, ponselnya tidak dapat menyala karena kehabisan daya. Sekarang dia baru teringat, dia lupa mengisi daya ponselnya tadi malam.

PULANG [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang