34 : Tindakan

900 178 2
                                    

"Sejak saat itu... Aku ga pernah pulang."

Raka menyambung kalimatnya dengan air mata yang menggenang di sudut matanya. Jaka dan Bagas mendengarkan ceritanya dengan mata tertuju ke permukaan meja. Dia sempat pucat dan muntah saat bercerita. Mungkin karena dia teringat dengan mayat temannya. Meskipun Jaka dan Bagas memintanya untuk istirahat dulu, tetapi dia bersikeras ingin menuntaskan ceritanya.

"Mungkin awalnya dia emang tulus mengijinkanku menginap. Tapi selang beberapa hari, dia menginginkan sesuatu dariku. Aku pikir itu wajar. Karena aku juga ga ingin pulang, jadi aku bilang 'boleh'."

Setelah mengatakan itu, Raka tertawa dengan nada mencemooh diri sendiri.

"Aku bodoh, ya. Aku bahkan ga ingat nama orang yang pertama kali meniduriku."

"Raka..."

Bagas segera meraih tangan Raka, suaranya terdengar agak bergetar.

"Setelahnya persis seperti yang udah aku ceritakan," Raka melanjutkan sambil menggenggam tangan Bagas di sampingnya. "Kalau udah ada yang menerima, sisanya hanya mengulang hal yang sama. Selama aku menurut, aku boleh menumpang. Aku terus berkeliaran tanpa tujuan, lalu bertemu Mas Jaka."

Raka menoleh pada Jaka di depannya, dan saat itu juga air mata menetes di pipinya. Ketika Jaka menatap Raka, dia kembali merasakan sesak yang kuat di dadanya.

"Ini yang terjadi sejak aku kabur dari Malang sampai bertemu dengan Mas Jaka. Aku udah menceritakan semuanya."

Raka memiliki ekspresi yang lebih segar dari beberapa saat lalu setelah berkata demikian, meski hanya sedikit. Namun, itu cukup membuat Jaka merasa lega.

"Aku mengerti," Jaka buka suara, dia menghirup dan menghembuskan napas perlahan. Kemudian mengangguk, "Terimakasih udah menceritakannya."

"Raka."

Bagas tiba-tiba berbicara membuat pandangan Raka dan Jaka terfokus padanya. Dia menatap lekat mata Raka.

"Kamu udah berjuang sampai saat ini."

Sepasang manik Raka berubah menjadi sebening kristal akibat air mata, Jaka mengerti bahwa itu karena perkataan Bagas barusan. Dan kemudian, lagi, air mata berkumpul di sudut matanya.

"Iya."

Raka mengangguk.

"Kamu hebat."

Bagas berkata sambil membelai kepala Raka dengan lembut. Raka sekali lagi mengiyakan dengan anggukan kepala.

"Iya..."

Raka berbicara dalam isakan.

"Aku udah berjuang..."

Suara Raka kian bergetar.

"Sungguh... Selama ini..."

Setelah mengatakan itu, Raka memeluk Bagas dengan erat. Dia menangis keras. Jaka yang menyaksikan itu juga hampir menangis, tapi dia menahannya. Raka terus menangis dalam pelukan Bagas, menumpahkan segala beban yang dia pikul seorang diri selama ini. Jaka tidak bisa melihat Raka menangis, dia beranjak dari duduknya dan berbicara pada Bagas.

"Aku akan merokok di balkon."

Bagas mengangguk sebagai respon.

Jaka melangkah pergi ke balkon, dia menyalakan rokok lalu bersandar pada tembok pagar. Sekarang, perasaannya campur aduk serta pikirannya berkecamuk setelah mendengar keseluruhan cerita Raka. Dia mengisap rokok dan perlahan menghembuskan asapnya. Beberapa menit kemudian, Bagas muncul mendekatinya.

"Dia udah tenang. Aku meletakkannya di ranjangmu karena dia tertidur, akan lebih nyaman kalau di sana," ujar Bagas.

Jaka menoleh sekilas, "Syukurlah. Iya, biarkan dia tidur di sana untuk sekarang."

PULANG [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang