Part 22

29.8K 1.8K 2
                                    

  Saat ini ketiga remaja itu tengah berkumpul di cafe, suasana cafe yang tidak terlalu ramai membuat mereka nyaman berada disana. Ditambah lagi suasana pemandangan sore hari yang bisa mereka lihat dari tempat mereka duduk, karena memang mereka duduk di lantai dua.

  "Kalian udah dapet info tentang Letta?" tanya Galen memulai percakapan.

"Belum Gal, lo kan cuma ngasih kita foto masa kecil kalian, ya kalo gue tanya ke orang-orang, otomatis mereka gak bakal tahu, secara dia kan udah besar kayak lo," ujar Justin menjelaskan.

"Betul tuh, lo aja beda sama yang difoto ini, waktu lo masih kecil," timpal Fahri.

"Lo ada tempat yang biasa kalian kunjungi waktu kecil nggak?" tanya Justin.

"Danau," jawab Galen.

"Dulu kita pernah buat janji sebelum dia pindah, kalo kita ketemu lagi saat udah besar, kita akan ke danau itu sama-sama," ujar Galen.

"Tapi gue udah kesana duluan sebelum gue nemuin dia," sambung Galen.

"Lo kesana sama siapa?" tanya Fahri.

"Sama Sella, Dina, Vio," sahut Galen.

"Wah, nggak ngajak-ngajak kita, parah lo," ucap Justin.

"Tempat yang lain mungkin?" tanya Fahri.

"Gue inget sekarang, dulu gue sama dia sering ke rumah pohon tiap hari minggu. Rumah pohon itu Ayah gue yang buatin buat Gue sama Letta waktu kecil. Bahkan gak ada yang tau tempat itu selain keluarga gue, Letta, dan Almarhum Tante Mayang. Gue bahkan gak pernah kesana lagi," lirih Galen.

"Tapi mungkin sekarang rumah pohon itu udah nggak ada, secara itu kan udah puluhan tahun, ya pasti udah rusak," sambung Galen.

"Kita ke sana besok pas hari Minggu," ucap Justin.

"Gue setuju, mending kita pastiin aja kesana," timpal Fahri.

"Ngapain?" tanya Galen bingung.

"Lo kan bilang dulu kalian selalu ke sana waktu hari Minggu. Kata Bunda lo kan dia udah tinggal disini, mungkin aja dia selalu kesana tiap hari Minggu nungguin lo," sahut Justin menjelaskan panjang lebar.

"Tumben lo pinter Jus?" celetuk Fahri.

"Gue emang selalu pinter kali," sahut Justin menyombongkan dirinya sendiri.

--------------------------

"Ini rumah siapa?" tanya seorang gadis kepada cowok yang berada disebelahnya.

"Rumah adek gue," sahut cowok itu.

"Lo beneran punya adek?" tanya gadis itu lagi.

"Gue kan udah pernah ceritain semuanya ke lo," sahut cowok itu.

Tok tok tok!
Setelah beberapa kali mengetuk pintu, akhirnya pintu rumah itu terbuka menampakkan seorang gadis dengan wajah datar andalannya.

"Vio? Lo-"

"Iya dia adek gue," ucap Vian memotong ucapan Citra.

"Masuk," ucap Vio mempersilahkan kedua remaja itu masuk.

"Ngapain kalian kesini?" tanya Vio menatap dua orang yang kini tengah duduk berhadapan dengannya.

"Mereka mana?" tanya Vian menatap sekeliling.

"Pergi ke luar kota semenjak kejadian itu," jawab Vio yang mengerti akan pertanyaan Vian.

"Vi, ini pacar gue, Citra," ucap Vian memperkenalkan gadis yang berada disampingnya.

"Udah kenal," sahut Vio singkat.

"Oh iya gue lupa, kalian kan sekelas," balas Vian.

"Lo nggak ada niatan buatin kita minum gitu?" tanya Vian.

"Ambil sendiri gue capek," ketus Vio.

"Jahat banget sama tamu," sahut Vian.

"Gue mau ke kamar, lo mau ikut?" tanya Vio menatap Citra dan dibalas anggukkan kepala.

"Gue ke kamar Vio ya," pamit Citra kepada Vian.

"Iya sana, gue mau nonton tv, kalo butuh apa-apa panggil gue aja," ujar Vian.

Vio membuka pintu kamarnya kemudian masuk kedalam diikuti oleh Citra dibelakangnya.

Kamar Vio terbilang begitu mewah dan luas. Tempat tidur yang didesain dengan tema Princess, sangat tidak mencerminkan kepribadian Vio yang sekarang.

Banyak koleksi Barbie yang berjejer pada lemari kaca yang ia koleksi saat masih kecil, karena itu memang terdapat banyak kenangan saat berada Ibunya, juga foto-foto yang berjejer sangat rapi.

Disana terdapat satu foto besar Vio bersama Ibunya saat masih kecil. Juga foto kecil lainnya yang terdapat Vio bersama dengan seorang anak laki-laki yang juga seumuran dengannya.

"Buset, ini beneran kamar lo? Kok gak cocok sama kepribadian lo yang dingin ya?" tanya Citra masih menatap kagum sekelilingnya.

"Gue pikir kamar lo bakal hitam putih, gak taunya sebagus ini," ujar Citra.

"Lo orang pertama yang masuk kamar ini, selain gue" ujar Vio.

"Vian udah cerita semuanya ke gue. Gue yakin pasti ada alasan dibalik sikap dingin lo itu. Buktinya semua foto lo waktu kecil ceria semua, apalagi saat gue lihat kamar lo yang kek gini, gue tau lo pasti cewek yang kuat, gak semua orang bisa bertahan jika mereka berada diposisi lo," ucap Citra tersenyum manis menatap sekelilingnya.

  "Apapun masalah lo, gue bakal bantu selagi gue bisa. Lo gak sendiri lagi, sekarang banyak orang yang peduli sama lo, misalnya gue, Vian, dan Daffa. Gue lihat-lihat dia nempel terus kan sama lo," sambung Citra.

"Lo bener, gue nggak bisa terus menerus terpuruk karena masa lalu," sahut Vio.

"Eh, kok gue ngerasa familiar sama cowok di foto ini ya," ucap Citra menunjuk foto Vio saat kecil yang tengah berpelukan erat dengan anak laki-laki.

"Dia sahabat kecil gue, cinta pertama gue, orang yang berarti bagi gue dan segalanya bagi gue," ucap Vio.

"Lo kenal dia," sambung Vio yang membuat Citra semakin mendekati foto itu.

"Mukanya mirip Galen, tapi nggak mungkin kan kalo dia itu Galen?" ucap Citra seraya berpikir.

"Dia emang Galen," lirih Vio yang membuat Citra seketika menoleh kearah Vio.

"Dulu kita selalu bersama sejak masih bayi, setiap hari gue selalu dititipin ke keluarga Galen karena lo tau sendiri alasannya, gue yakin Vian pasti udah cerita. Kemanapun Galen pergi, gue pasti selalu ikut, bahkan keluarga dia udah nganggep gue seperti anak mereka sendiri. Gue seneng, dia selalu jagain gue, setidaknya sampai Bunda gue meninggal. Saat itu gue masih kelas 3 SD, gue bener-bener terpuruk, bahkan gue sampe depresi hingga akhirnya gue dikirim bokap pindah ke Singapur untuk berobat, mereka tentu malu kalo punya anak mengidap gangguan mental," ujar Vio menjelaskan.

"Setelah gue lulus SD disana, gue balik ke sini atas perintah mereka, tentu saja gue tahu, mereka gak bakal lepasin gue begitu aja karena gue adalah sumber uang bagi mereka. Gue seneng bisa balik, tapi gue gak bisa nemuin sahabat kecil gue. Dia bahkan udah bahagia sama sahabat gue sendiri, gak mungkin gue dateng terus merusak hubungan mereka," lirih Vio dengan mata yang kini sudah berkaca-kaca.

"Gue bakal dukung lo apapun yang terjadi," ucap Citra menyemangati.

"Ternyata lo orangnya asik juga, gue rasa ini emang sifat asli lo, gue lebih suka lo yang kek gini," ucap Citra tersenyum lebar.

"Gue harap kita bisa berteman baik" sambung Citra.

"Tentu!" sahut Vio seraya tersenyum tipis.

VIOLETTA (Triangle Love)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang