Kedua remaja terlihat terburu-buru melewati lorong rumah sakit. Medua remaja itu masih mengenakan seragam sekolah yang sama, dapat dipastikan jika mereka berdua membolos, karena jam masih menunjukan pukul 11.00 WIB.
Sesampainya diruangan yang mereka tuju, mereka segera memasuki ruangan tersebut. Disana ia melihat Ayahnya terbaring lemah dengan bantuan berbagai alat yang menempel pada tubuhnya.
Vio mendekati ayahnya dengan menatap sendu lalu menggenggam tangan Ayahnya seraya menahan tangis.
Sementara itu, Leo hanya melihat Vio dengan tatapan sendu juga, ia juga tidak tega melihat gadis itu.
"Ayah, Vio kangen," lirih Vio yang mampu didengar oleh Leo.
Setelah beberapa menit menjenguk Ayahnya, Vio beralih ke ruangan sebelah, tempat dimana Ibu tirinya dirawat diikuti oleh Leo dibelakangnya.
Ia membuka pintu itu perlahan, dilihatnya seorang wanita paruh baya yang tengah terbaring dengan kondisi ruangan yang cukup berantakan.
Vio menatap sekeliling ruangan itu, sepertinya ada sesuatu yang baru saja terjadi. Tak lama kemudian, Dokter datang, dan menjelaskan semuanya.
"Kondisi Pak Fajar saat ini ia sudah berhasil melewati masa kritisnya, dan kita tinggal menunggu ia sadar,"
"Sementara Bu Lia, ia sudah sempat sadar, namun sepertinya ia belum bisa menerima keadaannya yang sekarang,"
"Saat ia sadar, ia mendapati dirinya yang tidak bisa bergerak, ia tentu merasa tertekan, meskipun kami sudah menjelaskan jika itu hanya lumpuh sementara,"
"Ia juga kehilangan penglihatannya, dan itu permanen. Bu Lia sangat tertekan akan kondisinya dan dia sepertinya mengalami depresi ringan karena hal itu,"
"Ia mengamuk dan membanting barang apa saja yang berada didekatnya, jadi kami terpaksa menyuntikan obat penenang agar dia bisa tertidur,"
"Saya harap, dari keluarga sendiri selalu memberikan dukungan kepada Bu Lia, karena saat-saat seperti yang ia butuhkan hanya dukungan dari anggota keluarganya," ujar sang Dokter menjelaskan dan diangguki oleh Vio.
"Makasih Dok," ucap Vio setelah itu sang dokter pamit meninggalkan mereka.
"Lo pasti kuat Vi," ujar Leo seraya tersenyum lebar kearah Vio dan dibalas anggukan kepala oleh Vio.
"Gue gak tau lagi harus gimana Le," ucap Vio seraya tersenyum miris.
Setelah cukup lama menghabiskan waktu dirumah sakit, Leo memutuskan untuk mengantarkan gadis itu pulang, namun Vio menolak keras dan hal itu tentu membuat Leo merasa kesal.
"Pokoknya gue anterin lo pulang," titah Leo.
"Gak," tolak Vio.
"Lo kesini bareng gue Vi, jadi lo juga harus pulang bareng gue," ucap Leo memaksa.
"Sejak kapan ada aturan kek gitu?" tanya Vio seraya tersenyum miring.
"Sejak gue ngomong tadi," ujar Leo santai.
"Gue ada urusan sama Citra setelah ini, lo duluan aja Le," ujar Vio menjelaskan.
"Masih jam segini, sekolah belum balik," ujar Leo seraya menatap jam pada pergelangan tangannya.
"Dia nggak masuk," sahut Vio apa adanya, karena Citra memang tidak masuk sekolah hari ini, entah karena alasan apa.
"Sejak kapan cewek rajin itu suka bolos?" tanya Leo, karena memang benar Citra sangat rajin dan anti membolos, apalagi ia menjabat sebagai ketua kelas.
Setelah berdebat panjang dengan Leo akhirnya Vio diizinkan untuk pulang bersama dengan Citra.
Beberapa menit menunggu Citra, akhirnya gadis itu datang juga dengan mengendarai scoopy kesayangannya.
Mereka segera menuju tempat yang sudah direncanakan, yaitu rumah pohon. Untuk pertaman kalinya ia mengajak Citra ke rumah pohon itu.
Citra memakirkan motornya dibawah rumah pohon itu, ia mengamati sekeliling dan gadis itu cukup takjub dengan pemandangan yang berada disana.
"Eh Vi, tungguin Gue," ucap Citra saat menyadari Vio yang langsung memanjat rumah pohon tersebut.
Mereka berdua duduk dirumah pohon itu. Angin yang berhembus pelan seakan membuat suasana semakin tenang.
"Jadi, lo tau darimana soal kecelakaan itu?" tanya Vio, karena ternyata Citra sudah mengetahuinya.
"Gue ngikutin lo ke rumah sakit hehe," ucap Citra yang berbohong.
"Sabar ya Vi, gue yakin lo psti bisa lewatin ini," ujar Citra menyemangati.
Mereka saling bergelut dengan pikiran masing-masing. Entah apa yang mereka pikirkan.
Vio mengambil pena yang berada disaku seragamnya, kemudian menuliskan sesuatu pada kertas yang berada disana.
Banyak hal yang belum aku mengerti tentang dunia
Kadang dia berpihak padaku
Tetapi kadang dunia juga membuatku bersedih..Brakk!
Terdengar suara seperti benda jatuh dibawah sana, hal itupun membuat Citra dan Vio seketika menatap kebawah. Dan ia mendapati seorang pria paruh baya yang tengah membawa gerobak sampah dan sepertinya grobag yang iya bawa oleng, sehingga gerobag itu terjatuh begitu juga dengan sampah yang ia bawa.Vio dan Citra yang melihat hal itu dari atas, segera turun dari rumah pohon dan membantu pria paruh baya itu.
Vio dan Citra memasukkan sampah yang berserakan kedalam grobak.
"Maaf ya Neng, jadi ngepotin," ujar sang Bapak yang tidak hati akan hal itu.
"Nggak papa Pak, lain kali hati-hati ya Pak," sahut Citra.
"Iya Neng, soalnya musim hujan, jadi jalannya licin," ujar orang itu menjelaskan.
"Sekali lagi terimakasih banyak Neng, kalu begitu saya permisi, soalnya harus ngantar sampah-sampah ini ke tempat pembuangan," ujar pria paruh baya itu yang diangguki oleh Citra dan Vio.
Setelah orang itu pergi, Citra dan vio memutuskan untuk pergi menuju rumah Vio dan Citra berniat akan menginap dirumah gadis itu untuk menemaninya.
Setelah kepergian Vio dan juga Citra, kini ketiga remaja cowok baru saja sampai di rumah pohon itu.
Galen langsung memanjat rumah pohon itu, sementara Fahri dan Justin bermain basket dibawah rumah pohon itu.
Mereka memang sengaja datang ke rumah pohon itu setelah pulang sekolah, tujuan mereka masih sama, yaitu untuk mencari keberadaan Letta kecil.
Lama duduk dan berdiam diri seraya menikmati pemandangan dari atas rumah pohon tersebut, tiba-tiba netranya tertuju pada selembar kertas yang berada dipojok.
Galen mengambil kertas itu dan disana terdapat tulisan. Ia membaca tulisan itu perlahan.
Banyak hal yang belum aku mengerti tentang dunia
Kadang dia berpihak padaku
Tetapi kadang dunia juga membuatku bersedih.."Letta," lirih Galen.
Galen segera menuruni anak tangga rumah pohon tersebut. Sesampainya disawah, ia menatap kesana kemari mencari teman masa kecilnya.
Ia berharap gadis itu belum terlalu jauh, namun nihil, ia tidak menemukan ada siapa-siapa disana kecuali ia dan kedua sahabatnya.
Fahri dan Justin yang melihat Galen sepergi orang kebingungan segera mendekatinya, dan menanyakan apa yang terjadi.
"Letta dari sini Jus, Ri," ucap Galen menggebu-gebu.
"Gue nemuin ini, gue yakin ini Letta yang nulis," ujar Galen seraya menunjukan selembar kertas itu kepada kedua sahabatnya.
Vote and komen ya guyss..
Spam next juga bolehh..Happy reading
KAMU SEDANG MEMBACA
VIOLETTA (Triangle Love)
Teen Fiction'Kesalahan terbesarku adalah menyimpan rasa terhadap kekasih sahabatku sendiri'~Violetta Adara La Lubis Update setiap hari😊