"Aku berharap terbangun dari tidur, dan ini semua hanya mimpi," Violetta Adara La Lubis.
Vio berlari menuju tempat berkumpulnya seluruh murid SMA Jaya. Pikirannya hanya terjutu pada Vian. Ia berharap apa yang ini tidak benar-benar terjadi.
Disana nampak Citra yang tertunduk seraya menangis yang masih ditenangkan oleh Dina.
Vio menghentikan langkahnya tepat didepan Citra. Ganis itu menatap Citra dengen tatapan yang sulit diartikan dan nafas yang masih memburu.
"Mereka bohong kan?" tanya Vio dengan menahan tangisnya.
"Mereka bohong kan Cit?" tanya Vio lagi.
"Vian ngga mungkin ninggalin gue kan?" tanya Vio lagi.
Citra tidak mampu menjawab pertanyaan dari Vio, ia hanya menjawab dengan menggelengkan kepala pertanda bahwa berita duka itu memang benar.
Vio tertunduk dengan jawaban Citra. Air mata gadis itu sudah tidak bisa ditahan lagi. Ia meneteskan air mata namun tidak mengeluarkan suara tangisan.
Galen dan Justin yang baru saja sampai hanya menatap mereka iba.
Sementara Daffa, cowok itu sangat ingin memwluk Vio untuk menenangkan gadis itu, ia beranjak ingin mendekati gadis itu, namun pergelangan tangannya ditahan oleh Sella.
-------------------------
Siang itu langit begitu gelap, udara terasa dingin sekan menandakan sebentar lagi hujan akan turun. Bahkan langit pun ikut bersedih atas kematian Vian, beruntung proses pemakaman sudah selesai dilakukan.
Sebagian dari mereka sudah pulang kerumah dan sebagian lagi masih menetap disitu seraya mengamati makam Vian.
Mereka menatap sendu dua gadis yang tengah tertunduk diatas makam Vian. Bahkan pakaian mereka sudah sangat kotor karena menyatu dengan tanah.
"Kamu sekarang udah tenang, aku harap kamu bisa bahagia Vian," ucap Citra sendu.
"Ibu kamu pasti bangga punya anak kaya kamu, dia pasti ngga akan benci sama lo lagi," lanjut Citra.
"Tapi lo ngebiarin gue sendiri, lo ninggalin gue sama Vio. Padahal kita masih butuh sosok lo, terutama Vio," lirih Citra seraya terus meneteskan air mata.
Matanya sudah sembab karena sedari tadi di sekolah ia masih saja menangis.
"Lo udah janji buat lindungi gue Ian,"
"Lo udah janji kalo kita akan bahagia bareng-bareng nantinya,"
"Lo jahat, lo pergi duluan,"
"Disaat semua orang benci ke gue, cuma lo yang selalu dukung gue,"
"Nanti siapa lagi yang akan support gue?"
"Siapa yang akan selalu percaya sama gue?"
Hiks hikss!
Tangisan Vio semakin pecah, ia mengutarakan apa yang ia rasakan.Sementara Galen, Fahri, Justin menatap mereka sangat iba, begutigu juga dengwn Daffa, entah apa yang ia pikirkan sekarang.
"Maafin gue Vian, gue belum bisa jagain Vio sama kayak yang lo mau," batin Daffa.
"Kenapa lo nggak ajak gue?""Kenapa lo pergi sendri?"
"Ajak gue Vian, ajak Gue," racau Vio seraya memukul tanah kuburan yang ada didepannya.
Hari sudah semakin sore, cuaca juga sepertinya tidak terlalu bagus. Hal itu mebuat Dina menyuruh agar mereka cepat kembali ke rumah.
"Ini udah sore, mau hujan juga, sebaiknya kita pulang," ujar Daffa.
"Lo aja yang pulang, gue madih mau disini," sahut Vio.
"Yaudah si Daff, orang Vio ngga mau pulang, ya biarin aja, mungkin pengen nyusulin Vian," celetuk Sella dengan santainya.
"Lo-"
"Udah gue pulang duluan ya, ayo Cit, kita pulang, lo kelihatan capek banget," sahut Dina menengahi, karena ia tidak ingin ada perdebatan disana.
"Nanti Vio sama lo ya Gal," titah Dina yang dibalas anggukan oleh cowok itu.
"Kita Gimana Gal?" tanya Fahri.
"Lo sama Justin duluan aja, nih pake mobil gue" ujar Galen seraya melempar kunci mobilnya ke Justin dan oangsung ditangkap oleh cowok itu.
"Tapi Gal, nanti lo berdua gimana?" tanya Justin Khawatir.
"Kita bisa naik taksi," sahut Galen yang dibalas anggukan oleh Fahri dan Justin.
Justin dan Fahri beranjak menuju mobil Galen berada, mereka melihat langit yang nampak begitu gelap, juga sepertinya gerimis sudah mukai turun.
Justin mengambil payung yang ada dimobil Galen, kemudian kembali ke pemakaman dan menyerahkan payung itu ke Galen.
Benar saja hujan turun begitu deras, untung saja tidak disertai dengan petir, hanya saja hembusan angin lumayan kencang, namun gadis itu masih tertunduk di atas makam.
Kali ini ia hanya diam, tidak mengatakan apa-apa. Namun Galen tahu, gadis itu sedang memikirkan banyak hal.
Galen membuka payung itu dan bediri dibelakang Vio seraya memayungi gadis itu dari belakang. Bahkan saat ini dirinya sudah basah kuyup.
"Viandra Leonard, ulai hari ini, gue Galen akan menjaga adik lo, Vio. Seperti apa yang lo lakukan sebelumnya," ujar Galen ditengah derasnya hujan.
Vio yang mendengar itu mengalihakan pandangannya kebelakang menatap cowok yang tengah memayunginya.
Kejadian ini sama persis seperti apa yang sudah terjadi bertahun-yang lalu, tepat dimana Bunda Vio meninggal dunia.
"Al janji, Al akan jagain Letta sampai kapanpun kayak Bunda Mayang jagain Letta," ujar anak kecil itu didepan makam.
Vio menyentuh tangan Galen sedang memegang payung. Ia berdiri di tempatnya, tatapannya masih senatiasa menatap Galen.
Ditengah derasnya hujan mereka bertatapan sangat lama, bahkan payung yang Galen pegang sudah tida bisa menahan derasnya air hujan, karena angin yang cukup kencang.
Vio menangis diantara derasnya air hujan, ingin sekali rasanya memeluk cowok yang ada didepannya saat ini, namun ia tidak bisa.
Entah kenapa pandangannya mulai kabur. Ia mengerjapkan matanya berulang kali seraya masih menatap sendu Galen.
Brukk!
Benar saja, Vio pingsan didekapan Galen, untung saja cowok itu dengan cepat menangkapnya.Galen segera membawa Vio keluar dari pemakaman, ia lihat disana masih ada mobilnya. Ia tahu kedua sahabatnya tidak akan meninggalkannya.
"Lo berdua kenapa belum balik?" tanys Galen.
"Ngga mungkin kita berdua ninggalin lo sama Vio," sahut Justin.
Galen merebahkan tubuh Vio di bangku belakang dibantu oleh Justin dan Fahri
Posisi Vio saat ini berbaring dengan bantalan Paha Galen. Sementara Fahri dan Justin di depan dengan Justin yang mengemudi mobilnya.Justin menjalankan mobil itu, sementara di mobil belum ada yang memulai percakapan sama sekali, karena fahri dan Justin melihat Galen melalui spion kecil yang berada di dalam mobil.
Nampaknya Galen sangat mengkhawatirkan gadis itu, ia mengusap-usap pipi Vio sepanjang perjalanan seraya terus menatap gadis itu.
"Sekarang gue tahu, perasaan gue buat siapa," ucap Galen yang membuat justin dan Fahri saling tatap meskipun cuma sebentar.
Happy reading!
KAMU SEDANG MEMBACA
VIOLETTA (Triangle Love)
Teen Fiction'Kesalahan terbesarku adalah menyimpan rasa terhadap kekasih sahabatku sendiri'~Violetta Adara La Lubis Update setiap hari😊