Setelah kepergian Vian, hari hari Vio terasa begitu berat. Sekarang tidak ada lagi yang bisa ia harapkan dari siapapun. Orang-orang yang ia sayangi perlahan satu persatu mulai pergi.
Semakin hari Vio menjadi gadis yang semakin pendiam. Bahkan ia sering menyendiri dan lebih sering bolos dari biasanya, namun kali ini ia tidak lagi bolos seorang diri, melainkan bersama Citra, ya semenjak keperhian Vian, gadis yang terkenal pintar dan rajin itupun ikut berubah, ia sesekali ikut membolos bersama Vio.
Seperti yang mereka lakukan hari ini, saat ini mereka sedang berada dirumah sakit tempat dimana Lia dirawat, pasalnya ini sudah beberapa hari semenjak Lia mendapatkan donor mata untuknya, dan hari ini dokter akan membuka perban itu.
Seperti halnya Lia, kondisi Fajar selaku ayah dari Vio juga sudah membaik dan sudah diijinkan untuk pulang. Selama mereka dirumah sakit Vio lah yang merawat mereka dengan penuh kesabaran tanpa kebencian meskipun Vio masih ingat betul perlakuan mereka semua ke Vio.
"Lo yakin setelah ini dia ngga akan nyakitin lo lagi?" tanya Citra kepada Vio yang hanya dibalas gelengan kepala oleh Vio.
"Lo udah ngelakuin yang terbaik Vi, Vian pasti seneng kalo tau lo udah ngurus ibunya dengan baik," ucap Citra seraya tersenyum menahan air matanya.
Mereka berdua melanjutkan perjalanan mereka menuju ruangan dimana lia dirawat. Disana sudah ada dokter dan perawat yang akan membantu melepaskan perban pada kedua mata lia.
"Baik, apakah ibu lia sudah siap saya buka perbannya?" tanya Dokter itu dan hanya dijawab anggukan kepala oleh Lia.
Dokter itu perlahan membuka perban pada mata lia dibantu oleh suster yang saat itu berada disana. Setelah selesai dilepas perlahan lahan lia mengerjapkan matanyamemastiksn bahwa saat ini penglihatannya kembali. Ia sangat senang mengetahui bahwa saat ini ia bisa melihat lagi.
Fajar yang menyaksikan itu segera memeluk lia erat, ia ikut senang akan hal itu. Sementara Via dan Citra yang juga menyaksikan itu hanya tersenyum melihatnya.
Disisi lain disekolah nampak sangat sepi. Tidak seperti biasanya entah kenapa hari ini terasa ada yang kurang bagi Galen, meskipun saat ini ia sedang bersama dengan kedua sahabatnya dan juga Dina.
"Vio kenapa ngga masuk Din?" tanya Galen yang membuat gadis itu menoleh kearahnya dan berhenti menyeruput minumannya.
"Ngga tau tuh, bolos bareng Citra, gue ngga diajak sedih banget si gua berasa ngga dianggep temen," ujar Dina sok sedih.
"Kenapa lo nanyain Vio?" tanya Justin kepo.
"Kangen ya cie?" ejek Fahri.
"Gabut aja nggak ada yang dihukum," sahut Galen santai.
"Ya cari mangsa lain kek, emang Vio doang apa yang nyari masalah disekolah ini?" sinis Dina.
"Ya gue sukanya dia," sahut Galen yang membuat Fahri, Justin dan juga Dina langsung menatap kearahnya.
Begitu juga dengan Daffa yang ternyata sedari tadi duduk disamping meja Galen bersama dengan Sella. Cowok itu sedari tadi mendengarkan percakapan Galen dan juga teman-temnnya.
"Lo suka Vio?" tanya Dina dengan setemgan berteriak yang membuat beberapa pengunjung kantin menatap kearahnya.
"Hehe sory sory gue kelepasan," lirih Dina malu.
"Siapa bilang gitu?" Elak Galen.
"Lo yang tadi ngomong gitu," ujar Fahri.
"Kita semua ngga budeg ya," timpal Justin yang disetujui oleh Dina.
"Gue cuma suka ngehukum Vio," ucap Galen dengan senyum miringnya yang membuat fahri, Justin dan juga Dina mengerutkan keningnya pertanda bingung akan jawaban Galen, jawaban yang aneh bukan.
"Gila lo," sahut Dina.
"Btw Vio kenapa si akhir" ini sering banget bolos, mana bolosnya ngajakin Citra lagi?" tanya Justin yang penasaran.
"Bokap dan nyokap tirinya Vio dirumahsakit, jadi Vio yang harus bolak balik ke rumah sakit buat urus mereka," terang Dina.
"Mereka kenapa?" tanya Galen penasaran.
"Kecelakaan," jawab Dina singkat.
"Kecelakaan kapan? Kok kita ngga ada yang tau?" tanya Fahri yang juga sama penasarannya.
"Sebelum Vian meninggal, kalo ngga salah pas Sella sama Daffa ngadain acara deh," terang Dina yang membuat Sella dan Daffa langsung menatap kearah Dina karena ia menyebut namanya.
"Orang tua Vio kecelakaan pas acara itu?" batin Daffa bertanya pada dirinya sendiri.
"Jadi itu alesan Vio ngga dateng waktu itu? Apa gue udah salah paham sama dia?" sambung Daffa.
Brakk!
Daffa bangkit dari tempat duduknya secara tiba tiba hingga membuat bangku yang sebelumnya ia tempati terjatuh kebelakang."Daff, lo mau kemana?" tanya Sella kesal karena ditinggal.
Cowok itu bergegas pergi ke rooftop, sesampainya disana ia bergegas menelfon seseorang namun nihil tidak ada jawaban sama sekali dari gadis itu.
"Akhh sialan, harusnya gue waktu itu nanya alesan kenapa dia ngga dateng," ucap Daffa putus asa seraya mengacak-acak rambutnya kasar.
"Kenapa lo?" tanya Leo yang ternyata sudah berada di rooftop terlebih dahulu bersama dengan Fino sahabatnya. Mereka tentu saja melihat apa yang sedari tadi Daffa lakukan.
"Lo-" belum sempat Daffa selesai dengan ucapannya, Leo sudah lebih dahulu memotong ucapannya.
"Vio?" tanya Leo seraya menaikan satu alisnya hal itu sontak membuat Daffa menatap intes kearah cowok itu seraya menunggu Leo melanjutkan kata katanya.
"Gue yang waktu itu nganterin Vio ke rumah sakit pas acara lo sama Sella tunangan," ujar Leo seraya tersenyum miring seakan menyindir.
"Jahat ya kalian," sambung Leo.
Leo menceritakan semua yang terjadi kwpada Daffa, begitu juga dengan kesalhpahaman yang terjadi waktu itu di rumah Vio.
Daffa tidak menyangka telah membiarkan Vio melewati hal itu sendirian, bahakn saat kepergian Vian, cowok itu juga tidak berada disisinya.
"Gue bego,"
"Sialan,"
" Arkhhh,"
Umpatan demi umpatan terus keluar dari mulut Daffa. Ia merutuki kebodohan dirinya sensdiri karena telah membiarkan Vio begitu saja. Betapa bodohnya dia sekarang.
Ia mengetahui itu semua saat ia sudah terlanjur bertunangan dengan Sella, gadis yang sama sekali tidak ia cintai.Haloo authorr come back guyss!
![](https://img.wattpad.com/cover/278572857-288-k766412.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
VIOLETTA (Triangle Love)
Teen Fiction'Kesalahan terbesarku adalah menyimpan rasa terhadap kekasih sahabatku sendiri'~Violetta Adara La Lubis Update setiap hari😊