Saat ini Galen masih termenung di rooftop sekolah, bahkan ia tidak mendengar bel yang sudah berbunyi sejak tadi.
Cowok itu berdiri pada pembatas rooftop seraya menatap lurus ke depan.
Ia mendengar suara pintu rooftop yang dibuka oleh seseorang, namun ia sama sekali tidak peduli dan tidak ingin tahu siapa yang datang.
Langkah orang itu terhenti dan diam selama beberapa detik, namun sepertinya orang itu akan pergi, sehingga Galen membalikkan badannya dan netranya bertatapan dengan gadis yang saat ini tengah ia pikirkan.
Galen tidak menyangka akan bertemu dengan Vio disini. Terlebih lagi saat ini mereka hanya berdua, mungkin memang saat ini adalah waktu yang tepat agar mereka bisa membicarakan sesuatu yang mengganggu pikiran mereka masing-masing.
Vio berniat segera membalikkan tubuhnya dan berniat melanjutkan langkahnya, namun baru satu langkah, Galen sudah lebih dulu menahan pergelangan tangannya.
Vio menghentikan langkahnya dan menatap datar pergelangan tangannya yang masih dicekal oleh Galen, hal itupun membuat Galen melepaskan tangan Vio.
"Lo beneran jadian sama Daffa?" tanya Galen menatap intens wajah Vio.
"Hm," Vio hanya berdehem sebagai jawaban.
"Apa lo udah nggak ada rasa lagi sama gue?" tanya Galen, namun Vio hanya mengedikkan bahunya acuh.
"Lo nggak mau berjuang lagi?"
"Tolong jangan buat gue lebih menderita dari pada ini," sahut Vio tanpa membalas tatapan Galen.
"Gue nggak mungkin bisa bahagia diatas penderitaan sahabat gue, biar gimanapun Sella masih gue anggep sahabat,"sambung Vio.
"Dia bahkan nggak pernah mikirin gimana perasaan lo, dia selalu nuduh lo macem-macem, sahabat macam apa dia hah?" ujar Galen dengan suara yang sedikit meninggi.
Vio terdiam mendengar ucapan Galen. Memang benar jika Sella seringkali melukai perasaan Vio, namun disini Vio sadar, jika dia juga salah.
"Lalu bagaimana dengan gue? Gue juga salah karena selama kalian pacaran, gue diem-diem nyimpen perasaan sama lo, sahabat macam apa gue?" ujar Vio disertai kekehan kecil diakhir kalimat.
"Gue disini juga salah, itu sebabnya gue berusaha memperbaiki hubungan persahabatan gue," sambung Vio seraya menatap kedepan.
"Dengan ngorbanin perasaan lo?" tanya Galen yang membuat Vio menatap tajam kearahnya.
Mereka bertatapan selama beberapa detik, hingga akhirnya Vio yang memutuskan pandangan mereka terlebih dahulu.
"Gue udah nentuin pilihan gue sendiri, gue harap lo ngerti!" ucap Vio seraya membuang muka.
"Gue harap lo bisa perlakuin gue seperti biasa dan anggap perasaan ini nggak pernah ada," pinta Vio.
"Ok kalo emang itu mau lo," sahut Galen pada akhirnya.
Vio berjalan menuju sofa usang yang berada disana, ia mendudukkan dirinya seraya membuang nafas kasar.
Galen mengikuti Vio duduk disamping gadis itu. Ia bahkan mengacak-acak rambutnya kasar, seraya memejamkan matanya.
Mereka duduk bersebelahan tanpa mengeluarkan sepatah katapun untuk waktu yang sangat lama. Bahkan tidak ada percakapan diantara mereka sama sekali, hingga akhirnya Galen mencoba memulai percakapan.
"Lo bolos?" tanya Galen lagi, berusaha mencairkan suasana.
"Bukan urusan lo!" ketus Vio.
"Gue Ketos, jadi itu akan jadi urusan gue juga," sahut Galen.
KAMU SEDANG MEMBACA
VIOLETTA (Triangle Love)
Teen Fiction'Kesalahan terbesarku adalah menyimpan rasa terhadap kekasih sahabatku sendiri'~Violetta Adara La Lubis Update setiap hari😊