TIGA PULUH DUA

241 24 0
                                    

"Nathan?!" Suara dari luar kamarnya membuat Nathan spontan menoleh.

Nathan yang awalnya memainkan hpnya jadi terdiam melihat keberadaan sang papa di luar kamarnya. Perlahan Daniel masuk ke dalam kamar anaknya. Tatapannya penuh intimidasi membuat Nathan waspada.

"Ini waktunya belajar, bukan main hp. Kamu harusnya bisa mengondisikan waktu dengan baik. Bagaimana kalau nilai kamu anjlok karena keseringan bermain hp?" Tutur Daniel.

"Maaf, pa, tapi ini tadi ada kepentingan jadi main hp bentar." Nathan berusaha menjawab dengan nada yang santai.

"Taruh hpmu dan mulai, lah, belajar. Jangan sampai papa melihat kamu bermain hp dijam-jam belajar. Paham?" Tukas Daniel.

"Paham."

"Bagus. Papa mau ngecek kamar kembaranmu dulu." Setelah mengucapkan itu Daniel pergi dari kamar Nathan dan menutup kembali pintu kamar tersebut.

Setelah sang papa pergi, Nathan baru bisa bernafas lega. Dia kembali bermain hp, seperti tidak kapok akan tuturan tajam sang papa barusan.

Biarin aja, lah, lagipula papa nggak bakal ngecek lagi. Pasti bakal ke kamar buat mesra-mesraan sama mama, batin Nathan acuh.

Sudah sedari tadi Nathan menelpon Manda tetapi tidak kunjung diangkat juga. Nathan kalut. Apa iya Manda masih marah padanya? Tapi, kan, dia juga berhak untuk marah perihal di rooftop. Tapi kenapa di sini seolah-olah hanya Manda yang merasa paling tersakiti?

"Awet banget ngambeknya," gumam Nathan sembari mencoba menghubungi Manda kembali.

Nomor yang anda tuju sedang tidak dapat dihubungi. Coba, lah, beberapa saat lagi.

Suara perempuan dibalik sana menjelaskan bahwa Manda tidak bisa dihubungi. Bahkan melalui telpon biasa. Nathan mengerang prustasi. Karena sering memikirkan masalah ini, tugas Nathan jadi terbengkalai. Itu menyebabkan sang papa marah padanya.

Tetapi Nathan tidak berputus asa, dia kembali menghubungi Manda. Bahkan kalau bisa sampai diangkat. Manda terakhir dilihat sore tadi sekitar jam 16.00. Apa mungkin Manda sedang belajar? Maklum, ini, kan, memang akan PTS. Tapi rasanya tidak mungkin, Manda tidak serajin itu.

"Oke, gue bakal coba lagi, kalau nggak bisa gue bakal belajar." Ujar Nathan yakin.

Di dering ketiga, akhirnya Manda mengangkat telponnya. Dalam hati Nathan berteriak girang. Nathan berdehem pelan sebelum memulai percakapan.

"Halo assalamu'alaikum, siapa, ya?"

-

Bukannya belajar atau melakukan kegiatan lain. Di jam 16.00 sore ini, Manda malah tidur dengan tenang di kasurnya. Dia sebenarnya sudah tau kalau sore tidak boleh tidur, tetapi apalah daya? Kantuk yang menyerang tidak mudah untuk dilawan, akhirnya tumbanglah Manda dengan segala kepenatannya di atas kasur empuk miliknya.

Bahkan, bunyi dering yang berasal dari handphonenya, pun, tidak dianggap oleh Manda. Dia tidak peduli terhadap orang yang menelponnya itu. Kalau, pun, butuh, pasti orang itu akan menelponnya lagi nanti.

Setelah dering tersebut mati, suara ketukan pintu mulai terdengar. Manda, pun, juga tidak membukanya atau sekadar menyahut panggilan dari bibinya. Dia tetap tertidur dengan tenang seakan-akan tidak mendengar suara tersebut.

Bibinya yang bernama Winda itu akhirnya membuka pintu kamar Manda. Winda terkejut karena melihat ponakannya yang masih tertidur. Padahal hari sudah sore sekali. Winda menggelengkan kepalanya lantas segera membangunkan Manda.

The Twins and FriendsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang