LIMA PULUH

84 13 2
                                    

Natasha turun dari tangga menuju ruang makan. Ia menguap lebar dan merenggangkan tangannya. Karena sedang halangan, ia jadi terlambat bangun pagi. Di ruang makan, ia hanya menemukan papa dan kembarannya saja, tanpa sang mama.

Natasha yang biasanya duduk di samping Nathan, kini memilih duduk di samping papanya.

"Mama mana, Pa?"

"Ke depan sebentar tadi."

Natasha lalu mengambil nasi dan lauk untuk dirinya sarapan. Nathan yang melihat kembarannya masih dalam keadaan kucel, menyeletuk.

"Minimal cuci muka," komentar Nathan.

Tetapi, Natasha tak acuh dan memilih bertanya pada papanya. "Papa hari ini kerja, ya? Kok pakai kemeja? Ini, kan, tanggal merah."

"Iya, Cha. Lagi ada problem dikit. Kamu hari ini rencana mau ke mana?"

"Mau shopping sama Mama," jawab Natasha lalu menyodorkan tangannya, "minta uang dong, Pa."

"Emang uangmu ke mana?"

"Habis, hehe."

"Dibuat jalan terus, sih. Bukannya diem di rumah dan belajar, malah keluyuran," sahut Nathan.

Lagi-lagi Natasha tak menghiraukan. Daniel dapat merasakan situasi yang tak enak. Ia mengambil dompet dari saku celananya dan mengeluarkan beberapa lembar uang berwarna merah untuk anak perempuan satu-satunya.

"Kamu mau juga, Than?" tanya Daniel.

"Enggak, aku bisa cari sendiri. Kan udah kerja bareng Papa," jawab Nathan.

"Gak kayak si itu, minta terus kerjaannya," lanjut Nathan sembari melirik Natasha.

"Papa, kan, kerja buat gue. Lagian Papa gak keberatan gue mintain uang. Situ sewot banget. Iri, ya, gak bisa tinggal ngulurin tangan terus dapet uang? Kasian banget, deh, ah," Natasha menjawab dengan judes.

Nathan terperangah mendengar jawaban dari kembarannya. Bisa-bisanya Natasha menjawab seperti itu. Padahal niatnya, kan, hanya bercanda.

Daniel mengulum bibir, "Papa gak keberatan, kok, kalian mintain uang. Kan emang Papa kerja buat kalian. Kalo uangnya gak dipakai, terus mau dibuat apa? Lain kali Nathan jangan ngomong gitu ke Acha. Kan kayak katamu tadi, Acha harusnya belajar aja di rumah."

"Kamu juga keren, kok, Than, udah mau belajar buat kerja sedikit-sedikit bareng Papa. Jarang-jarang, loh, ada anak yang masih sekolah terus mau bantuin orang tuanya kerja di kantor," lanjut Daniel.

"Jadi, intinya kalian itu sama-sama kebanggan Papa." Daniel mengucapkan itu dengan tersenyum hangat.

"Tapi, aku gak pernah ngebanggain Papa atau Mama," sahut Natasha lemah, "gak kayak Nathan yang pinter, terus bantuin Papa kerja."

Daniel mengelus rambut Natasha dengan sayang, "Cha...gak semua itu harus diukur dengan kepintaran dan kerja keras. Tapi, dengan kamu nurut sama Papa aja, itu udah termasuk buat Papa seneng. Jadi, Papa bangga sama kamu."

Natasha tersenyum lebar dan memeluk papanya dengan erat. Daniel balik memeluk putrinya. Nathan yang melihat pemandangan indah itu tersenyum tipis. Sedangkan Nazwa yang melihat dari pintu, tersenyum penuh haru.

---

Mutiara memasuki kelas dengan tergesa-gesa. Arika yang sedang menikmati es krimnya langsung bertanya, "Tumben udah bel baru datang?"

"Gue lagi sibuk banget akhir-akhir ini, tolong jangan ganggu, ya," ucap Mutiara setelah mengeluarkan laptop dari dalam tasnya.

The Twins and FriendsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang