LIMA PULUH SATU

75 12 0
                                    

"Bisa gak, sih, sehari aja lo jangan ngeganggu gue? Hidup lo se-ngebosenin itukah sampai-sampai gak ada kerjaan selain ganggu gue?" Kesal Natasha ketika kembarannya itu terus saja menyenggol kakinya.

Tetapi, Nathan tak menghiraukan. Lelaki itu terus saja menyenggol kaki Natasha tanpa rasa bersalah. Telinganya sengaja ia tulikan supaya tak mendengar gerutuan Natasha.

Karena kesal terus diganggu, Natasha membanting pulpennya di meja. Emosinya memuncak. "Gue bunuh, ya, lo!"

"Bunuh aja gue, Cha. Gue bosen hidup," balas Nathan sembari tersenyum geli.

Mendengar balasan Nathan, semakin membuat kekesalan Natasha bertambah. Ia lalu mengambil bantal sofa dan memukulkan ke badan Nathan yang tengah terlentang. Nathan yang awalnya menutup mata, langsung membuka mata ketika merasakan tubuhnya dipukul benda empuk.

"Ampun, Cha. Aw, Cha! Udah, Anjir! Sakit badan gue," Nathan terus berlarian memutari ruang tamu dengan Natasha di belakangnya yang membawa dua buah bantal sofa.

"Rasain! Siapa suruh ganggu orang belajar!" Natasha kembali menggebuk badan Nathan dengan penuh dendam.

"Oke-oke, stop! Gue kalah," akhirnya Nathan mengangkat kedua tangannya tanda ia menyerah.

Natashapun membuang bantal sofa tadi ke sembarang tempat dan berlanjut membanting tubuhnya di sofa ruang tamu yang empuk itu. Napasnya ngos-ngosan. Begitu pula dengan Nathan.

"Badan gue remuk, Cha, lo gebukin." Keluh Nathan seraya memegangi bahunya.

"Salah siapa ganggu? Kemarin-kemarin siapa, sih, yang nyuruh gue buat belajar? Hah? SIAPA?" Natasha berteriak di akhir kalimat.

Nathan langsung menutup kedua telinganya karena suara Natasha yang sangat keras.

"Persis toa," desis Nathan pelan. Tetapi, karena Natasha sedang sensitif, suara Nathan cukup terdengar jelas di telinganya.

"Apa lo bilang? Toa?" Natasha mendekat ke arah Nathan dan bersiap menarik telinga Nathan sampai memerah.

Tetapi, sebelum itu terjadi, suara dari mamanya di dapur menghentikan. Saudara kembar itu refleks menoleh bersamaan ke arah dapur. Kemudian suara mamanya kembali terdengar, dan membuat kedua anak itu berlari menuju dapur. Mereka berlomba-lomba tentang siapa yang yang akan mencapai dapur terlebih dahulu.

Natasha menyenggol lengan Nathan supaya lelaki itu oleng dan ia bisa mendahului. Tetapi, karena kurang beruntung, Natasha hampir terpeleset tepung yang ada di lantai dapur. Untung sang papa sigap menggapai lengan anak perempuannya itu.

Dan akhirnya, Nathan berhasil menang dan langsung memeluk sang mama dari belakang.

"Gue yang menang, Cha, kasian deh mau jatuh. Jangan nangis, ya." Tawa Nathan seketika meledak.

"Ish! Awas, ya, lo!" Natasha menghentakkan kakinya kesal. Ia menatap Nathan penuh dendam.

"Kalian ini kenapa, sih?" Tanya Nazwa heran. Danielpun sama. Ia menggeleng-gelengkan kepalanya dan lanjut duduk di kursi makan sembari melanjutkan meminum kopinya.

"Athan, tuh, Ma, jahilin Acha mulu. Padahal, kan, Acha lagi belajar. Eh, malah diganggu," gerutu Natasha lalu menyingkirkan tubuh Nathan dari mamanya. Seteleh itu ia langsung memeluk Nazwa dengan erat.

"Athan... Kamu, nih, suka banget, sih, jahilin Acha. Siapa coba kemarin yang nyuruh Acha belajar terus?" Ujar Nazwa.

Nathan menggaruk tengkuknya yang tak gatal. "Acha ngapain pakek ngadu, sih, dasar cewek! Untung adik sendiri," batin Nathan menggerutu.

"Iya, Ma. Maaf, ya, Cha, gue sengaja ganggu lo, karena itu satisfying," jawab Nathan dengan tampang menyesalnya yang dibuat-buat.

"Gue bunuh beneran, ya, lo!" Hardik Natasha tambah kesal.

The Twins and FriendsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang