TIGA PULUH LIMA

142 18 0
                                    

"Kenapa?" tanya seorang cewek dari seberang sana.

"Tadi lo pulang bareng siapa? Kenapa nggak nyamperin gue? Gue, kan, udah bilang kalo kita pulang bareng. Lo juga udah gue chat dan telpon, tapi kenapa nggak lo angkat?" Seorang lelaki memberondongi dengan pertanyaan.

"Lo lagi sibuk sama cewek lain, sih."

"Cewek? Maksud lo Amel? Ya Allah, Manda. Dia itu bukan siapa-siapa gue, gue kenal dia karna rumahnya depan nenek gue. Udah, itu aja."

"Oh."

"Oh, doang?"

"Terus?"

"Ya minta maaf atau apa gitu. Oiya, lo belum jawab pertanyaan gue. Lo pulang bareng siapa? Kenapa harus cowok? Kalo cemburu bilang, nggak usah gengsi."

"Siapa yang bilang kalo gue cemburu? Dia nawarin tumpangan, yaudah gue mau. Lagipula orang yang mau gue samperin lagi asik ngobrol sama cewek."

"Ck! Siapa namanya?"

"Siapa?"

"Ya Allah, yang nawarin boncengin lo, Manda! Lemot amat jadi orang. Pacar siapa, sih?"

Manda terdiam di kamarnya, ia mematikan speaker sejenak untuk berteriak. Ia kembali menghidupkan speakernya dan membalas ucapan Nathan.

"Yang pasti lo kenal."

"Siapa? Gue bukan indigo yang bisa nerawang."

"Yaudah."

Nathan menarik napas dalam-dalam sebelum menjawab Manda. Sepertinya ia butuh stok sabar yang lebih banyak lagi. Ia harus menyetok untuk kekasihnya itu.

"Capek gue ngobrol sama lo."

"Yaudah, ngapain nelpon? Buang-buang waktu."

"Lo yang buang-buang waktu! Bukannya jawab pertanyaan gue malah bikin bingung."

"Hm."

"Udah, lah, capek gue. Besok Minggu, kita jalan-jalan, titik. Nggak pake koma apalagi pake jawaban lo. Tunggu gue jemput lo jam 09.00 pagi. Awas lo sampe nggak mau."

Nathan mematikan panggilan setelah itu. Ia mengatur napas lagi. Dalam hati ia berdo'a semoga Manda mau. Ia meletakkan ponselnya dan berjalan keluar untuk pergi ke kamar kembarannya.

Setelah telpon dimatikan oleh Nathan, Manda terdiam. Ia lemas. Tidak lama kemudian ia meloncat-loncat di kasurnya dan berteriak. Ia menari dan bernyanyi layaknya artis papan atas yang terkenal.

Manda senang, tentu saja. Diajak jalan-jalan oleh Nathan adalah impiannya. Ah, Nathan peka juga. Untung Nathan bukan tipe cowok yang cemburu berlebihan. Nathan hampir memasuki tipe cowok idaman Manda. Hm, beruntungnya ia.

Setelah lelah meloncat-loncat dan berteriak, Manda turun dari kasur. Berjalan dengan riang menuju ruang keluarga untuk menemui paman dan bibinya.

Manda dapat melihat jika paman dan bibinya sekarang tengah duduk di sofa depan televisi. Winda terlihat menempel pada suaminya.

Manda berjalan mengendap-ngendap di belakang paman dan bibinya. Ia ingin mengageti mereka berdua. Tetapi sebelum itu, Darma telah menyadarinya.

Tanpa menoleh Darma berkata. "Paman udah tua, nggak takut kalo sakit Jantung? Nanti siapa yang jagain kamu?"

Perkataan suaminya membuat Winda menoleh ke arah Manda. Di sana Manda cengengesan dengan perasaan tak bersalahnya. Winda menatap Manda dengan perasaan kesalnya.

The Twins and FriendsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang