LIMA PULUH DUA

72 13 2
                                    

Hari ini adalah hari pertama PAT dilaksanakan. Semua berusaha mengerjakan dengan sungguh-sungguh. Kelas X IPA 1 yang biasanya ramai, kini hening. Semuanya pokus mengerjakan. Terutama Arya, lelaki itu sangat serius sampai-sampai belum ada setengah jam, dia sudah selesai mengerjakan.

"Loh, kamu serius sudah selesai, Arya?" Tanya guru sejarah dengan raut wajah bingung.

Arya mengangguk lalu berbalik menuju kursinya lagi. Ia baru saja mengumpulkan jawaban ulangan sejarah pada gurunya.

Karena merasa tidak percaya dengan Arya, guru itu membaca jawaban lelaki itu. Dan yang membuat tidak percaya lagi, jawaban Arya 90% benar semua. Waw! Guru itu sampai melongo.

"Ar, bagi contekan dong!" Pinta Alvin dengan suara pelan.

"Udah gue kumpulin."

"Ck! Yang lo kumpulin, kan, jawabannya, bukan soalnya. Harusnya lo masih inget jawaban lo dong. Cepetan, nomer tujuh belas aja," paksa Alvin.

Arya menghela napas dan membuka kembali soal tadi. Kemudian ia memberikan dua jarinya pada Alvin, dengan segera Alvin menulisnya di kertas jawabannya.

Nathan yang sedari tadi melihat interaksi mereka berdua, langsung dengan segera menulis jawabannya di kertas ulangannya juga.

"Emang rejeki anak sholeh," batinnya.

Pas sekali Alvin bertanya di soal yang sangat sulit. Jadi lebih memudahkan Nathan dalam mengerjakan.

Sebenarnya banyak soal yang tidak bisa Nathan kerjakan, tetapi ia malu jika harus bertanya pada Arya. Mereka, kan, sedang bertengkar. Nathan gengsi dong kalau harus meminta jawaban pada Arya?

Karena Nathan terus menatap pada Arya, lelaki itu menoleh juga pada Nathan. Mereka berdua bertatapan. Kemudian Arya memberikan pertanyaan, "Mau nanya juga?"

Nathan hanya diam menatap Arya datar lalu menunduk untuk melanjutkan menjawab soalnya. Aryapun kembali menoleh ke depan. Ia memainkan handphone sembari menunggu jam istirahat tiba.

Di kelas X IPA 2, Arika sedang sibuk mencari contekan. Mutiara sibuk menggaruk kepala seraya berusaha mengingat-ingat apa yang ia pelajari semalam. Sedangkan Natasha, sibuk memutar-mutar pulpen di jarinya seraya melamun. Entah apa yang ia lamunkan.

Waktu tinggal 20 menit lagi, kelas yang tak ada guru penjaga itu kini sangat berisik. Muridnya mondar-mandir ke sana-ke mari mencari jawaban.

"Nia, bagi contekan dong," pinta Arika sedikit memaksa. Gadis itu bahkan akan membuka jawaban ulangan milik Nia, yang awalnya Nia tutup dengan buku.

"Apaan, sih, Rik. Ini itu ulangan, ya harus ngerjain sendiri dong. Sana jauh-jauh," usir Nia dan menutup jawabannya kembali supaya tak bisa dilirik Arika.

"Ish! Pelit banget sumpah lo, Ni. Gue do'ain ulangan lo hari ini dapet nilai jelek, aamiin."

"Idih, gak salah lo do'ain gue kayak gitu? Yang ada nilai jeleknya kembali ke diri lo sendiri, mampus!"

"Gue, kan, do'ainnya buat lo. Kenapa jadi balik ke gue?"

"Ya karena lo do'ainnya yang buruk. Kecuali kalo lo do'ainnya yang baik, ya berarti nilai lo bakal bagus juga."

"Yaudah gue do'ain nilai gue bagus semua, tapi kalo nilai lo jelek semua, aamiin."

"Lo sama Alvin emang gak ada bedanya."

"Gue sama Alpin, kan, tercipta emang buat saling menyayangi, Ni, jadi sifatnya harus sama biar gak berantem terus."

"Gak berantem kata lo? Bukannya lo baru baikan beberapa hari yang lalu?"

The Twins and FriendsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang