Pulang Kampung

21 2 0
                                    

Karena minggu ini long weekend, aku dan Bojo berencana untuk pulang ke kampung halamanku di Madiun. Hanya kami berdua. Bapak dan Mama nggak ikut. Kami juga sudah membeli tiketnya dari jauh-jauh hari. Bila membeli dadakan, bisa nggak kedapatan tiket karena pasti banyak yang pergi keluar kota juga seperti kami.
Oh iya, ini perdana buat Bojo ke kampung halamanku. Bojo juga yang mengusulkan kesana karena katanya ingin tahu bagaimana rasanya pulang kampung biar bisa dipamerin ke anak-anak The First Place. Cih dasar tukang pamer.

.

01.45 pm

Stasiun Pasar Senen

Setelah turun dari taksi, kami langsung mencari bangku kosong sembari menunggu jadwal keberangkatan kami. Sesuai ekspektasi, stasiun ramai jadi kami agak kesulitan mencari tempat duduk.

Begitu mendapat bangku kosong, Bojo izin sholat dan membeli cemilan untuk kami nanti. Aku mulai mengedarkan pandanganku keseluruh penjuru ruang tunggu sambil melamun hehe. Ini salah satu sifat jelekku yang Bojo paling nggak suka yaitu, melamun nggak mandang tempat. Bahkan aku bisa melamum sambil berjalan. Bingung, nggak? Jadi tatapan kosongku kearah kaki, namun kakiku terus berjalan. Ya, intinya seperti itu. Semoga kalian paham.

Saking seringnya aku melamun, Bojo pernah menegurku,

"Jangan suka bengong ditempat terbuka. Kalo kamu kecopet gimana? Atau bahkan, amit-amit dilukain gimana? Walaupun kamu pemegang sabuk hitam nggak menjamin bakal aman dari penjahat kalo kamu sering keseringan begini."

Gitu katanya.

Aku tuh, kayak nggak sadar gitu lho. Tau-tau melamun. Apalagi kalau melamun nya dikereta atau busway. Nggak perlu duduk. Cukup berdiri dekat pintu, bersandar dibagian batas tempat duduk lalu melihat keluar beuuuh mantap! Melamun sambil melihat langit juga asoy hihi.

.

Melihat Bojo yang sudah kembali sambil membawa dua kantung putih yang kuyakini berisi snack, aku reflek tersenyum dan berdiri seakan menyambut kedatangannya. Ketika Bojo mendekat–-

Bruuuk..

"ADEK." Bojo menghampiriku yang terjatuh karena didorong seorang lelaki.

"Mas, hati-hati dong itu ada istri saya."

"Istri Mas nya aja yang ditengah jalan. udah tau lagi penuh begini malah berhenti disitu!"

"Kan bisa minta nyingkir baik-baik Mas, nggak perlu–-"

Karena nggak mau buat keributan lebih lama dan semakin ditonton banyak orang, aku harus bergerak.

"Udah Bojo, udah. Aku nggak papa kok. Aku yang salah."
"Maaf ya Mas, tadi saya ngalangin jalan."

Setelah lelaki tersebut pergi dan melihat orang sekitar sambil meminta maaf, aku berbalik kearah Bojo yang sudah duduk dengan tangan masih terkepal dan wajahnya yang memerah.

"Minum dulu. Kalo masih emosi, istigfar terus tarik, buang nafas tiga kali. Aku tungguin kok."

Selesai melakukan hal yang kuperintah, Bojo melihat kearahku lalu menggenggam tanganku.

"Kamu nggak papa, Dek? Ada yang sakit?" Bojo bertanya dengan raut wajah khawatir.

"Nggak papa. Cuma agak sakit disini." jawabku sambil memijat pelan dibagian pundak kiriku.

"Pake hot patch aja, ya? Ada ditasku nih."

"Nanti aja pas dikereta. Aku males ke toilet, pasti penuh. Mending kamu print tiketnya dulu."

BOJOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang