Manggung

20 2 0
                                    

Terhitung dua minggu sudah pekerjaanku dikantor menggunung. Tak jarang pula aku pulang diatas jam 8 yang menyebabkan suamiku harus beli makanan diluar. Maaf ya, Bojo.

Sore ini The First Place ada jadwal disalah satu cafe kawasan Dharmawangsa. Aku pun sudah berjanji akan nonton walau kemungkinan besar telat. Sebaiknya ku kabari Bojo.

Bojo 🐢

Bojo, nanti kamu langsung kesana aja ya
Laporanku belum selesai ☹️
Maaf, yaaa

Nggak papa, dek.
Blue light cafe, ya.
Ada di maps kok.
Nanti naik taksi online aja, jangan motor.
Hati hati kamu.

Okidoki ❤️
Read


.

07.40 PM

Setelah laporanku selesai, aku bergegas memesan ojek online. Pakai taksi akan memakan waktu lama, pasti macet. Sedangkan The First Place naik panggung jam 8. Aku berekspektasi jam 7 selesai, namun gara-gara mas Reza makan sama ngopinya lama, jadi mundur jauh banget!

Sesak kurasakan saat memasuki cafe. Padahal cafe ini cukup luas, kekuatan Bojo dan Mas-mas yang lain nih, memang mantap. Beruntungnya aku masih dapat meja walau cukup jauh dari stage.

Kulihat Bojo memulai bagiannya dalam lagu namun matanya seperti mengabsen wajah pengunjung cafe. Saat mata kami bertemu, sontak kami saling melempar senyum satu sama lain. Kalau saja aku tak malu, mungkin aku sudah menunjuk kearahnya sembari berteriak

"SUAMI GUE, TUH!"

.


Tak terasa sudah satu setengah jam mereka tampil. Itu sudah termasuk encore. Seharusnya mereka perform hanya satu jam. Gila, sih!

Wajah lelah bercampur kepuasan dapat kulihat dari tempatku duduk. Bahkan aku sampai tak menyentuh pesananku karena telalu terpesona melihat penampilan mereka ehe.

Selang beberapa menit mereka turun panggung, ada satu pesan masuk.

Bojo 🐢

Kamu ke guest room aja, dek.
Read

Tanpa membalas pesannya, aku bergegas mengangkat pantatku menuju guest room. Tapi sebelumnya aku bayar dulu pesananku, dong.

"Pesanan nomor 78, Mbak."

"Sudah dibayar, Kak."

"Okay. Oh iya Mbak, untuk guest room-nya di mana, ya?"

"Kakak nya siapa? Kalo nggak ada kepentingan nggak bisa masuk, Kak. Hanya crew guest star dan staff aja." ucap Mbak kasir bernama Dian yang dapat kulihat dari name tag-nya dengan intonasi sedikit menyebalkan.

"Saya–-"

"Dek, kok lama banget? Kenapa nggak langsung masuk aja?"

Kulihat wajah gusar Bojo menarikku ke dalam. Sebelum itu terjadi, Mbak Dian kembali bertanya.

"Loh? Mbak ini siapanya Mas Hanan?"

"Istri gue."

Duh jangan pasang muka jutek kamu, dong.

"Oh maaf Mas, Mbak. Saya nggak tau kalo Mbak ini istrinya Mas. Sekali lagi maaf."

Mbak Dian menunduk. Aku tau, ia pasti merasa tak enak akan sikapnya padaku tadi.

Saat Bojo akan menjawab, aku langsung menyela.

"Nggak papa, Mbak. Makasih, ya."

Nggak tau makasih karena apa, buru-buru ku tarik Bojo agar ia tak memperpanjang masalah.

.

Perjalanan pulang hanya ditemani oleh keheningan. Hmm kayanya Bojo capek jadi nggak banyak omong. Tapi dari raut wajahnya berbeda. Aku sengaja membiarkannya. Biasanya Bojo suka cerita sendiri nanti.

"Dek."

Nah kan.

"Ibu ngajak kita nginep dirumah. Kak Anin sama Dinan pulang."

"Hm, Okay."

Lagi-lagi hening. Aku tau nih, Bojo pasti belum tidur. Soalnya belum kedengaran suara ngoroknya.

"Ada yang mau kamu ceritakan?"

Akhirnya kuberanikan diri bertanya. Aku nggak mau Bojo tidur dalam keadaan gusar.

"Aku....males ketemu Ibu sama Ayah."

"Hey nggak boleh gitu, sayang. Kan ada aku."

Helaan nafas panjang nan berat darinya terdengar olehku. Perlahan ia mulai membalikkan badannya. Nah, ini baru Bojo yang kukenal. Soalnya Bojo jarang tidur dalam posisi membelakangiku. Bila berlaku demikian, opsinya hanya dua, keadaan kami sedang tak baik atau ia sedang banyak pikiran.

"Jangan jauh-jauh dariku, ya."

"I will." sengaja ku pasang senyum terbaikku yang membuatnya menarik tubuhku lalu mencium keningku.

"Oh iya, tadi kamu naik taksi, kan?"

Yah bahas yang tadi.

"Nggak. Aku naik motor, keluar kantor tadi udah mendekati kamu perform. Kalo naik taksi kelamaan. Maaf ya."

Dengan senyum favoritku sembari mengelus rambutku, ia membalas.

"Nggak papa, aku ngerti. Tadi keren, kan perform-nya?"

"PASTI DONG!"

"Santai, sayang"

Kekehnya seraya mencubit hidungku. Ih, kan sudah berlumur skincare!

"Btw aku laper, deh."

"Bukannya kamu udah makan disana?"

"Mam mi yuk, Dek."

Bisa banget ngalihin pembicaraannya.

"Moh. Udah jam berapa ini? Katanya target kamu umur 45 tahun belom berperut buncit dan botak."

"Diet bisa besok, Dek. Udah yuk, temenin aku makan. Daripada aku makan dikasur hayo."

Dia tau banget cara bikin aku marah.

BOJOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang