Bachelor Party

13 2 0
                                    

Bagi kaum hawa, tradisi bridal shower pasti sudah tak asing, namun bagi kaum adam, bachelor party atau pesta bujang mungkin masih terdengar tabu. Terlebih tradisi ini sering dilakukan di negara–negara barat yang biasa di isi dengan minum–minuman beralkohol, menyewa DJ, hingga mengundang penari striptease.

Di Indonesia, pesta ini mengalami perubahan konsep. Mereka mengartikan pesta bujang sebagai ajang untuk saling melepas rindu bersama teman dan sahabat semasa sekolah atau kuliah. Seperti sekarang, anak–anak ngide banget mau mengadakan pesta bujang di salah satu cafe dekat kantor gue. Mereka bilangnya kumpul biasa, karena kebetulan sudah lama kami nggak kumpul tanpa alat tempur dan diluar studio.

Tapi coba deh bayangin, mana ada cuma kumpul biasa tapi sampai sewa satu lantai? Ikut wae mumpung gratis, haha.

Sesungguhnya inti dari acara ini 20% mengenang masa kuliah, 10% cerita ngalor-ngidul dan sisanya adalah nge-roast gue. Hampir semua aib gue dibongkar, mulai dari kejadian kocak yang gue lakukan di stage, kebiasaan jelek, jaman gue gamon, hingga saat putus dari Ifa.

Mereka sangat berapi–api bicara semuanya sampai gue berfikir punya dosa apa di masa lalu hingga punya teman laknat seperti ini.
Diantara mereka, Mas Kala yang paling bernafsu nge-roast gue. Iya sih, kalau gue curhat lebih sering lari ke Mas Kala. Terlebih saat gue putus dari Ifa. Dia yang paling tau betapa hancurnya gue.

“Nan, lo masih inget Nandira, nggak?” tanya Mas Matthew.

Owner cafe yang suka sama Mas Hanan?” terka Dani yang disahuti anggukan oleh Mas Matthew.

“Kenapa emang?”

“Kemarin gue ketemu di GI. Kayaknya dia masih suka deh sama lo. Nanyain lo mulu, hahaha.”

“Jangan macem–macem lagi lo, Nan.” Mas Kala berucap diujung sana seraya memberikan tatapan peringatan.

Nandira Puspita, gue masih ingat namanya. Dira adalah pemilik cafe yang dulu sering undang TFP untuk mengisi live music di cafe-nya. Dalam seminggu, ia sanggup mengundang dua sampai tiga kali. Bukannya apa, maksudnya gini, daripada mengeluarkan uang lebih besar untuk undang TFP, lebih baik ia rekrut orang sebagai pengisi tetap cafe.

Rupanya ada udang dibalik bakwan, dia memiliki perasaan pada gue. Saat Mas Kala bilang Dira suka sama gue, gue nggak percaya. Gue mikirnya “Oh Mas Kala mah orangnya terlalu perasa. jadi gue anggap angin lalu.

Ternyata dia sungguhan suka hingga berani mengungkapkan perasaannya dibelakang cafe usai manggung. Dira nggak minta gue tanggung jawab atas perasaannya karena dia tau kalau gue pawangnya. Ifa cukup akrab dengannya setelah beberapa kali menonton kami perform di cafe itu.

Kejadian fatal yang bikin gue putus sama Ifa salah satunya karena kebodohan gue ke Nandira. Saat itu hubungan gue sama Ifa lagi sering–seringnya konflik. Gue sibuk kerja, manggung, sering nginap di studio buat garap album baru, sedangkan Ifa juga sama sibuknya, namun ia masih menyempatkan diri untuk kabari gue (walaupun gue slow respon), hingga beberapa kali mengirim makanan untuk gue ke kantor.

Sampai ada satu momen di mana Ifa menuntut haknya, yaitu bertemu setelah sepuluh hari berkomunikasi hanya via ponsel. Bodohnya gue adalah gue menolak bertemu dengan alasan gue sedang keluar kota. Bukan untuk pekerjaan tapi……karena…….Nandira.

Awalnya gue sama Dira lunch bersama untuk meluruskan segalanya. Setelah confessed, gue menjaga jarak darinya. Gue nggak mau bikin Ifa marah (padahal gue belum cerita ke Ifa, tapi gue nggak mau Ifa sampai mengendus kejadian ini).

BOJOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang