Kalau kalian kira rumah tangga Hanan dan Ifa flat saja, kalian salah besar. Beberapa saat lalu, tepatnya tiga bulan lalu, pertama kalinya setelah berumah tangga, mereka bertengkar cukup hebat. Semua bermula dari Hanan yang gila-gilaan dalam bekerja. Entah apa yang sedang dikejar sampai menelantarkan istri dan anaknya. Komunikasi dengan sang istri terbilang jarang dan singkat, makan malam bersama bisa terhitung jari, weekend tetap bekerja hingga jarang pulang.
Awalnya Ifa memaklumi, karena ia sudah paham. Mengingat mereka sudah bersama lebih dari enam tahun semenjak Hanan bekerja setelah lulus kuliah dan mereka menikah, membuat Ifa terbiasa dengan jam kerja Hanan yang tak biasa itu. Sikap Hanan pun nggak berubah, hanya saja komunikasi verbal mereka sedikit.
Seminggu, dua minggu Ifa masih tahan, tapi begitu memasuki satu bulan, ia mulai jengah. Abang sering mencarinya, bertanya-tanya kemana sang Ayah yang selalu menyempatkan bermain bersama disela kesibukannya. Sayangnya, saat Ifa mencoba memperbaiki hubungan mereka, justru amarah yang ia dapat. Hanan memang nggak main tangan, namun nada bicara dan kalimat yang ia lontarkan menyakiti Ifa tanpa ia sadari.
Suasana rumah begitu dingin setelahnya. Hanan kembali gila kerja, begitu juga Ifa yang lebih senang melakukan kegiatan didalam kamar bersama sang anak tanpa mempedulikan apa yang sedang Hanan lakukan diluar.
Puncaknya, saat Abang memasuki ruang kerja Hanan, mengajak sang Ayah untuk bermain bersamanya setelah sekian lama. Hanya bermain sepak bola di mini garden rumah mereka. Namun Hanan menolak dengan intonasi dingin. Abang termasuk anak pintar, ia tau nada bicara yang sering Ayahnya gunakan saat berbicara dengannya atau sang Ibu.
Tak menyerah, ia kembali meminta hal lain, tujuannya sama, agar Ayahnya mau bermain bersamanya. Entah apa yang merasuki Hanan saat itu, ia malah menjawab permintaan sang anak dengan kalimat pedas beserta tatapan dingin yang begitu menusuk. Sadar akan perubahan wajah Ayahnya, Abang menangis, membuat Ifa yang sibuk didapur, berlari mencari Abang dan menemukannya tengah menangis didepan meja kerja Hanan. Sementara si pelaku malah sibuk dengan berkas dihadapannya.
.
Malamnya, Ifa kembali mencoba untuk membicarakan semuanya. Dan lagi, semuanya berakhir tidak baik. Emosi Hanan yang masih melebihi tinggi badannya berhasil membuat Ifa menangis. Beruntung Abang sudah terlelap, jadi ia tak perlu repot-repot menenangkan. Lagipula tak baik, anak seusianya mendengar orang-tuanya bertengkar yang berdampak pada kesehatan mentalnya kelak.
Merasa lelah, esoknya Ifa pergi kerumah orang-tuanya. Meluapkan semua yang ia tahan selama ini. Baik Bapak maupun Mama tak bisa berbuat banyak. Disatu sisi mereka kecewa pada sikap Hanan, tapi disisi lain mereka tak ingin ikut campur urusan rumah tangga anak mereka.
Mbak Rere yang mengetahui kondisi adiknya tersebut, menyarankan Ifa untuk tinggal sementara dirumah Bapak dan Mama sampai semuanya membaik.
Hanan kalang kabut saat mengetahui istri dan anaknya tak ada dirumah. Tak ingin sampai kedua orang tuanya tau bahwa hubungan anak dan menantu mereka sedang tak baik, ia menghubungi Anin yang kebetulan sedang di Jakarta untuk menanyakan hal tersebut.
Bukannya kabar baik yang ia dapat, semburan panas dari Anin menambah kepusingannya.
Ditengah kepanikannya, Mbak Rere mengabarkan bahwa Ifa dan Abang berada dirumah kedua orang-tuanya. Mbak Rere memberi peringatan keras pada Hanan untuk tak menjemput Ifa terlebih dulu sampai ia merubah sikapnya belakangan ini.
Seakan semesta mendukungnya untuk menderita, Ayah dan Ibu memberitau Hanan bahwa mereka akan berkunjung kerumahnya. Membawakan oleh-oleh untuk Ifa dan Abang. Hanan tak bisa berbuat apa-apa selain pasrah dan menceritakan semuanya.
Pukulan pada wajah Hanan adalah jawaban dari Ayah, sedangkan tangisan pilu merupakan jawaban dari Ibu. Mereka tak menyangka bahwa salah satu anak kebanggaan mereka tega berbuat demikian.
KAMU SEDANG MEMBACA
BOJO
FanfictionSekilas Cerita Kehidupan Rumah Tangga Tiffany Naditya Kusuma & Hanan Adityatama Erlangga.