Dani

8 2 0
                                    

Yo! Dengan Dani Abhivandya disini. Pakabs semuanya?

Gue disuruh kesini sama Mas Samu, katanya bebas mau cerita apa saja. Kalau gue cerita tentang masa kecil gue sampai sekarang pasti bakal lama. Bisa disepak sama yang punya cerita nanti. Karena ini lapaknya Mas Hanan, jadi gue mulai dengan cerita waktu kita kuliah, ok?

Gue, Mas Jo dan Mas Hanan berada di satu kelas saat semester lima. Seharusnya Mas Hanan diatas gue, tapi karena gap year jadi kita barengan. Bagi yang sudah mengenal gue pasti tau gue anaknya gimana. Gue susah bersosialisasi pada orang baru.

Rupanya, Mas Hanan juga demikian. Anaknya sunyi banget (awalnya), ditambah raut wajahnya nggak friendly, bikin orang malas mendekat. Kayaknya ada tiga hari gue dan Mas Jo nggak saling tegur sapa meski sering berpapasan saat diparkiran. Gue sih santai, tapi Mas Jo nggak. Akhirnya pernah sok asik sapa, eh malah dijawab seadanya sama si tiang, cih sok keren banget lo, Mas!

Dihari berikutnya, seperti tengah pendekatan ke mbak gebetan, Mas Jo mendekati Mas Hanan lagi, diajak ke kantin, hingga diajak main ps di kost Mas Jo.

Waktu main ps, Mas Hanan mulai banyak bicara. Gue nggak kaget waktu dia bilang freelance model. Mengingat badannya yang tinggi menjulang, ditambah komuknya yang lumayan, sabi lah jadi model.

Dia bilang pernah cover beberapa lagu bersama kawannya untuk mengisi waktu luang. Dari situ, Mas Jo berinisiatif ajak Mas Hanan buat join di band kami (yang saat itu belum memiliki nama) karena kebetulan formasi kami sedang kekurangan gitaris. Tawaran tersebut disambut baik oleh Mas Hanan.

.

Pertemuan perdana Mas Hanan dengan yang lain bisa dibilang lumayan canggung. Beruntung, Mas Matt dan Mas Jo selaku mood maker bisa membuat suasana lebih baik. Dihari itu juga, kami mulai latihan. Jangan salah, tampang boleh ngeselin, tapi kalau main musik, orang ini nggak setengah–setengah. Totalitas. Makanya, kami semua sepakat merekrut Mas Hanan.

Gue nggak tau apakah Mas Hanan merupakan rezeki yang Tuhan kirim atau gimana, tak berselang lama ia gabung, ada dua label rekaman yang menghubungi kami, bermaksud untuk bergabung bersama mereka.
Dari awal band ini terbentuk, kami inggak pernah berekspektasi akan sampai dititik ini, karena tujuan awal kami hanya untuk mengisi waktu luang dan melepas penat dari kesibukan kam sebagai mahasiswa. Nggak mungkin dong rezeki ini kami tolak? Jadi setelah berunding, kami sepakat memilih salah satu diantara mereka dan mulai tanda tangan kontrak yang Puji Tuhan, masih bertahan sampai hari ini.

.

Bagian lucunya, seiring berjalan waktu, justru gue yang lebih dekat pada Mas Hanan. Bukan berarti nggak dekat sama yang lain, tapi karena kami memiliki beberapa kesamaan yang membuat kami jadi klop. Nggak jarang pula kami sering berkolaborasi dalam menciptakan lagu. Mas Hanan yang nulis lirik, nanti gue bagian aransemen.

Diantara banyak kesamaan itu, riwayat percintaan kami yang payah adalah salah satunya. Mas Hanan pernah mengalami gagal move on, lalu gue… apa, ya? Trauma? Entahlah. Gue pernah tinggal di Boston kurang lebih lima tahun, dari SMP tingkat kedua sampai lulus SMA. Ditahun pertama gue masuk SMA, gue punya crush beda kelas. Namanya Vivianne Scott.

Dia cantik, pintar, ceria, pandai, pokoknya idaman banget, deh!
Awal bertemu di perpus (gini–gini gue doyan belajar. Dulu). Kami duduk berdampingan dengan ia menyapa gue terlebih dulu. Gue yang nggak mudah akrab dengan orang baru, menjawab seadanya, namun Anne seperti nggak kehabisan topik, dia nggak gentar menanyakan banyak hal.

Dihari itu pula, dia ngajak gue pulang bersama. Gue iya-iya doang, padahal berujung gue tinggal. Ternyata, besoknya dia mendatangi kelas gue buat omelin gue yang ninggalin dia kemarin. Teman sekelas langsung bersorak meneriaki gue seolah nggak percaya seorang Anne, siswa populer bahkan dihari pertama kami masuk, dengan beraninya menghampiri siswa biasa seperti gue.

BOJOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang