Kala

18 3 0
                                    

Hello, gue Kala. Gue numpang nyolong bentar ceritanya Hanan dan Ifa.

Kalian mau gue cerita tentang Hanan atau Jovanka dulu? Hanan dulu kali, ya.

Sudah pada tahu kan, kalau Hanan itu anak pindahan dari Malang? Setelah sampai Jakarta sempat gap year selama satu tahun. That's why dia lulus bareng Jo dan Dani. Itu juga yang membuat Hanan tau Ifa yang merupakan adik tingkatnya.

Pertemuan pertama gue, Mas Matt dan Mas Samu sama Hanan karena Jo. Ia merekomendasikan Hanan untuk dijadikan gitaris yang kebetulan sedang kami cari. Kesan pertama? Cuek, dingin, terlalu irit bicara. Membuat gue berpikir bahwa ini anak nggak bakal bertahan lama di band kami.

Tak disangka, sebulan kemudian, ia mulai menunjukkan kelakuan "burik"-nya yang ternyata nggak beda jauh sama gue dan anak-anak.

Kalau ditanya kejadian yang buat melongo setelah berteman dengan Hanan itu, ketika ia tiba-tiba memberitahu melalui grup chat bahwa kami akan pergi liburan bersama esok harinya. Bayangin, besoknya bro. Jelas kami semua kaget bukan main. Nggak angin nggak ada hujan, tiba-tiba ngajak liburan. Ternyata ini baru permulaan. Lo tau nggak kita kesana naik apa? Jet pribadi coooooooy!!
Ke Raja Ampat naik private jet!
Gue nggak tahu mungkin dikehidupan sebelumnya gue punya kontribusi besar kali sama negara, jadi bisa dapat rejeki nomplok melalui Hanan. Nggak kebayang ngerogoh kocek berapa untuk liburan kala itu. Migrain gue kalau ngomongin duit Bapaknya Hanan.

Kejadian spektakuler lain yang Hanan lakukan adalah menikah. Bukan nggak mungkin, lebih tepatnya sulit dipercaya gitu, dia bisa memutuskan sesuatu yang nggak main-main lebih cepat dibanding Mas Samu, Mas Matt dan gue yang notabene-nya lebih tua dari Hanan.

Masalahnya, saat nembak Ifa butuh waktu yang menurut gue lama, terus pas giliran nikah langsung duaar! Gue sepemikiran sama Dani yang bilang kalau Hanan bakal jadi orang terakhir diantara kami perihal menikah. Namun takdir emang nggak bisa ditebak. Gue, Mas Samu dan Mas Matt kebalap duluan. Bahkan sekarang sudah mau jadi seorang bapak.

.

Kita beralih ke Jovanka.

Jovanka Putri Kamala. Pacar kesayangan gue. Orang yang sudah mewarnai hari-hari gue selama empat tahun ini. Lucunya, cara gue jatuh cinta sama Jov itu kayak di sinetron yang nyokap suka tonton, love at first sight.

Gue awalnya nggak percaya sama gitu-gituan, like, masa baru sekali ketemu langsung jatuh cinta? Semua kan butuh proses. Tapi asumsi itu terpatahkan setelah gue mengalaminya sendiri. Kami nggak sengaja bertemu di salah satu food court di gedung kantor. Posisinya lagi duduk tepat dimeja sebrang gue makan. Nggak tau gue suka sama semua yang ada di diri dia pada saat itu, mulai dari cara dia berbicara, makan, berpakaian, semuanya. Dan yang lebih mengejutkan lagi, Jov juga merasakan hal yang sama! Mungkin emang udah takdir, hehe.

Pertemuan kedua dan ketiga, kami masih sama-sama saling mengagumi dalam diam dan pastinya masih di food court yang sama. Sampai akhirnya nggak sengaja ketemu di lobby gedung, liat Jov sedang menunggu hujan reda. Kenapa gue tau? Karena ia tak henti-hentinya melihat jam yang melingkar ditangannya seolah ada janji bertemu seseorang.

Berbekal payung yang gue bawa, gue mendekati Jov bermaksud untuk membantunya. Siapa sangka, setelah kejadian itu kami mulai dekat. Gue ini tipikal orang yang nggak suka nunggu lama, apalagi masalah perasaan. Begitu dapat sinyal kalau Jov punya perasaan yang sama, gue langsung gas. Nggak kayak salah satu bandmate gue. Eh, nyindir siapa, tuh? Wkwk.

Jov orangnya pendiam dan sabar banget. Gue butuh orang sepertinya dihidup gue yang kalau gue lagi berapi-api, Jov bisa jadi airnya, nggak menghakimi saat pendapat gue salah kayak,

"Bisa sih babe, pake cara kamu. Kalo misalkan pake cara aku yang blablabla, gimana? Memang hasilnya akan sama, tapi cara sampe kesananya agak ringan. Ini pendapat aku aja, ya. Kalo kamu kurang srek nggak papa, kok."

Gimana gue nggak makin sayang coba?

Walau jatuh cintanya gampang, bukan berarti perjalanan kisah kami mudah. Pertama kali kerumah Jov, gue dapat tatapan nggak mengenakkan dari Mama-nya. Seiring berjalannya waktu, semua membaik. Kemarin gue dikode sama orang tua Jov untuk segera menseriuskan hubungan kami ke jenjang lebih sakral, sedangkan gue belum ingin kearah sana, masih kepikiran kuliah adek gue. Jov pun juga menyerahkan semuanya ke gue. Meskipun gue yakin, jauh dari lubuk hatinya pasti ada keinginan yang sama dengan orang tuanya.

Setelah gue pikir-pikir dan berkonsultasi ke orang tua, gue akan segera melamar Jov saat adek gue lulus nanti.

Sabar ya sayang, satu tahun lagi, kok.

Doain gue, guys.

BOJOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang