Takut (2)

13 1 0
                                    

Libur gini paling mantap apabila di isi dengan kegiatan ringan alias leyeh-leyeh. Berbagai kegiatan seperti belanja sayur, cuci baju, siram tanaman sudah dilakukan. Sekarang saatnya gue bersantai ria sembari menonton tivi. Tontonan gue sih bebas, asal bukan acara gosip. Layaknya anak kecil, Ifa suka ngerecokkin pingin ikutan nonton padahal posisinya didapur. Suara tivi nggak terdengar sampai dapur.

"Bojooo, tolong kesini sebentar, dong!"

Kalau panggilan berkumandang, biasanya gue dijadikan tumbal–-bukan deng, ngeri banget pemilihan katanya. Lebih tepatnya tester penyicip masakan Ifa. Dari dulu Ifa payah banget urusan indra perasanya (kecuali ciki, karena punya amandel besar, jadi dia tau mana masakan yang terlalu banyak micin atau penyedap rasa). Maksudnya, misal Mama sedang puasa terus Ifa diminta coba masakan Mama, entah kurang garam kah atau gula, namun Ifa selalu bilang enak. Pada saat dicoba Mama kadang suka kurang sesuatu, berbanding terbalik dengan yang Ifa katakan. Bisa dibilang Mama kurang percaya lidahnya Ifa, dan itu terus berlanjut sampai sekarang. Makanya gue selalu diminta bantuan.

"Cukup kok, enak. Tapi kenapa jadi rame begini sayur bayamnya? Tadi aku cuma beli ayam, terus sekarang jadi ada tambahan wortel sama jagungnya."

"Ini wortel sama jagung kemarin gara-gara kamu nggak jadi bikin bakwan."

Setelah tidur siang itu biasanya Ifa suka bikin cemilan buat kita berdua sambil nonton. Kalau lagi niat, biasanya bakwan, pisang goreng, sampai waffle juga dijabani. Kalau lagi mode malas, paling sosis dan kentang goreng.

Kemarin Ifa pergi arisan, niatnya gue mau bikin bakwan. Tiba-tiba gue teringat sesuatu, gue punya pengalaman goreng nugget sampai gosong karena gue terlalu lama balas pesan orang kantor. Selain itu, pasti akan banyak cucian kotor. Gue malas cuci, hehe. Akhirnya nggak jadi buat, deh.  Mau tunggu mamang batagor lewat, harus ke depan kompleks dulu jadi, mending gue tidur siang lagi.

"Selesai aku masak, nonton conjuring, yuk!"

"Kan, kamu udah nonton."

"Lagi pengen nonton itu."

Ifa merupakan orang yang suka repeat nonton film yang menurutnya seru. Jangan heran, ya.

.

"Jangan pura-pura tidur, deh. Temenin aku."

Pukulan pemegang sabuk hitam nggak main-main, sekedar info saja.

"ADOH, IYA!"

Sepanjang film, kami lebih banyak diam. Posisi duduk Ifa mulai mepet ke gue. Saat adegan setannya muncul, kadang matanya ditutup, ngumpet dipundak gue beserta kakinya yang mulai memanjat paha gue. Jangan lupa teriakannya.

"Bojo itu jurig-nya dijendela!"

"Itu setannya dibelakang pintu, Dek!"

"Aduh ya Allah, nggak bisa nih aku."

Beberapa penggal kalimat yang terlontar saat film berlangsung. Ngomongnya sih dikit, kaus gue apa kabar ditarikin mulu?

.

"Bojo, sini deh."

Kepalanya muncul dibalik pintu kamar kami disertai dengan lambaian tangannya memanggil.

"Kenapa?"

"Tungguin aku mandi ya, hehe."

"Takut, kan? Makanya jangan nonton horror mulu. Udah tau penakut."

Sudah hafal gue akan gelagat Ifa usai menonton horror. Biasanya dia paling anti kalau mandinya ditungguin. Biar bisa lama-lama main airnya, katanya. Sekarang tiba-tiba minta tunggu, apalagi alasannya kalau bukan karena takut.

"Seru tau film horror. Sebentar aja kok, nanti nonton lagi."

"Yaudah."

"Sip! Nanti bobonya aku kasih free puk-puk pantat"

"Iya udah burua–-JANGAN LARI, YA TUHAN."

.

"Bojo."

"Hm."

"Kok aku nggak bisa tidur, ya? Biasanya walaupun tidur siang, aku tetep ngantuk jam segini. Kok sekarang seger?"

"....."

"JANGAN TIDUR!"

"SAKIT, DEK!"

Dikira gue samsak hidup apa, ya?

"Jangan bobo dulu. Aku belum ngantuk. Ajak aku ngobrol, dong."

"Dih? Aku mah ngantuk. Bye."

Gue dengan sengaja berbalik memunggungi Ifa agar ia makin takut.

"Ayaang, jangan balik badan. Aku takutttt."

Sebuah momen langka panggilan tersebut keluar dari mulutnya.

"Panggil apa tadi?"

"Peyang."

"Kepala kamu."

"Enak aja!"

"Ngomong apa tadi?"

Dia tuh gitu, suka malu kalau ditanya begini.

"Kuyang."

"Tuh, dibelakang kamu."

Jawaban gue sukses membuat Ifa menjatuhkan tubuhnya diatas gue serta menyembunyikan wajahnya di ceruk leher gue.

"JANGAN GITU! AKU TAKUTTT!"

"HAHAHAHA. PERCAYA AJA, SIH."

"Udah ah, aku tidur gini aja!"

"Enak aja. Gue engap." bohong, cuy.

"Emangnya kamu lagi hamil segala engap?"

"Mohon maaf ibu, coba ibu lari muterin komplek dua putaran. Pasti engap."

"Iya, sih. Udah ah bodo, aku bobo disini aja."

"Fa."

"Awas aja bilang aku berat, aku pukul lagi."

"Yaudah aku tidur di sofa."

"JANGANNN!"

Pelukannya makin mengencang, hahaha.

Tak berselang lama setelah ditenangkan, gue mendengar dengkuran halus di leher gue. Beneran nggak mau lepas, ya asoy sih, tapi gue mau ngerekam Ifa ngorok. Jarang-jarang dengar ia ngorok. Ifa memiliki banyak video gue ngorok dan tidur mangap. Gue juga pingin punya senjata itu. Masalahnya gerak gue terbatas, apalagi ngerekam. Tadi coba ambil ponsel, malah dia semakin mengeratkan pelukannya. Yaudahlah, besok gue suruh nonton horror lagi biar bisa begini. Benefit di guenya banyak, hehehe.















Additional part
Saat keduanya terlelap dan Hanan yang tak sadar tidur dalam keadaan memunggungi sang istri. Ifa yang tak sengaja terbangun, dengan kekuatan setengah sadar mencoba mengembalikan posisi awal suaminya saat ia tidur. Usaha pertama dan kedua gagal, kekuatannya tidak cukup untuk membalikkan badan suaminya. Dirasa semuanya sia-sia, akhirnya ia pindah ke sisi kanan Hanan. Di mana menyisakan sedikit bagian dari kasur, Ifa bersikeras karena masih merasa takut daaan berhasil! Akhirnya ia kembali tertidur dengan punggung yang sejajar dengan pembatas kasur, wajah bersembunyi didada, juga tangan dan kaki kanan yang berada di pinggang Hanan. Mohon doanya semoga Hanan tidak gerak macam-macam yang bisa saja mencelakai istrinya.




Maaf telat. Happy Saturday 💕

BOJOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang